Belum sampai di taman, aku berpapasan dengan Sean dan juga ada Isabelle disitu. Saat melihatku dia seperti orang yang ketakutan, dia pun menelan salivanya sendiri. Aku melipat kedua tanganku di dada, dan tersenyum kecut padanya.

"Hai Sean! Bersama Isabelle rupanya, hmmm?" mataku menatap sinis pada wanita berambut pirang itu, dasar tidak tahu malu!

"Menurutmu?" Isabelle melepas kacamata hitamnya yang dia pakai, dia pikir ini di pantai memakai kacamata berwarna hitam, dasar gila. Norak. Jalang. "Kau tidak keberatan kan jika aku bersama Sean-mu?"

"Oh! Tentu saja aku keberatan." Kataku lalu mengacungkan jari tengahku padanya, dia hanya memutar matanya dan seperti bergumam.

Isabelle pun pergi tanpa kusuruh, aku menoleh pada Sean. Memajukan kakiku beberapa langkah hingga aku tepat di hadapannya, aku menatap matanya dengan tatapan sinis dan perasaan kesal sementara dia terlihat santai dan tidak ada rasa bersalah apapun.

Aku berdeham. "Ada hubungan apa antara kau dengan Isabelle?"

"Bukan apa-apa, hanya teman."

"Kalau begitu, kemarin kau kemana saja?"

"Aku tidak kemana-mana. Kemarin kan aku bersamamu."

"Kau tidak menyadari? Disaat aku habis dari toilet, ketiga temanmu itu menggangguku!"

Dia memutar matanya, lalu tangannya menyentuh pipiku. "Mereka hanya bercanda."

"Bercanda? Mereka hampir menyentuhku! Tidakkah kau peduli denganku? Kau kemana saja disaat aku memanggilmu untuk meminta pertolongan?! Aku kan kekasihmu!" aku menepis tangannya dari pipiku.

"Kau kenapa, sih? Kau terlalu berlebihan, Kendall!"

"Oh! Begitu katamu? Oke, dan jangan temui aku lagi!"

Aku membalikkan badan, berjalan dengan secepat mungkin karena aku sudah tidak mood lagi.

Beberapa kali Sean meneriakkan namaku, tapi aku tidak peduli. Aku tetap berjalan hingga pergi menjauh darinya, aku tidak akan bertemu dengannya untuk sementara waktu. Keputusanku sudah bulat.

Langkah kakiku berhenti ketika sampai tepat di depan mobil, aku pun membukakan pintu mobil dan merangkak masuk dengan tampang yang kusut.

"Nona, ada apa denganmu? Apakah terjadi sesuatu?" suara Harry terdengar panik namun tatapan matanya dingin sama seperti biasanya.

"Tidak usah banyak tanya!" bentakku.

"Baik, dan aku hanya ingin mengingatkanmu, Nona, kalau hari ini kau ada kuliah sampai jam 3 sore, dan sekarang waktunya masuk kelas."

"Aku tidak peduli!" bentakku padanya sekali lagi, dan aku pun langsung membuka tasku, mengambil ponselku. Aku melirik sang supir mobil yang berambut keemasan-aku tahu warnanya pirang-tapi lebih cocok disebut keemasan, entah kenapa. "Mr. Damanik, tolong pergi sejauh mungkin dari area kampus." Perintahku.

"Baik, Nona."

Jari tanganku mulai mengetikkan nomor ponsel Mia, aku juga tidak tahu mengapa aku bisa kepikiran untuk menelponnya. Mungkin setelah ini aku akan menceritakan semuanya pada Mia.

"Halo, Mia Maksimov sedang sibuk. Ada yang ingin disampaikan?" Lagi-lagi tersambung ke mailbox.

"Mr. Damanik, tolong antarkan aku ke kafeteria di 1055 Thomas Jefferson St Nw, ya." Perintahku padanya.

Selama di perjalanan, aku terus melihat layar ponselku. Tidak ada pesan apapun, atau panggilan masuk dari Sean. Kali ini dia sudah kelewat menyebalkan.

The BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang