Twelve

2.2K 235 27
                                    

Happy Reading
.
.

Gani dan Dian terpengarah mendengar suara itu. Mata mereka melotot seketika, melihat seseorang yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Rizal?!"

Gani langsung naik pitam saat itu juga. Ia langsung lari dan menonjok wajah Rizal.

"Lo apain Rahmat, hah? Elo sudah gila, ya? Dasar psycho! Cuma karena dia salah pilih, lo langsung nyiksa kayak gini?"

Sambil menghapus darah di sudut bibirnya, Rizal berkata "dia lebih milih elo daripada gue! Gue gak terima!"

Terjadi aksi pukul-pukulan antara Gani dan Rizal. Sampai akhirnya mereka sudah tidak dapat bergerak lagi, akibat babak belur di tubuh mereka.

Dian hanya menonton aksi itu, ia masih diam membeku. Tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa memandang jauh dari pintu.

"Gue emang fujoshi bodoh!" Rutuknya dan disambung dengan isakan kecil Dian.

Cukup lama ia menangis, menghabiskan banyak waktu.
"Di-dian.. cepat minta bantuan,"
Suara serak Rahmat, membuat Dian berhenti menangis, lalu mengangguk. Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel di sakunya.

"Ja-jangan telpon polisi, Di."

Kali ini bukan suara Rahmat, melainkan suara Gani. Dian pun kembali mengangguk, ia hanya menelpon ambulan saja.

. . . . . . . . . .

Dian menunggu dengan cemas di ruang tunggu. Ia sudah menelpon keluarga Rahmat serta teman-teman mereka, tepatnya lagi Fani, Nisa dan Farah.

"Udah, Dian. Ini bukan salah lo kok," hibur Nisa.

"Ini sudah takdir, Di." Tambah Farah

Fani tidak bergeming sama sekali, mungkin dia juga merasa bersalah. Ia juga membantu Dian dalam misinya.

Salah satu dokter, keluar dari ruangan Rahmat.

"Dok, gimana keadaan teman saya?"

"Pasien masih belum sadarkan diri. Bekas lukanya, sudah diobati dan diperban. Mungkin akan terjadi sedikit gangguan mental. Tapi bisa saja disembuhkan."

"Terimakasih, dok."

Dian dan Fani memutuskan tetap diluar. Sedangkan Nisa dan Fani masuk ke ruangan Rahmat.

"Fan, gue masih ngerasa bersalah banget. Gue gak sanggup lihat Rahmat lagi."

"Gue juga. Tapi gue yakin bukan sepenuhnya salah kita."

"Gue mau liat Rizal sama Gani ya,"

"Gue ikut!"

Kedua gadis itu berjalan menuju ruangan Rizal dan Gani. Sesampainya di sana, Rizal masih terbaring namun matanya terbuka. Gani duduk, merenung.

"Kalian gak papa, 'kan?" Tanya Dian.

Gani hanya mengangguk. Selanjutnya hanya ada keheningan.

"Gue minta maaf,"

Tiga pasang mata, hanya bisa melotot mendengar permintaan maaf dari Rizal.

"Dengan gampangnya elo minta maaf, setelah nyiksa Rahmat? Lo gak bisa mikir, apa? Lo cuma minta maaf, doang?" Bentak Gani.

Fujoshi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang