EIGHTEEN

13 1 0
                                    

"Kau ke rumahnya?" Beth terpana. "Baru beberapa lama pacaran dan sudah lamaran? Astaga, nekat sekali!"

"Aku tidak berkata apapun tentang lamaran! Jangan-jangan kamu yang mau lamaran!" Balas Euphy memerah. "Aku bahkan tidak tahu apa alasannya mengajakku."

Beth tertawa. "Ya apapun alasannya, kau harus memperhatikan pakaianmu nanti."

"Oh tidak, terlalu merepotkan." Ujar Euphy sambil menggeleng.

"Tenang saja. Kau tinggal pakai. Aku yang pilihkan." Sahut Beth.

Wajah Euphy tambah masam. Aku malah makin khawatir kalau kau yang memilih.

"Besok pagi-pagi aku datang memilihkanmu baju, fix." Beth mengangguk-angguk tanpa mempedulikan ekspresi Euphy yang sudah membayangkan bagaimana pakaian yang dipilihkannya.

* * *

"Wah, Beth berlebihan. Mama dan Lin tidak memperhatikan fashion sama sekali." Ujar Nova. Hari itu mereka pulang bersama dan mampir di sebuah kafe.

"Lin?"

"Lindsay Spark, 18 tahun, kakakku." Jelas Nova.

"Lindsay? Lindsay Spark yang jenius itu? Kakakmu? Tidak mirip sama sekali!" Seru Euphy terkejut.

"Sudah kuduga kau akan berkata begitu." Balas Nova. "Walau ia terkenal jenius, ia juga punya kelemahan, kau tahu? Dan aku tahu banyak."

Euphy hanya tertawa. Tentu saja tiap orang punya kelemahan, ia paham betul itu. "Hei, beri tahu aku alasanmu mengajakku ke rumahmu."

"Tidak ada alasan khusus kok." Sahut Nova.

"Hanya untuk main? Tidak mungkin." Tukas Euphy. "Ada apa sih?"

"100% tidak ada alasan tersembunyi. Aku kan sudah pernah ke rumahmu. Kupikir kamu juga kuajak ke rumahku, biar adil." Sahut Nova.

Euphy menatap Nova dengan ragu. "Oh."

Nova menelan ludah. "Lagipula kau sudah berjanji akan memenuhi permintaanku."

"Fine, aku mengerti." Namun di pikirannya masih bermunculan kemungkinan alasan-alasan, entah yang masuk akal dan yang tidak.

* * *

"Euphy! Beth datang!" Seru Tyler.

Mata Euphy yang terbuka tak sampai setengah itu melirik ke jam dinding. Sambil menggerutu ia bangun. Ini baru jam enam pagi, demi Tuhan!

"Pagi! Ayo kita mulai!" Sapa Beth begitu pintu dibukakan. "Astaga, kenapa kamarmu seperti baru dilanda badai begini?"

"Itu bukan hal baru." Tukas Euphy yang langsung melemparkan diri ke ranjang. "Pilih saja sesukamu, bangunkan aku kalau kau sudah selesai."

Beth menggeleng menatap sahabatnya itu. Tapi ia tak mencoba membangunkan Euphy, ia tahu si jenius ini sama sekali bukan orang pagi.

Dua jam kemudian, Euphy yang sudah dibangunkan dengan susah payah, telah siap di kamarnya dengan rambut tersisir rapi.

"Aku bahkan lupa aku pernah punya baju seperti ini." Ucapnya ketika melihat sebuah one-piece tergantung di depan lemarinya.

Our Hearts' ResonanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang