BAB XIV TIME FOR REVANGE

8K 718 27
                                    

Bapak dan Ibu nunggu kalian datang hari ini, jam berapapun sesempat kalian

Pesan singkat mertuanya hanya sependek itu, tetapi Niken sudah mulai mengerti apa yang terjadi nanti. Dengan menyebut kata kalian, dia sudah menebak bahwa Heri pun juga diperintahkan untuk datang.

"Pergilah, biar kuantar dan nanti kujemput kalau sudah selesai," dorong Malika yang semalam tadi menginap di rumahnya. Setelah melihat amarah laki-laki yang sudah dia nikahi lima belas tahun itu, jelas Niken tidak merasa dirinya aman sendirian di rumah. Karena itu Malika meminta ijin suaminya untuk bisa menginap menemaninya di sini. Untunglah anak-anak semalam menginap di rumah kakek dan neneknya. Tidak terbayang jika semalam mereka ada di sini.

"Aku tidak mau mas Heri marah-marah lagi dan bikin drama di sana," cetus Niken galau.

"Heri tidak akan berbuat kurang ajar terhadap orang tuanya, terutama kepada ibunya. Bukankah dia selalu bersikap baik kepada ibunya?" tanya Malika menegaskan, mengingat sifat Heri yang baik bertahun-tahun lampau.

Niken mendesah. "Kamu tidak akan menyangka perubahan sikapnya belakangan ini."

"Kenapa? Dia mulai kurang ajar juga sama orang tuanya?" tanya Malika ingin tahu, tatapan matanya penuh selidik kepada Niken.

Niken mengangkat bahu. "Aku siap-siap dulu, mungkin memang harus segera diselesaikan, aku capek kalau terus-terusan seperti ini," lanjutnya sambil berdiri dan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Mandi dan bersiap-siap untuk ke rumah mertuanya, itu rencananya pagi ini.

Malika mendesah, menatap punggung sahabatnya yang kemudian tertelan pintu kamar. Dia pun segera berdiri dan masuk ke kamar tamu. Mandi dan bersiap pergi.

Dan kemudian di sinilah Niken satu jam kemudian, berdiri di depan pagar rumah mertuanya. Debu yang mengiringi kepergian Malika dengan mobilnya masih tersisa. Pintu pagar sudah terbuka, mobil milik Heri pun sudah terparkir rapi di depan rumah. Tetapi suasana rumah tampak lengang, padahal ada kedua anak Niken di sana.

Setelah menghela napas panjang dan menata hatinya, Niken masuk ke halaman rumah sambil mengucapkan salam.

"Niken! Masuk, Nak!" Ibu Pranoto, mertuanya, segera keluar menyambutnya. Kemudian mendadak memeluknya erat.

"Maafkan Ibu, Maafkan ibumu ini yang tidak bisa membuat suamimu menjadi setia kepadamu dan anak-anak," lirih ibu mertuanya berucap, isaknya ada di sela-sela ucapan maaf itu.

Niken tertegun mendengarnya, kemudian dengan lembut mengelus punggung ibu mertuanya. Dia terkejut mendengarnya, karena dia merasakan ucapan itu bentuk dari ketidakberdayaan.

"Bu, ajak Niken masuk. Jangan di luar, malu dilihat orang," tegur Pak Pranoto yang sudah berdiri di depan pintu ruang tamu.

Ibu mertuanya seperti tergugu, kemudian melepaskan pelukannya dari Niken. "Masuk, Ken," ajaknya sambil menggenggam jemari menantunya dengan erat.

Kemudian Niken mencium tangan ibu mertuanya dan menuntunnya masuk ke dalam rumah. Di depan rumah dia berhenti dan melakukan hal yang sama kepada bapak mertuanya.

"Sehat, Pak?" tanya Niken basa-basi. Sejujurnya dia tidak enak hati karena sejak pernikahan Heri dengan Iva, dia tidak pernah lagi menengok mertuanya. Selain karena dia tidak ingin terluka dengan berkunjung ke rumah ini, dia juga mulai disibukkan dengan segala pesanan kue buatannya.

"Alhamdulillah selalu sehat," jawab bapak mertuanya, senyum letih terukir di sana.

Niken melirik ke dalam ruang tamu. Ada Heri dan istri mudanya yang duduk berdempetan di sofa panjang ruangan tersebut. Wajah mereka yang sepertinya tenang, tidak bisa menutupi gejolak kecemasan keduanya.

Revenge Of LoveWhere stories live. Discover now