45: The Rebirth of Sanctuary

Beginne am Anfang
                                    

Ayumi menarik napas dalam-dalam dan memutar kenop pintu dengan hati-hati.

***

“Hmm...?” Sakura membalas panggilan tersebut. Ia sudah menghela napas berulang kali agar suaranya terdengar tenang. Cambuknya kembali dikalungkan ke sekeliling leher—leher yang masih sakit dan seolah akan patah karena cekikan Ælfric—dan air mata yang sebelumnya tertahan di sudut kelopak matanya sudah lenyap. Sakura bahkan tidak menyadari bahwa sedari tadi ia menahan tangis. Mungkin karena cekikan itu terlalu keras, atau karena Paschalis meninggal dengan sadis? Entahlah. Yang jelas, sekarang ia berjalan ke arah koridor yang masih gelap tersebut; cahaya dari sisi koridor yang terang menerangi tempat itu sedikit, tetapi masih terlalu gelap untuk melihat isinya dengan jelas. Di situlah tempat Ælfric bersembunyi sedari tadi. Sakura melangkahi mayat Ælfric yang tergeletak di lantai, mendecih pelan. Pria itu tidak butuh penghormatan apapun. Ia berbalik lagi ke arah mayat itu, berencana menyingkirkannya ke sudut koridor atau apalah. Namun mayat itu sudah tidak ada.

Sakura mengerjap-ngerjap, bingung. Aneh.

Diulurkannya tangannya, berusaha mencari-cari saklar lampu tanpa harus melihatnya. Begitu menemukannya, gadis itu langsung menekannya, dan seluruh koridor menjadi gelap. Sakura buru-buru menekan saklar itu lagi dan meraba-raba dinding sampai menemukan saklar lain di sebelah kiri saklar sebelumnya, kemudian menekannya. Bagian koridor yang gelap gulita pun terang benderang, cahayanya yang kuning temaram membuat Sakura mengerjap-ngerjap sesaat. Ia membelalakkan mata begitu melihat apa yang tersimpan di sana.

Setumpukan boneka. Ya, boneka-boneka seukuran elf yang kebanyakan masih belum jadi. Wajah mereka diukir secara realistis dan menampilkan ekspresi kosong. Mulut-mulut mereka menganga, memperlihatkan celah gelap di antara rahang dan gigi-gigi palsu mereka. Boneka-boneka itu terlihat seperti berteriak minta tolong. Ia teringat perkataan Paschalis sebelumnya. “Terkadang dia membuat boneka-boneka baru.” Kemarahannya memuncak lagi.

Si bajingan itu mengubah para elf menjadi boneka di sini. Bagaimana caranya? Mungkin membunuh mereka, merebut jiwanya dan memasukkannya ke dalam boneka. Bayangkan betapa kurang ajarnya dia.

Sakura menggeleng keras-keras. Tidak, sisi gelap itu tidak boleh datang lagi. Sehari pun cukup. Dan mungkin ia harus menghitung berapa kali ia menyebut kata “bajingan”, baik dalam hati maupun lisan. Ochiru tidak akan senang mendengarnya.

Paschalis. Paschalis....

Ada jasad Paschalis di sana, tepat di depan kaki Sakura. Tubuhnya kaku dan tidak melakukan perlawanan ketika Sakura berlutut di sebelahnya dan memegang bahunya. Elf itu sudah menjelaskannya banyak hal tentang Synthetic Elf, mengabdikan hidupnya untuk para pengendali angin, termasuk Sakura, bahkan sampai akhir hayatnya. Sekarang pria itu ada di hadapannya, tanpa napas dan meninggal dalam cara yang mengenaskan. Terdapat luka menganga berwarna merah gelap di perutnya. Kulitnya robek dan pakaian lusuhnya tercabik-cabik. Beberapa carik daging terkelupas dari perut Paschalis. Luka itu fatal—menembus lambung Paschalis dan meledakkannya, menumpahkan isi lambungnya keluar. Sakura menutup luka tersebut dengan sobekan pakaian Paschalis, mengalihkan perhatiannya pada wajah pria itu dan trenyuh. Hatinya remuk-redam. Pria itu meninggal dengan mata tertutup. Bibirnya terkatup hingga tinggal segaris, dan sekilas—hanya sekilas—Sakura melihat bibir Paschalis tersenyum.

Tidak banyak makhluk yang meninggal dengan mata tertutup....

“Sakura?”

Seseorang memanggilnya. “Hmm? Kenapa?”

“Ya ampun—kukira kau pingsan atau apa.”

Sakura kenal suara itu. Higina. Sang gadis angin berbalik, mengira bahwa suara-suara itu hanya halusinasinya, tetapi dugaannya salah. Sang gadis kehidupan sudah berada tepat di belakangnya. Rambut hitam kebiruannya yang disanggul jauh lebih berantakan dari sebelumnya; sanggulnya miring ke satu sisi, berhelai-helai rambut jatuh menutupi telinga dan poninya yang biasanya tertata rapi kini disibakkan ke balik telinga. Di belakang Higina, terdapat kelima temannya yang lain. Tabitha, Ayumi, Genma, Rira, dan Pangeran Takumi. Pakaian mereka kusut dan wajah mereka penuh keringat.

ElementbenderWo Geschichten leben. Entdecke jetzt