Betapa luar biasanya kebaikan Allah pada manusia-manusia congkak yang enggan menyembah-Nya. Mereka tetap diberikan rezeki dari langit dan bumi, mereka masih diberikan udara dengan cuma-cuma, bahkan mereka masih bisa melihat alam ciptaan Allah yang luar biasa tiap harinya.

"Kamu berdoa, tidur duduk, atau melamun, Daf? Hati-hati kesambet lho! Jangan dikira di masjid gak ada jin nya," ledek kak Pasha.

Aku mendongak sambil pasang tampang polos sesaat.

"Nah, doanya gak khusyu' lagi kan, kak," ucapku pura-pura protes. Kak Pasha menanggapinya dengan kekehan khasnya.

"Doanya panjang benerr dah. Rapat udah mau mulai lho. Kamu mau ikutan baca doa pembuka majelis atau lanjutin doa khusyu' disini?"

"Yah, terlanjur buyar...." ucapku, seraya bangkit dan mendahului kak Pasha berjalan ke pondok.

***

Rapat selesai sekitar pukul 21.00.

Karena tidak semua peserta rapat merupakan penghuni pondok, maka beberapa ikhwan yang tidak punya kendaraan pribadi harus diantar pulang. Kayak koko Brian misalnya. Si Chinese tapi benci komunis, salah seorang penguat barisan pejuang Lembaga Dakwah kami di kampus.

Mobilnya masih di bengkel , dan besok ia kuliah pagi. Jadi aku terpaksa_eh, sukarela_mengantarnya pulang.

Setelah mengantar koko pulang, aku segera menyalakan motor matic milik Raihan. Aku tidak punya motor. Kendaraanku satu-satunya cuma sepeda butut yang kubeli setelah menawar habis-habisan di toko penjual barang-barang antik.

Setelah melewati jembatan, aku melihat ada seorang perempuan dengan pakaian kekurangan bahan yang memanjat jembatan.

Tanpa berfikir panjang, aku segera turun dari motor dan menarik tangannya untuk turun.

"Astaghfirullah... jangan bunuh diri, mbak. Dosa."

Perempuan itu menatapku dengan kening mengerut, beberapa saat. Rambut hitamnya yang tergerai melambai-lambai tertiup angin.

"Apa urusan mas sih? Mau saya bunuh diri kek, mau apa kek, bukan mas juga kok yang nanggung," ucap perempuan itu dengan nada sarkastik.

"Bunuh diri adalah dosa besar, mbak. Sebuah kemaksiatan. Rasulullah bersabda: 'Jika kalian melihat kemaksiatan, maka cegahlah dengan tangan kalian, jika tidak mampu maka cegahlah dengan lisan kalian, jika tidak mampu juga maka cegahkah dengan hati kalian. Tapi itulah selemah-lemahnya iman.' Karena saya melihat mbak mau bunuh diri, makanya saya cegah. Saya takut, saya akan mempertanggung jawabkan kecuekan saya kalau saya membiarkan mbak bunuh diri."

Perempuan di depanku mendengus.

"Menikah sama saya," ucapnya tanpa sedikitpun rasa ragu.

"Apa?"

"Menikah sama saya," ucapnya lagi. "Kalau tidak, saya akan loncat."

Aku cengo. Apa perempuan yang berdiri di depanku ini benar-benar manusia? Mungkinkah, ia mahluk halus yang ingin menggangguku? Sepertinya aku harus pulang ke pondok untuk meruqiyah diri sendiri.

"Kalau kamu tidak menjawab ia, saya akan melompat," ia mengancam sekali lagi.

"Akan saya jawab, asalkan kamu mengucapkan kalimat syahadat," tegasku.

"Meskipun saya tidak berhijab, tapi saya muslim, mas."

"Kalau kamu benar-benar muslim, ucapkan syahadat."

Perempuan itu menghela, "Asyhadu an laa ilaaha illa llah. Wa asyhadu anna muhammadur rasuulullah."

"Alhamdulillah," ucapku lirilih. Aku pikir dia jin penunggu jembatan yang suka mengganggu orang-orang yang lewat. Astagfirullah, suudzon lagi kan aku..

Syukurlah, ternyata ia benar-benar manusia. Karena mau mengucapkan syahadat, berarti ia bukan jin kafir yang suka mengganggu manusia. Dan tidak mungkin pula jin muslim, karena jin muslim tidak akan mau mengganggu manusia, mereka adalah mahluk-mahluk beriman yang taat pada Allah SWT.

"Kamu bisa kan datang ke rumah untuk melamar saya, besok?" tanya perempuan itu.

Aku diam.

"Kamu sudah janji pada saya."

"In sya Allah," ucapku dengan suara bergetar. "Tapi, saya tidak tahu rumah kamu."

Perempuan itu mengambil sebuah smartphone dari sakunya.

"Berapa nomor kamu?" tanyanya. Aku mulai menyebutkan nomor hpku. Ia tampak sibuk menekan layar smartphone-nya.

Beberapa detik kemudian, hp ku berdering.

"Assalamu alaikum. Perkenalkan, nama saya Princessa Arabella. Kamu bisa panggil saya Bels."

Aku mengangkat wajahku, dan menemukan perempuan itu tersenyum manis.

"Nama saya, Daffa," ucapku sambil menangkupkan tangan dan merapatkannya ke dada. Ia mengangguk. Dan melangkah meniti jembatan setelah mengucapkan salam.

Di seberang jembatan terparkir sebuah mobil lamborghini berwarna merah. Ia masuk ke dalam mobil tersebut, dan membawanya pergi.

Hpku berdering lagi.

One message.

"Saya rasa kamu pasti tahu, salah satu tanda orang munafik ada tiga. Salah satunya, jika berjanji ia ingkar. Saya yakin, kamu tidak termasuk dalam golongan itu. Saya tunggu kamu, besok. Ini alamat rumah saya

****************

Bels."

Not Cinderella's WeddingWhere stories live. Discover now