Aku minta kamu jauhin Stevi

Rentetan kalimat itu selalu terputar di kepala Nata seperti perputaran film yang rusak, di sepanjang jalan saat mengendarai motor hampir saja fokusnya menghilang dan ingin menabrak pembatas jalan, kini ia sedang berdiri di balkon kamarnya sambil menatap jendela di depan rumahnya; jendela kamar Stevi. Jendela itu nampak sepi, mungkin si empunya kamar sudah larut dalam mimpinya.

"Kita udah bareng dari kecil semuanya kita lakuin sama-sama, tapi disisi lain aku sendiri nggak siap harus kehilangan Lena." Nata berkata sendiri seakan Stevi berada di depannya dan mendengar semua keluhan dari dalam dirinya. Apa ada yang salah dengan hubungannya dengan Stevi? Mengapa semua gadis yang dekat mempermasalahkan hubungan mereka berdua?

••

"Lo yakin Nata setuju sama permintaan itu?" Lena bertanya ragu. Kemarin, permintaan Nata untuk menjauhi Stevi adalah ide Friska dan Vania. Lena hanya menjalankan ide mereka.

Gadis itu mengangguk mantap.

"Kalo dia sayang sama lo pasti dia ngelaksanain itu.”

Lena meminum es jeruknya, dan mengangguk mendengar pernyataan dari sahabatnya. Dia memutar ingatannya kembali pada pagi tadi saat Nata menjemputnya ataupun saat pria itu berada di kelas, dimana Nata yang tiba-tiba menjadi anak pendiam walaupun sahabat-sahabatnya terus berceloteh bahkan mereka terlalu sering tertawa tetapi pria itu hanya tersenyum memaksakan seperti enggan untuk berlarut dalam obrolan.

"Via," suara Nata menginterupsikan Stevi untuk menghadap kearahnya, mereka kini sedang di perpustakaan mencari bahan tambahan untuk referensi materi kimia.

"Aku bingung."

Stevi memiringkan kepalahnya dan menatap Nata yang memasang tampang lesunya.

"Dia minta aku jauhin kamu,dan aku bingung."

Refleks Stevi kembali menegakkan posisi berdirinya.

"Dia? Maksud kamu--"

"Lena," potong Nata cepat. Tak disangka Stevi hanya mengucap -oh- dengan aksen -o- yang cukup panjang dan menganggukkan kepalanya.

"Terus?" Lanjut Stevi enteng, ia kembali mencari buku buku materinya.

"Aku bingung. aku sayang Lena kali ini aku bener bener sayang dia, tapi di lain itu—"

Setelah menemukan buku yang tepat Stevi mengambil dan menggenggamnya dengan tangan kanan.

"Jauhin aku, gapapa." Potongnya, ia tersenyum simpul dan menepuk lengan Nata sesudahnya ia berlalu pergi untuk mendata buku yang ia pinjam, Nata menatap punggung gadis itu hingga pandangannya tak tertempuh karena tertutup rak buku ketika Stevi sudah berjalan belok darisana.

"Via, Via.."

Nata berlari mengejar Stevi yang sudah berada di koridor lab bahasa, gadis yang di panggilnya pun berbalik dan menoleh.

"Kenapa?"

Nata seperti mati kutu saat ini entah ia sendiri yang merasakannya ataupun bagaimana, karena setiap pembicaraannya dengan Stevi pasti terasa canggung sekarang.

"Maaf ya?"

Stevi tertawa dan menepuk nepuk bahu Nata.

"Wajar aja Nat," ucap Stevi.

Nata menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dan tersenyum canggung.

"Seza?"

Stevi mengulum senyum ketika mengingat pacarnya itu.

"Dia mah ngerti kok, dia terlalu baik sebenernya." Stevi menampakkan senyum kudanya.

"Kenapa Lena nggak bisa kayak Seza?" Nata mengeluh. Karena menurutnya cewek tidak bisa berpikiran luas, tidak bisa membedakan arti sayang sebagai teman atau kekasih.

Awareness: Is (not) The EndingWhere stories live. Discover now