Sebelum hari ini, aku tidak pernah mau peduli pada mahasiswa- mahasiswa kurang kerjaan yang demo menuntut macam-macam. Buatku, sudah nasib mereka aja yang miskin. Terima nasib apa susahnya sih? Mending kuliah yang bener deh, trus loe yang jadi pemerintahnya dan buat aturan semau loe.

Aku menghela ketika suara laki-laki itu hilang dari tangkapan indera pendengaranku.

Seumur hidup, aku belum pernah melihat mahasiswa demo secara langsung. Biasanya, aku hanya menyaksikan di TV. Dan menurutku, mahasiswa yang melakukan aksi seperti itu hanyalah orang-orang yang punya impian untuk tenar, tapi tidak kesampaian. Jadi mereka selalu mencari cara agar eksis. Salah satunya adalah berdemo agar masuk TV.

Kalaupun aksi konyol mereka yang teriak-teriak seperti orang kesurupan itu benar-benar didedikasikan untuk rakyat, memangnya pemerintah akan mendengarkan dan melaksanakan tuntutan mereka? Tidak kan? Jadi apa yang dipikirkan oleh mereka? Bukannya mereka terlalu pintar untuk bertindak bodoh seperti itu?

Tapi, entah kenapa, tiba-tiba saja aku membuat kesimpulan baru hari ini. Mahasiswa tidak bisa menjadi pihak yang terus disalahkan ketika melalukan aksi damai. Tapi mungkin saja, pemerintah yang sudah tuli membuat mahasiswa ingin mengorek telinga mereka.

***
At home..

Aku duduk malas-malasan di ruang tengah sambil mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan One Direction lewat headset yang disambungkan ke hp. Sementara tanganku menekan-nekan tombol remote, gonta-ganti channel tv. Tidak ada yang seru. Membosankan!!!

"Cinderbella!!!"

Aku tersentak ketika wajah kak Rio tiba-tiba muncul di hadapanku. Meskipun ganteng, tapi, dengan muncul tiba-tiba begitu, tetap saja bisa membuat aku terkena serangan jantung.

Tangan kak Rio bergerak memberi isyarat agar aku melepas headsetku.

"Kak Rio apaan sih?" protesku sambil melepaskan headset dari telingaku, plus bersungut-sungut jengkel. Ia berkacak pinggang dengan kening mengerut.

"Cinderbella, dari tadi kakak teriak-teriak manggil kamu. Ternyata pake headset," ucap kak Rio jengkel.

Aku membuang muka dan mengarahkan pandanganku ke arah tv yang menayangkan serial film kartun yang sebenarnya tidak terlalu aku sukai.

"Namaku Arabella, kak Orioooo. Bukan Cinderbella," aku protes. Kak Rio memang suka mengejekku dengan nama itu. Cinderbella, yang sebenarnya merupakan plesetan dari Cinderella. Salah satu tokoh dalam dunia princess yang awalnya jadi pembantu di rumah sendiri karena ibu dan kedua kakak tirinya yang jahat. Hingga suatu saat, ia menemukan pangerannya dan hidup bahagia, selamanya. Aku ulangi, selamanya.

Seperti aku, yang selalu "merasa" ditindas oleh kak Rio di rumah ini. Aku berharap ada pangeran berkuda putih, eh bermobil putih yang datang menyelamatkanku dan membawaku ke istananya. Hahaahh...

"Jutek banget sih? Kakak udah gondok manggil kamu dari tadi," ucap kak Rio sambil mencolek pipiku.

"Siapa suruh manggiil?"

"Mama sama papa yang nyuruh. Buruan gih, ke ruang keluarga!"

Aku mengganti chanel tv. "Jangan suka nipu!!!"

"Serius... Cepetan, elah."

Aku bangkit dari dudukku, lalu melangkah meninggalkan kak Rio yang mengambil alih kegiatanku mengganti-ganti channel tv.

Papa dan mama sudah duduk dengan tenang di ruang keluarga. Mama sedang menghiasi kukunya dengan kuteks, sedangkan papa mengetik sesuatu di laptop.

"Pa, ma..." aku mulai merajuk, membuat papa tersenyum geli.

"Duduk, sayang," ucap mama dengan lipstik merah menyalanya.

"Aku dipanggil, ya?" tanyaku sambil duduk di sebelah papa.

"Bels, kamu kan sudah besar....." papa memulai pembicaraan.

"Sudah pantas jadi seorang isteri..."

Duarrt!!!!

Kalau jantung seperti balon yang bisa meledak, mungkin aku sudah tidak punya jantung sekarang.

"Maksud papa?"

"Papa mau jodohin kamu sama putera temannya. Ganteng lho, Bels. Masa depannya cerah, lagi," ucap mama.

"Tapi, Bels sudah punya calon sendiri," ucapku tanpa berfikir. Ah, aku tidak tahu, mengapa dari sekian banyak kata yang ada di dunia ini, harus ke enam kata itu yang aku ucapkan??

"Mama gak yau kalau kamu punya pacar," ucap mama curiga.

"Em..emang gak pacaran. Dia langsung ngajakin nikah. Gentle kan ma, pa..." ucapku.

"Kamu harus liat bibit bebet bobotnya," ucap mama.

"Iya, bobotnya harus ideal. Kalau perlu, gemuk. Karena papa yakin, setelah dia menikah sama kamu, berat badannya akan turun drastis," sempat-sempatnya papa bercanda.

"Jangan sembarangan milih calon suami, Bels. Kalian gak mau hidup bareng sehari-dua hari. Tapi seumur hidup. Mama gak mau kalau kamu hidup melarat."

"Maaa..." aku merajuk lagi. "Aku sudah menerima lamaran dia. Aku gak bisa tarik kata-kataku," ucapku yang sukses membuat mama kaget. Saking kagetnya, kuteksnya belepotan.

"Ya ampunnn..." ucap mama greget campur frustasi.

"Kamu suka sama dia, nak?" tanya papa serius. Syukurlah, aku masih punya papa yang bijak.

Aku mengangguk. Ya ampunnnn... Suka sama siapa? Aku cuma bohoooooong.. Maaf, ma, pa.. Bels bohong.

"Kamu serius suka?" papa bertanya sekali lagi.

"Iya. Bels suka. Bels mau dia," ucapku. "Bels suka sama si cowok toa. Bels mau dia. Bels mau dia, Tuhaaan... Kalau dia jadi suami Bels, Bels akan jadi isteri yang paling manis sedunia," lanjutku, tapi dalam hati.

"Ya sudah. Suruh dia datang melamar kamu. Suruh minta kamu baik-baik sama papa," ucap papa. Sedangkan mama hanya mendengus.

°
Aku misuh-misuh di kamar. Sepertinya, takdir mempermainkanku.

Aku, Princessa Arabella, umur 19 tahun. Dan belum pernah naksir sama cowok. Sedikitpun. Bahkan, tergila-gila sama artis pun tidak pernah.

Tapi, ketika aku mulai merasa "bahwa aku suka seseorang" yang semoga saja ia nyata, aku malah mau dijodohkan. Lalu, bagaimana caraku menemukan cowok toa' itu??? Harus aku cari dimana? Bels cuma mau dia Tuhan... Bels mau dia..





Not Cinderella's WeddingWhere stories live. Discover now