Chapter 3

1.8K 204 23
                                    




Kepalaku sedikit pusing, bahkan untuk berjalan saja rasanya seperti ingin tumbang. Tangan kiriku menyentuh kepalaku, berusaha menahan rasa pusing yang tak kunjung hilang. Padahal tadi aku hanya minum sedikit.

Harry berdeham, membuatku berhenti di anak tangga ketiga. "Nona, apa perlu aku antar hingga ke kamarmu?"

"Tidak perlu."

"Tapi, kulihat kau memegangi kepalamu sedari tadi, dan keadaanmu tidak dalam kondisi yang baik-baik saja, Nona. Kau yakin tidak ingin di antar?"

"Tidak perlu."

Saat kaki kananku menginjak anak tangga keempat, suara ayah yang khas dan berat membuatku menoleh lagi. Dia muncul bersama ibu, yang habis keluar dari ruang kerja.

"Kendall."

"Ada apa, ayah?"

Aku menurunkan tangan kiriku dari kepalaku, dan dengan terpaksa aku menaikkan bibirku untuk memberi seulas senyuman. Hanya untuk mengalihkan perhatian, agar aku tidak terlihat seperti orang mabuk.

"Begini, aku akan pergi ke Russia bersama
ibumu selama beberapa hari untuk urusan pekerjaan. Jadi, selama kami tidak ada di rumah, tolong jangan berbuat macam-macam."

Aku melirik Harry, dari wajahnya tampak sekali dia gelisah dan bingung, dan aku baru ingat bahwa dia berbohong pada ayah mengenaiku tentang tadi, "Ya." Jawabku.

"Harry, jangan lupa untuk mengawasi dan menjaga Kendall dengan baik, ya. Kami mempercayaimu." Kata ayah.

"Ya, aku akan selalu menjaga Nona dengan baik, Tuan Presiden."

***

Ketika mobilku sudah sampai-eh, ralat-tepatnya mobil ayahku, karena ini mobil miliknya. Dengan gerakan yang terburu-buru, aku langsung membuka pintu mobil dan merangkak turun, tidak menutupnya lagi.

"Nona-" aku memotong ucapannya dengan cepat sebelum Harry melanjutkan pertanyaannya yang sudah bisa kutebak apa yang akan ia tanyakan.

"Tunggu saja di mobil, aku akan segera kembali, tidak lama, kok." Kataku dengan suara yang sedikit kencang.

Kemudian aku pun berjalan memasuki gedung fakultas, aku tahu hari ini ada mata kuliah siang. Tapi, tujuanku kesini bukan untuk itu. Aku sudah berencana untuk membolos, namun ada satu hal yang membuatku kesini. Aku harus menyelesaikan urusanku dengan Sean.

Aku terus berjalan hingga tiba di sebuah ruangan-dulunya adalah gudang yang tidak terpakai. Lalu, sekarang sudah diubah menjadi sebuah markas-tempat Sean dan teman satu kelompoknya berkumpul. Kubuka pintu kayu berwarna coklat itu, lalu perlahan aku pun memasukinya.

Setelah kulihat nyatanya tidak ada Sean disitu, hanya ada Matt dan George. Si kembar pemalas yang menjalani hidupnya hanya dengan makan dan tidur. Dan, lihat saat aku memasuki markas ini. Betapa kaget dan bingungnya mereka, mulutnya menganga dan matanya melongo melihatku. Seperti orang tolol.

"Dimana Sean?" tanyaku pada mereka dengan tatapan tajam.

"Tadi dia pergi ke taman dekat perpustakaan kampus-bersama Isabelle." Jawab George takut-takut.

"What?!" pekikku.

Matt menatapku dengan tatapan ngeri, tangan kirinya menjewer telinga George seolah dia berbuat nakal.

"Sudah kubilang untuk jangan memberitahunya." Bisiknya di telinga George, lalu dia menunduk memanyunkan bibirnya seperti anak kecil yang takut dimarahi jika berbuat nakal.

Aku pun berbalik dan berjalan secepat mungkin, berharap Sean masih ada disana. Jika dia hanya selembar kertas, pasti sudah kuremas dan kubuang ke tempat sampah.

The BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang