Your Life As Ferris Wheel

119 8 0
                                    

Seorang bayi adalah sebuah pemberian atau lebih tepatnya amanah dari Tuhan, aku mengerti dan aku juga dapat merasakannya sebagai seorang anak yang selalu dituruti permintaannya oleh Ayah dan Ibu, terkadang aku hanya bisa menuntut daripada memberi. Setidaknya lewat hal kecil seperti membantu membereskan rumah atau belajar agar menjadi orang sukses yang berguna. How that suppose, when everything goes wrong?

##

Suara jam weker itu menghancurkan alur mimpiku dan menyadarkanku untuk kembali ke realita yang menyebalkan. Serpihan cahaya mentari mulai menusuk mataku, rasanya tubuh ini masih ingin tinggal di ranjang yang dua kali terasa nyaman saat kau ingin bangun dan meninggalkannya. Seperti ada medan magnet, aku meremas perlahan selimutku dan menutup kembali seluruh tubuhku dengan selimut putih itu.

Aku merasakan ada yang aneh dengan perutku. Maksudku, ya ini bukan masalah wanita yang sering kualami tapi ini benar-benar asing. Sesekali aku mengelusnya perlahan, terasa keras dan lembut. Rasa penasaran ini memaksaku untuk beranjak pergi ke kamar mandi, aku berjalan terhuyung sesekali menguap dan merasakan tubuhku yang benar-benar tidak enak.

Refleksiku di cermin sangat mengerikan mirip corpse bride? Entahlah, perkataanku sering tidak masuk akal. Aku membuka setengah dari kausku yang bergambar tokoh pahlawan Marvel, ini hanya perasaanku saja atau memang aku terlihat buncit? Maksudku, untuk perempuan dengan berat 48 kilogram aku terlihat seperti 50an kilogram, kemudian aku mencoba untuk menekannya secara perlahan.

"Keras ...." Kataku lirih.

Aku mencoba untuk melupakan ini, mengusap air ke wajahku dan merasakan dinginnya air itu saat masuk ke dalam pori-pori kulit, menggigit kuncir rambutku sementara tanganku sibuk menata rambut panjangku. Jujur aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi dengan perut ini, seperti ada sesuatu yang-

"Aila, sayang waktunya sarapan!"

Satu-satunya perintah yang tidak bisa aku tolak, lagipula aku juga sudah lapar dan perut ini seolah tidak diberi makan selama berhari-hari. Apakah aku harus menceritakan ini kepada Ibu?

Deretan lagu The Police terdengar setelah aku sampai di meja makan, pasti Ayah yang memutar lagu itu. Aku tidak tahu judulnya tapi alunan musik dan liriknya sangat dalam, tidak heran membuatku terhanyut di dalamnya.

"Weekend kamu kosong, tidak?" tanya Ayah yang asyik membaca surat kabarnya, setelah aku duduk dihadapannya.

"Aku ada janji dengan Tic-Tac, ada apa Ayah?"

"Oh, Ayah ingin mengajak kamu bersepeda."

Sebenarnya aku merasa tidak enak sudah menolak tawaran Ayah, tapi janji harus aku tepati. Tic-Tac dia pacarku, kami telah menjalin hubungan ini selama 3 tahun. Nama aslinya Kiyan, cowok pintar khususnya dalam pelajaran menghitung dan bidang teknologi.

Dikenal sebagai Geek karena sangat terobsesi dengan teknologi terutama game. Dia sangat pintar tapi malasnya keterlaluan, bergaul dengan orang tertentu dan tidak suka keramaian. Kiyan memang refleksi cowok cute, dia mencoba untuk bersikap dewasa walaupun sifat kekanakannya masih kental.

"Tidak perlu kamu pikirkan, nanti Ayah main sepeda sendiri saja," ucapnya membuyarkan lamunanku.

"Maafkan aku, Ayah."

Ibu masih sibuk membuatkan segelas susu untukku, sementara aku dan Ayah menyantap sarapan ini. Semua lengkap dengan sayuran hijau, Ibu tidak membiarkan kami untuk memakan daging karena kami dilatih untuk menjadi Herbivora. Rasanya perut ini kembali terasa aneh, pikiran buruk mulai menghantuiku belum lagi Tic-Tac dan aku pernah berhubungan secara ... entahlah, aku harus pergi ke apotek setelah ini.

Diary Of Kiyan and AilaWhere stories live. Discover now