Saat makan malam dirumah, aku izin pada orang tuaku dan untungnya mereka mengizinkan juga. Senangnya. Lesnya dimulai esok lusa. Dan aku msih punya waktu 1 hari untuk berkeliling dan melepas rindu.

Malam ini, aku tak langsung tidur. Aku membuka laptopku dan membaca beberapa artikel. Dan yang membuatku tertarik adalah mitos 1000 burung kertas yang dapat mengabulkan satu permohonan pembuatnya. Walaupun hanya mitos, apa salahnya mencoba. Dan aku akan memulainya besok.

Karna mataku sudah sangat berat, aku memutuskan untuk tidur.

^-^

Hari ini aku akan pergi bersepeda sendiri. Karna kakak harus mengurusi usahanya. Setelah pamit dengan Ayah dan Ibu, aku langsung berangkat, sekalian membeli kertas origami.

Hari sudah mulai siang, para penduduk sudah pulang dari ladang dan sawahnya. Aku pun memutuskan untuk pulang dengan membawa 500 lembar kertas origami. Dan lagi cacing diperutku mulai demo meminta makan.

“Buat apa kamu beli kertas origami sebanyak itu?” Tanya kakak ku setelah aku sampai di rumah. Tak berniiat untuk menjawab pertanyaannya, aku hanya tersenyum dan berjalan masuk ke kamarku.

Aku akan memulainya nanti sore.

Setelah makan siang bersama aku langsung masuk kekamar dan menguncinya. Aku tak ingin ada yang tahu. Karna ini misi rahasia hehehe.

Aku melipat, melipat dan melipat hingga tak terasa sudah waktunya jam makan malam. Aku keluar untuk ikut makan malam bersama. Karna itu sudah menjadi kebiasaan keluargaku.

Setelah makan aku langsung mengecup kedua pipi orang tua ku, mengucapkan selamat malam dan masuk ke kamarku. Aku langsung melanjutkan kegiatan melipatku hingga tanpa sadar aku tertidur dengan dikelilingi burung kertas lipatanku.

^-^

Aku ingin meraihnya, dia begitu dekat denganku tapi mengapa aku tak bisa menyentuhnya?
Senyumnya yang membuatku terpana saat pertama kali bertemu.
Aku baru menyadari, dia memiliki mata yang begitu indah.
Bulu mata yang lentik, membingkai pekatnya manik mata hitamnya.
Alis yang tebal, hidung yang tak terlalu mancung namun terlihat pas untuk wajahnya.
Membuat siapapin akan memuji keindahan wajahnya.
Ditambah bibir yang senantiasa tersenyum pada siapapun.
Sikap yang begitu menyayangi sesama, menghormti orang tua, dan tutur kata yang begitu lembut.

“Hei, hei namamu siapa? Hei.” kucoba tuk mengejarnya. Tapi langkahnya terlalu cepat dan aku kehilangan jejaknya. Aku berlari kesegala arah tapi tetap tak menemukannya

Huh. Huh. Huh. Huh.
Nafasku memburu, keringat bercucuran seolah aku telah mengikuti lomba lari marathon. Hanya mimpi tapi sangat nyata. Aku langsung turun dari ranjang dan berjalan kedapur karna tiba tiba aku sangat kehausan.

Jika sudah terbangun, akan sulit untukku tidur kembali. Aku pun melanjutkan melipatku dan tak terasa sudah adzan subuh. Aku langsung sholat dan membantu ibu meemasak.

Les pianoku dimulai pukul 3 sore, karna aku masih memiliki 9 jam sebelum les. Aku akan gunakan waktu itu untukku membuat sebuah penyuluhan tentang ‘Ladang dan sawah’

Sedang asyik menulis materi, ibu memanggilku, “Deva, tolong antarkan makan siang Abah ke sawah ya,” ucap ibu diambang pintu kamarku.

“Iyah Bu,” jawabku dan mematikan laptop ku. Disawah, aku langsung menuju saung tempat Ayahku istirahat dan langsung menyiapkan makan siangnya.

^-^

“Deva berangkat bu,” pamitku dan mencium tangannya

Ku kayuh sepedaku dengan sangat cepat karna aku sudah telat 10 menit. Baru juga hari pertama tapi udah telat.

Setelah sampai ditempat les aku langsung menaruh asal sepedaku dan berlari keruangan Piano “Maaf saya telat, tadi dija-”

Belum selesai aku menjelaskan sudah dipotong oleh mbak mbak panitia nya, “Masih untung mood saya lagi bagus. Nama kamu siapa?”

“Devanya Alnadira.”

“Nih kartu absen les kamu, jangan sampe ilang. Kalo ilang ganti 50.000,” ucap dia acuh dengan menyodorkan sebuah kartu kecil yang kuterima dengan anggukan kepala. Aku pun masuk dan duduk disalah satu bangku yang dissediakan.

Aku langsung mengeluarkan beberapa kertas origami dan memakai earphone. Karna sebelum lesnya dimulai, akan ada penampilan dari salah satu pembimbing.

Saat sedang asyik membuat burung kertas, aku melihat dia naik keatas panggung. Dan yang membuatku tertegun adalah dia tersenyum kearahku. Tapi saat aku melihat kebelakang, ada segerombol anak kecil yang meambai tangan kearah paggung. Dapat kusimpulkan bahwa tadi dia tersenyum kepada anak anak itu bukan kepadaku. Huh.

Setelah ia mempersembahkan 1 lagu full. Les dimulai dan pulang pukul 5 sore. Dan tiba tiba satu ide terlintas dipikiranku. Aku bertanya pada anak anak tadi siapa nama pemuda yang bermain piano tadi. ternyata namanya adalah Dion Prananta. Nama yang indah seindah orangnya.

Aku mulai mencari tempat tinggalnya, keluarganya seperti apa, masa kecilnya. Dan aku mendapatkan nomor handphone nya. Sejak hari itu kami sering berkirim pesan, sering bertemu dan belakangan ini sepulang les aku selalu diantarkan sampai kerumahku. Kurasa aku menyukainya

*****

The Bird PaperWhere stories live. Discover now