TUJUH (ENDING)

11.2K 378 6
                                    

Walaupun ngerasa belum baikan, aku terpaksa masuk ke sekolah. Habisnya hari ini ada foto ijazah gitu, dan nggak mungkin aku gak dateng. Dan waktu bel pulang berbunyi, aku langsung berjalan pulang diapit Mita dan Fara. Ketika melewati lapangan, kulihat Alan sedang bermain basket sendirian. Jantungku langsung mulai berulah, hffttt..

Fara menyodok rusukku pelan, aku menoleh padanya. "Alan ngeliat ke arah elo, Al." Ha? Aku melirik sedikit ke arah lapangan, dan melihat Alan sedang mendrible bola sambil berjalan ke arah kami. Mita dan Fara otomatis berhenti, membuatku ikut berhenti.

"Dia kesini, dia kesini!" Mita memberitahu dengan heboh, kemudian dia berjalan ke sisi Fara. Membuatku menjadi di pinggir. Alan sampai di sebelahku.

"Elo udah nggak apa-apa?" Dia bertanya sambil mengamati wajahku, aku menunduk karna nggak biasa diliatin begitu.

"Gue nggak apa-apa kok" Gumamku pelan.

"Muka lo masih pucet, Al." Itu pernyataan, bukan pertanyaan. Jadi aku cuma diem aja, nggak menjawab.

Mita berdeham pelan, "Kayaknya kami nunggu di luar aja deh ya, kalian ngobrol aja berdua." Gumamnya sambil mengedipkan satu mata pada Alan. Aku menatapnya heran.

"Iya. Selesain apa yang belum diselesein, kami tunggu didepan. Dadah" Fara menarik Mita, meninggalkan aku dan Alan berdua.

Alan menarik tanganku, membuatku mendongak kaget padanya. Ternyata dia membawaku ke pinggir lapangan, di tempat duduk disitu. Akhirnya kami berdua duduk disitu dalam diam. Alan seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu. Sedangkan aku sih emang nggak mau ngomong._.

"Em, Al?" Aku menoleh padanya dengan wajah bertanya. "Gue mau ngomong sesuatu. Nyatain sesuatu."

"Apa?" Tanyaku singkat.

Alan menelan ludah dengan susah payah, "Sebenernya gue.. elo.. dari SMP.. " Alan bergumam tidak jelas.

"Apaan sih, Lan?"

Alan menarik nafas panjang, "Sebenernya gue suka sama elo, Al. Semenjak SMP"

"A-apa?" Oke, kenapa jantungku tiba-tiba berdetak kencang banget? Kenapa perasaanku seakan melambung tinggi, dan kenapa bibirku nggak bisa berhenti senyum? Oh my, jadi Alan juga suka sama aku?

"Bukan..Bukan suka" Alan menggeleng-geleng, membuatku hampir jatuh kembali ke kehidupan nyata. " Gue cinta sama elo, Al" lanjutnya sambil menatapku.

Aku menatapnya dengan malu, "Terus Dian?"

"Sebenernya gue nggak jadian beneran sama dia, jadi Dian cuma bantuin gue buat bikin elo jealous." Aku menatap Alan dengan kesal, jadi dia sengaja bikin aku cemburu?! "Dan kayaknya berhasil banget yaa." Alan tersenyum geli, membuat pipiku terasa panas. Aku mengalihkan tatapan dengan malu.

"Yah lumayan sih" Sahutku cuek.

"Al" Aku menoleh padanya, dia sedang tersenyum menatapku. "Gue cinta sama elo, dan gue tau elo juga cinta sama gue. Jadi nggak ada yang perlu dijelasin lagi kan?"

"Maksudnya?" Kayaknya ini nggak akan jadi se-romantis yang aku pikirin deh.

"Ya kita pacaran!" Jawab Alan enteng. Aku melotot padanya.

"Pacaran apaan? Gue belum nerima elo jadi cowok gue kok!" Aku menyahut cepat

"Tapi elo kan cinta sama gue!"

"Ya terus kenapa? Pernah denger cinta nggak harus memiliki?" Aku menjawab dengan nyolot, geli banget ngeliat muka Alan yang cemberut.

"Kalau bisa memiliki, kenapa harus nggak memiliki? Gue serius nih"

"Emangnya gue nggak serius? Please deh" Kataku sambil berdiri, "ya udah deh ya, udah siang juga. Gue balik ya" Aku berkata sambil berbalik. Sebenernya aku cuma menggoda Alan aja sih, sekalian mau liat dia nembak aku gitu.

Alan menarik tanganku dengan keras, kemudian menjatuhkanku kepelukannya. "Al, gue cinta sama elo. Dan gue berharap, elo ngebolehin gue buat jadi pacar elo."

"Elo nembak gue?"

"Yeah" jawabnya dengan wajah percaya diri.

"Oh gitu."

"Kok cuman 'oh'?!" Dia terlihat tidak puas.

"Lha terus?"

"Jawab kek, tapi harus jawab 'iya'!" Katanya tegas. Aku tertawa dalam hati.

"Kok gitu?"

"Gue nggak suka ditolak!"

"Tapi gue suka nolak tuh,"

"Yeah whatever, gue yakin elo nerima gue kok."

"Terlalu optimis"

"Biarin! Jadi gimana?"

"Apanya?"

"Jawabannya lah"

"Nggak boleh nolak kan? Yaudah." Kataku pura-pura terpaksa, dia tersenyum.

"Jadi gue boleh jadi cowok lo?"

"Em yah terpaksa deh." Jawabku enteng.

"Berarti kamu sekarang cewek aku!" Pernyataan dari dia, membuatku geli banget.

"Yah sayangnya iya." Jawabku lagi, dia menatapku dengan gemas.

"Kamu nih, dasar:p" Dia menarik hidungku sambil menjulurkan lidah jail. Kemudian dia berlari ke tengah lapangan.

"ALAN!! Jangan narik-narik hidungku dong!" Aku mengejarnya dengan sebal. Dia berlari sambil tertawa-tawa. Hmm, sebenernya aku belum bisa bilang kalau kami bakalan bahagia selama-lamanya. Tapi buat saat ini, aku percaya kami bakalan happy ending nantinya. Karna aku cinta dia, dan dia cinta padaku. Selesai:)

--- The End ---

Sahabat, aku cinta.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang