"Maia, sabar, ya, pasti berat cobaan elo kali ini," Deni berkaca-kaca.

"Elo ngapain, Den?" Maia heran.

"Elo nangis karena ortu elo... ortu elo...." tenggorokan Deni tercekat. Tak tega dia meneruskan ucapannya.

"Apaan, sih, elo? Gue tadi nangis karena laptop gue jatuh."

"Hah?!"

"Jatuh terus rusak. Prak!"

"Hah?!"

"Sekali lagi 'hah' gue jitak kepala elo," Maia manyun.

"Jadi elo nangis kejer tadi 'cuma' gara-gara laptop jatuh?" Deni tak percaya.

"Cuma elo bilang? Laptop itu seperempat nyawa gue, Deniiiii!" Maia benar-benar kesal.

"Yaelah, Nad, laptop rusak kan bisa diperbaiki."

"Mahal, tahu, biayanya."

"Tumben elo perhitungan sama duit?" Deni menaikkan alis heran.

"Duit gue bulan ini menipis, Deni. Gaji gue kemarin udah habis buat bayar kos, makan, ma transport gue. Gaji bulan depan rencananya bakal gue belikan kursi roda buat Angel. Sebentar lagi dia keluar rumah sakit."

Deni mengerutkan dahi bingung, "Angel yang mana lagi, nih?"

"Anak panti kenalan gue. Tiga bulan lalu dia jadi korban tabrak lari."

"Oh, yang kakinya harus diamputasi itu?" Deni teringat cerita Maia tentang seorang gadis kecil penghuni panti asuhan yang ditabrak lari saat sedang pulang sekolah. Penabraknya lari tak bertanggung jawab meninggalkan gadis itu berdarah di tepi jalan.

"Iya," jawab Maia lirih.

Deni geleng-geleng kepala. Takjub dia dengan jiwa sosial gadis di depannya ini yang kelewat tinggi. Sejak pertama kali mengenal Maia, Deni tahu gadis ini paling tak bisaan. Berkorban demi orang lain seolah menjadi salah satu hobinya.

Tiba-tiba sebuah kesadaran terbit di benak Deni. Dia menyipitkan mata curiga memandang Maia.

"Jangan bilang seluruh biaya rumah sakit Angel elo juga yang nanggung?"

Maia mengangguk, "Kasihan dia, Deni."

"Ya ampun, Maia, emang panti gak punya duit apa untuk pengobatan Angel?"

"Nggak ada."

Deni diam. Dia tak tahu harus bicara apa lagi. Benar-benar tak main-main pengorbanan Maia kali ini. Deni tahu persis berapa biaya yang harus dikeluarkan Maia untuk pengobatan Angel. Karena beberapa minggu lalu Maia sempat meminjam uang dalam jumlah besar padanya.

"Kenapa laptop elo bisa jatuh, Mai?" Deni mengalihkan topik pembicaraan.

"Gue tabrakan."

"Tabrakan sama siapa?"

"Tabrakan sama bule."

Perhatian Deni tertarik maksimal. Dia melotot tak percaya ke Maia, "Bule yang anak baru di sekolah kita itu?"

"Seratus buat elo!" Maia sewot.

"Kok, elo sewot gitu?"

"Gimana gue gak sewot? Laptop gue rusak gara-gara mereka," Maia mendengus sebal.

A Glowing Starlight (Glowing Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang