PLAK!

"Pria bodoh!" Desis Stevi, tangannya bergetar akibat tamparan yang ia layangkan sendiri.

"Iya aku bodoh, bodoh untuk mengetahui semuanya. Bodoh karena terlambat untuk memilikimu." Balas Nata, rahangnya mengeras. Emosi dan kekecewaan muncul dari manik matanya. Satu tetes air mata keluar dari mata tajamnya.

"Aku harus apa? Aku harus apa untuk keterlambatanmu ini?" Tanya Stevi, dia kembali membuang mukanya. Memejamkan mata untuk menahan air mata yang terus mengalir.

Dengan tanpa ada rasa malu akibat di tonton beratus orang, Nata menangkup kedua wajah Stevi. Dihadapkan untuk memandang wajahnya.

"Menikah dengan ku." Ucap Nata dengan nada pasti. Tatapan matanya selalu tertuju pada kedua bola mata gadis itu.

Stevi meronta, merasa risih karena perlakuan Nata di depan koleganya dan kolega Kevin. Dia melepas tangan Nata yang hinggap di wajahnya lalu berlari kearah Fani-mamanya-.

Nata berjalan santai dengan hati yang terus bergemuruh, menghampiri ibu dan anak itu. Beratus pasang mata menatap pergerakannya.

"Izinkan aku untuk menikahi Via. Beri aku restu." Nata berkata sambil bersimpuh di hadapan mereka.

Fani mengangkat kedua lengan Nata supaya pria itu berdiri didepannya, "apa kamu yakin?"

"Dengan teramat sangat yakin." Jawab Nata sangat pasti.

Kemudian Fani kembali berbicara dengan putrinya
"Bagaimana dengan kamu?"

Stevi menatap lekat manik mata Nata. "Aku mencintainya, Ma. Selalu mencintainya. Tapi Kak Kevin..." Stevi berucap lirih melirik Kevin yang sedari tadi mematung tidak mengerti situasi yang sedang terjadi menimpanya.

Fani mengusap air mata yang hinggap di kedua pelipis anaknya itu, kemudian dia dan Tomi berunding dengan Kedua orang tua Kevin dan juga Kevinnya sendiri, hal ini membuat detak jantung Nata ataupun Stevi terus berjalan tidak dengan semestinya.

"Baik, acara saat ini akan tetap terlaksana." Ucap Kevin tersenyum penuh arti.

Nata dan Stevi menatap kaget pria itu, Nata benar-benar akan malu jika pertunangan ini tidak berhasil dia gagalkan.

"Pertunangannya diganti menjadi Nata dengan Steviani. Maaf, kalau selama ini saya menjadi tembok untuk kalian bersatu." Kevin mengalah, dia tersenyum kearah Nata. Dia tidak malu sedikit pun kepada para undangan. Walaupun pertunangannya gagal setidaknya dia bisa membuat Stevi bahagia.

Nata membelalakkan matanya tak percaya, dia menatap semua keluarga yang baru saja melakukan perundingan mendadak itu.

"Kak Kevin?" Tanya Stevi tak percaya.

Kevin tersenyum membelai puncak kepala Stevi.

"Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga." Jawabnya.

"Maaf kak." Ucap Stevi dengan rasa bersalahnya. Dia telah membuat malu keluarga Kevin.

"Nggak perlu minta maaf, dari dulu memang aku nggak bisa ngeganti posisi curut itu." Ledeek Kevin, dia melirik tajam Nata.

Nata mendelik kearah Kevin, "curut?" Desisnya.

"Iya. Curut yang ngebiarin ceweknya berjuang sendirian." Timpal Kevin.

Nata ingin menimpali balik, namun Tomi menginterupsikan mereka untuk berhenti.

"Bisa kita mulai kembali acaranya?" Tanya Tomi.

Semua mengangguk. Kevin berjalan meninggalkan mereka, dia berdiri di samping kedua orang tuanya.

"Aku sudah siapkan cincin kita sendiri." Ucap Nata lalu merogoh saku jasnya, kotak beludru warna merah ia keluarkan. Senyum Stevi tak pernah luntur dari wajahnya. Ada perasaan yang sulit dia deskripsikan saat Nata berhasil menyematkan cincin di jari tangannya, begitupun saat ia menyematkan cincin itu pada jari tangan Nata. Dia terharu, karena cincin itu sangat pas walaupun ia sangat yakin Nata membelinya tidak dengan dicoba terlebih dahulu.

Penyematan cincin selesai, Nata memeluk lekat-lekat Stevi, menyalurkan segala kerinduannya selama ini. Mungkin dia adalah pria bodoh karena baru menyadari perasaannya. Namun dia tidak berakhir menjadi pria bodoh yang gagal membatalkan acara pertunangan. Karena pertunangan yang ia gagalkan itu malah menjadi kebahagiaanya.

"I'll be here. By your side." Lirihnya tepat ditelinga Stevi. Pelukannya tak pernah ia lepas.

Pelukan ini, pelukan yang membawa kehangatan baginya, bukan hanya itu tapi membawa kedamaian hatinya pula.

Pelukan ini, pelukan yang membawa kehangatan baginya, bukan hanya itu tapi membawa kedamaian hatinya pula

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

••

Stevi menyerit saat Nata membawa anak kecil yang waktu itu dia bawa, mereka kini berada diruang praktek Stevi.

"Ini siapa? Kok mirip?" Tanya Stevi, dia mencubit gemas pipi anak kecil itu.

"Iyalah ini anak aku." Jawab Nata sekenanya.

Stevi menarik kembali tangannya, beralih menatap Nata meminta penjelasan.

"Aku hanya ingin punya anak dari rahim mu saja." Terang Nata sedikit menggoda.

Stevi memutar bola matanya malas, walaupun darahnya berdesir hebat karena pernyataan itu.

Tawa Nata membeludak, dia membisikkan sesuatu pada anak kecil itu membuatnya ikut tertawa.

"Apa kamu menculik anak kecil? Apa kamu pedofil?" Tuduh Stevi.

Nata menyunggingkan senyum, aneh saja jika Stevi berpikiran tentangnya seperti itu.

"Dia dede, masa nggak inget sih?" Nata tersenyum mengangkat satu alisnya.

Stevi mengingat-ingat sesuatu, " Ohh— Dede yang dulu masih baby itu?" Kaget Stevi.

Nata mengangguk, dia kembali membisikkan sesuatu membuat Dede kembali tertawa.

"Kalian menertawaiku?" Selidik Stevi menatap kedua adik kakak itu secara bergantian.

Dede menggeleng, "tidak."

"Tidak salah lagi," sambung Nata.

Kembali lah mereka berdua tertawa, Stevi yang bermula cemberut perlahan menyunggingkan senyumnya melihat kakak beradik yang terpaut umur cukup jauh itu saling tertawa. Terutama tunangannya itu, Si Nata yang manis karena memamerkan lekukan di pipinya.

"Oh ya Vi, ini bukan akhir. Karena kamu bukan hanya berakhir jadi tunanganku. Tapi, berakhir menjadi separuh hidupku."

••

END~~

Terima kasih untuk semuanya!! Sekian saja cerita dari Nata dan Stevi!! Byebye mwah:*

Ohyaaa aku mau bikin sequel/lanjutan dari cerita ini. Siapa yang setuju ngacung yaa wkwk. Kalo nggak pada setuju yaudah, nggak jadi di publish hoho

Publish, 26 Mei 2016

Awareness: Is (not) The EndingHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin