"Duduklah, Ken." Sean menarikku untuk duduk di sebelahnya, berhadapan dengan tiga pria asing itu.

Si pria berambut pirang ikal itu bedeham, matanya menatap ke arahku. "Oh, hai, manis. Aku tahu kau pasti belum mengenalku, namaku Hudson," dia mengulurkan tangannya padaku, aku pun membalas uluran tangannya dengan senyuman yang dipaksakan. "Yeah! Sean adalah kawan lamaku, dan kau pasti juga ingin tahu siapa dua orang yang ada di sampingku ini. Hmmm, sudahlah, kau tidak harus tahu siapa mereka." Kemudian dia tertawa terpingkal-pingkal. Hey, tidak ada yang lucu disini. Atau mungkin dia sudah tidak waras.

"Oh, ayolah, kau tidak usah mendengar kata-katanya. Namaku Trevor." Trevor? Nama yang unik. Tapi, setahuku itu adalah nama kodoknya Neville Longbottom bukan? Salah satu tokoh dalam film Harry Potter, atau aku saja yang berlebihan sehingga menganggap namanya mirip dengan kodok sialan itu.

"Lupakan dia, namaku Troye," ia tersenyum padaku, dan pipinya mengeluarkan semburat merah muda. "Jadi, kau kekasihnya Sean kan? Namamu Kendall Jenner, benar?"

"Y-ya."

"Aku tidak salah dengar kan? Kau anak Presiden baru itu kan, Bruce Jenner kalau tidak salah?" Trevor menaikkan alisnya seperti berharap aku menjawab 'ya'.

"Hmmm." Lagi-lagi aku mengangguk.

"Lalu, bagaimana rasanya menjadi anak dari seorang Presiden, menyenangkan?" Hudson bertanya sembari merapikan rambut ikalnya.

"Rasanya luar biasa, tapi juga risih. Aku bahkan lebih suka menjadi orang biasa seperti dulu." Aku membenarkan posisi dudukku, menaruh kaki kananku di atas kaki kiriku.

"Biar kutebak, apa kau membenci paparazzi?" Trevor menyunggingkan senyum jahilnya, seharusnya Sean cemburu pada mereka semua yang menanyaiku hal seperti ini. Tapi, sepertinya dia sengaja untuk diam, mungkin dia masih marah padakku.

'Maaf, Nona. Tapi, hal itu-datang ke tempat umum semacam klub-dilarang demi nama baik Gedung Putih dan keluarga Presiden.'

Oh, Tuhan! Kata-kata Harry mengapa terekam jelas di benakku, hah? Lagipula mengapa harus dia yang berada dalam benakku saat ini, apakah ini sebuah peringatan. Memalukan, ini memalukan. Terkutuklah kau, Harry Styles.

"Kendall, bagaimana jika sekarang aku menelepon paparazzi, kau akan ketakutan tidak?"

Aku tersadar dari lamunanku, menoleh pada Trevor yang kini masih tersenyum jahil padaku. Dasar brengsek! Pria ini gila atau tidak, sih. Pikirannya benar-benar tidak waras.

"Jangan bercanda, Trevor." Kataku sarkas.

"Aku serius, manis." Ew. Kata-katanya membuatku jijik.

"Jangan bercanda atau aku akan menyumpalkan mulutmu dengan kertas, kau tahu itu?"

"Hmmm, bagaimana kalau kau menyumpalkan celana dalammu pada mulutku ini, itu jauh lebih menyenangkan bukan?" Trevor memberi tatapan menggoda padaku, "Aku yakin dengan berbicara seperti itu saja kau pasti sudah basah sekarang, tapi sepertinya kekasihmu itu cemburu padaku." Matanya melirik ke arah Sean.

Sialan.

***

HARRY POV

Aku melihat jam tanganku, menandakan pukul 10.30 malam sementara Kendall belum juga pulang. Rasanya hari ini aku sangat bersalah terhadap Tuan Presiden, membiarkannya pergi hingga larut malam. Dari awal sebenarnya aku sudah tahu kalau Sean akan mengajaknya ke klub, walaupun saat itu mereka hanya berbisik-bisik tapi omongan antara mereka masih terdengar jelas di telingaku, karena saat itu aku memasang sebuah alat seperti headseat namun alat itu berfungsi untuk mendengar suara dengan volume yang sangat kecil. Aku hanya pura-pura tidak mendengar omongan mereka hanya karena aku ingin Kendall bahagia. Aku ingat bahwa dia pernah berkata, dia ingin sebuah kebebasan karena dia sudah lelah dikekang oleh ayahnya. Perkataannya masih teringat jelas di benakku.

The BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang