Bird Paper

137 50 27
                                    

Saat ini aku sangat gugup karna beberapa menit lagi aku akan memberikan penyuluhan cara menanam tanaman yang baik dan benar. Tapi untungnya Dion terus memberiku semangat dan akhirnya semua berjalan dengan lancar.

Ketika acara selesai aku mencari keberadaan Dion, tapi tak ada. Saat kulihat di belakang panggung dia sedang duduk membelakangiku, berdua dengan seorang gadis. Dan sepertinya mereka terlibat perbincangan yang serius.

Karna jiwa kepoku muncul, aku memutuskan untuk menguping. Dan aku mendengar dengan samar gadis itu berkata, “Kamu harus meminum obat itu, kalau tidak virusnya akan menyebar.”

Virus? Virus apa? batinku. Kudengarkan dengan seksama kembali. Dan selanjutnya Dion berkata, “Aku capek harus meminum obat setiap hari, aku capek harus berpura pura baik saja didepan semua orang.” Hal selanjutnya yang kulihat dan membuatku kaget adalah Dion bersandar pada bahu perempuan itu.  Bahkan tangannya  dengan leluasa menggenggam tangan Dion.

Apa apaan ini? Lalu perhatiannya selama ini padaku apa? Sebegitu berartinyakah peremuan itu sampai dia menceritakan semua tentang dirinya tapi tidak kepadaku? Apa dia takut aku tak bisa memberi solusi, sehingga memilih curhat keperempuan lain?

Arrrrggh. Aku menggeram frustasi

Aku langsung berlari kekamar dan mengunci diri disana selama sehari penuh tanpa makan dan minum. Hari-hari berikutnya, aku sudah keluar kamar namun sangat jarang. Sebagian waktuku kuhabiskan didalam kamar. Nafsu makanku turun drastis. Aku tak peduli cacing diperutku yang sudah marah tak karuan. Selama itu, aku terus melipat burung kertas. Dan tak terasa sekarang sudah mencapai angka 850. Kurang 150 burung lagi permintaan ku akan terkabul. Semoga saja.

Satu hari lalu, Ibuku memberikanku surat yang isinya adalah pernyataan bahwa Dion positif menderita tumor otak.

Ya Allah aku mencintainya
Panjangkan umurnya hingga burung kertas ini selesai menjadi 1000 buah
Aku ingin kesembuhan untuknya
Aku ingin bersamanya walau hanya sesaat
Aku ingin membahagiakan dia sebelum ia pergi.

Aku melupakan kemarahanku beberapa waktu lalu  ketika melihat dirinya bersama wanita itu. Mungkin saja dia hanya saudara atau teman dekatnya. Hatiku meyakinkanku  bahwa Dion sangat menyayangiku. Ya, dia hanya sayang padaku. 

Setiap hari aku slalu berdo’a untuk kesembuhannya. Hari ini aku keluar kamar dengan tubuh kurus dan wajah pucat. Semua orang yang berada di rumah langsung berlari kearahku. Sebelum pandanganku menggelap, Aku sempat melihat wajah Dion yang khawatir.
“Maaf membuat kalian khawatir,” Ucapku yang entah didengar atau tidak.

^-^

Aku mengerjapkan mata ku beberapa kali. Putih. Pasti di rumah sakit. Karna disini bau obat nya sangat menyengat. Tak mungkin dikamarku, karna kamarku berwarna ungu bukan putih dan lagi kamarku tidak berbau obat.

Dion. Dia orang pertama yang kulihat saat aku membuka mata.

“Dion? apa itu kamu?” tanyaku memastikan, karena pandanganku masih sedikit buram.

“Iya Vanya ini aku,” jawabnya menggenggam tanganku. Masih dapat kulihat raut wajah khawatir dan itu membuatnya sedikit lucu.

“Kamu kalo khawatir lucu juga yah,” ujarku dengan sedikit tertawa. Dia hanya cemberut mendengar kata kataku. Katanya, keadaanku baik-baik saja. Hanya dehidrasi biasa dan radang tenggorokan. Aku bersyukur pada Tuhan. Dion juga bercerita bahwa gadis yang waktu itu adalah dokter sepupunya.

The Bird PaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang