Prolog

303 39 37
                                    

Mentari dilangit biru dengan diselimuti gumpalan awan putih. Cahaya begitu terik. Ia terlihat ceria. Terlihat sesosok gadis yang termenung menatap jendela.

Rena. Sebut saja nama gadis itu. Gadis berparas cantik nan di selimuti gelapnya penuh dengan misteri. Sesosok pelayan tampan tak ada goresan sedikit pun, sekilas melintas di hadapan nya. Ia memandang

"Ketika langit menjadi saksi. serasa ku hidup penuh dengan kekosongan. Tak ada cinta. Tak ada senyum yang dapat ku lukiskan. Ketika semenjak hati ini sakit. Sesulit itu kah ku cari sesosok malaikat. " Gumam gadis itu.

Sedari Rena menahan sakit yang mulai kembali terasakan.
"Mungkin Langit mengajarkan ku untuk tetap melaluinya. Mungkin dinding tembok mengajarkan ku untuk tetap kokoh dan kuat. Meski pernah roboh. Ku sadar ini hanyalah hayalan semata. dalam hidup ku. Sedari diri tak bisa melaluinya."

Tak lama berada di tempat itu. Rena beranjak pergi. Langkah kaki terasa berat. Ia memutar kenop pintu lalu keluar dari ruangan. hati terasa terpatahkan, kini kian sembuh.

Dilihatnya sesosok lelaki bertubuh tinggi berparas tampan nan mulus tanpa ada pulasan goresan sedikit pun. Dilihatnya lelaki itu sebaya dengan Rena. Langkahan kakinya begitu dingin.

Mereka saling melintas. Lirikan mata tersorot kan pada mata tajam itu.
Mereka tertakdirkan oleh sang waktu. Tak ada yang bisa memisahkan. Seperti bulan yang tak jauh dari bintang, begitupun sebaliknya. Sang waktu yang menyatukan.

" Dia sangat dingin." ucapnya.

....R.E.N.A.&.R.E.N.O.V....

Taman kota tampak indah dipandang mata. Gadis itu terduduk di sebuah bangku taman. Pandangan wajahnya termenung. Sedari memperhatikan sesosok gadis kecil yang tengah bermain bersama kedua orang tua nya. Dilihatnya mereka keluarga yang bahagia. Rena tersenyum.

Rena teringat masa kecil. Namun, selintas ingatan gelap tiba saja melintas di pikirannya. Hatinya terasa sesak mengingat kenyataan itu. Ia mengembuskan napas panjang. Bernapas lega. Tiba saja air mata kecil nya terteteskan.
"Aku rindu.."

"Mengapa hidup ku bagaikan sebatang pohon yang merindukan air. Perlu disiram supaya tersenyum kembali. Ketika tuhan memberikan ku rasa sakit. Ku belajar untuk tetap kuat dan terus percaya. Lalu, kapan kepercayaan ku akan datang." Ucap nya.

terbangun dari bangku itu. Memutuskan untuk berjalan-jalan santai di taman. Sembari menikmati suasana taman. Langkah nya begitu melambat. Melirik seisi taman. Tampak begitu ramai. Ia tersenyum. Suasana hatinya telah berubah. Kian ceria. Tapi, jiwa bersendu.

Berjalan kearah patung taman sebagai pusatnya. Ia memandang patung itu dengan tatapan kosong. "Kau tau aku akan bahagia."ucap nya pada patung itu. Sedari ia terlihat berbicara sendiri dengan patung itu.

Lucu sekali. Hanya orang aneh tersenyum pada patung tak bernyawa. Berkata aku akan bahagia. Apa ini lelucon? Gurauan? Atau memang kebiasaan? . Kesepian nya membuat nya gila. Patung saja diajak bicara oleh nya. teman? Iya, dia punya teman. Hanya satu dan berharga. Tapi dia tak bisa bercerita apa-apa pada temannya itu. Pikir, takut beranggapan banyak mengeluh.
Cinta? Gadis itu lebih banyak mendapati luka.

terdengar musik di kejauhan sana. Tertarik dengan alunan nya. Rena mengenal instrumen musik itu. Lagu itu, lagu kesukaannya. Tubuhnya menari mengikuti alunan musik. Ia sangat menikmati alunanya.

Dilihat Sesosok laki-laki nampak tengah membaca buku. Tak sengaja lirikan matanya tersorotkan pada seorang gadis dikejauhan sana. Gadis itu berhasil mencuri perhatian nya.

Tatapan kedua matanya begitu dingin. Sesaat menutup mata dan membukanya secara perlahan. Kini ia berkata, "gadis itu terlihat tampak tidak bahagia. Ku bisa melihatnya dari cara ia menari serasa ia berusaha ingin terlihat bahagia. Emosinya terlihat begitu jelas." Ucap lelaki dingin itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rena&RenovTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang