PUTRI KELABU 2 -09-

1.4K 70 0
                                    

Luna tersenyum tipis melihat tingkah lucu putri kecilnya yang tengah bermain dengan boneka terbarunya di kamarnya. Disampingnya Valerina tampak turut tersenyum lebar, ia menggenggam jemari sahabatnya dengan lembut. “Putrimu akan menjadi gadis yang mengagumkan kelak,” bisiknya.

Luna mengangguk perlahan. “Ya, seperti dirimu,” ujarnya seraya menatap Valerina. “Aku sangat senang kau berada disini. Kau tau, banyak hal yang ingin ku sampaikan padamu,” Valerina menggeleng perlahan, kemudian memeluk bahu sahabatnya dengan sayang. “Kau sudah melakukan banyak hal untukku,”

“Ssst… kau tidak perlu berkata apa-apa lagi. Kesembuhanmu dari kanker itu adalah anugrah terbesar untukku,” Luna mengangguk pelan, penuh terima kasih. “Dan tentang cintamu, aku minta…”

“Tidak,” potong Luna cepat. “Aku yang minta maaf. Bagaimana mungkin aku bisa melukai hatimu.”

“Tapi kau sangat mencin…”

“Tidak,” potongnya lagi dengan senyuman manisnya. “Atau mungkin iya, aku memang mencintai Raka. Tapi pada akhirnya aku sadar, aku lebih mencintaimu…” bisiknya. Valerina menatap sahabatnya tanpa berkedip, ia bisa melihat ketulusan dari balik jernihnya mata indah itu. “Sekarang tidak ada lagi alasan untukmu menghindarinya.” Luna menepuk jemari sahabatnya dengan perlahan, membuat Valerina mengangguk dengan rona merah menghiasi wajahnya.

                                                ***

“Wow, jadi kau adalah pemilik brand GreyLineitu??!!” pekik Kirana tidak percaya seraya berjalan ke ruang tamu dengan sepiring buah-buahan yang sudah dipotong rapi. Sudah seminggu mereka tinggal di rumah Luna, dan semuanya semakin membaik. “Astaga aku penggemar beratmu!!” teriaknya lagi. Luna mengerutkan keningnya.

“Apa yang sudah ku lewatkan?” tanyanya bingung.

“Temanmu yang satu ini sudah menjadi desainer kondang di Perancis, dan baru saja pindah ke Indonesia.”

“Dan kau baru mengetahuinya?” Tanya Luna bingung sekaligus kesal.

“Jangan salahkan dia. Aku memang menyembunyikan jati diriku pada publik. Aku bahkan menggunakan nama Valerina ketika tinggal di Perancis,” tutur Valerina. Luna menatapnya perih. “Dan ini bukan salahmu. Ini adalah kesalahanku yang terlalu pengecut menghadapi kalian semua, maaf.” Ujar Valerina secepat mungkin ketika melihat kilatan kesedihan di mata Luna.

“Sudahlah, apa kalian akan terus berduka seperti itu. oh, ayolah, kita harus merayakan semua ini!!” ujar Kirana kesal. Luna dan Valerina saling pandang kemudian terkekeh pelan. Entah apa jadinya mereka tanpa sahabat-sahabat terkasihnya satu sama lain. “Kau harus membawa kami berkeliling butikmu,”

“Tentu,” janji Valerina sungguh-sungguh. Kemudian tawanya berhenti saat merasakan ponselnya bergetar. Ia menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut.

“Siapa?” Tanya Kirana. Namun bukannya menjawab Valerina malah berlalu pergi menjauh. Sesaat kemudian ia sudah kembali dengan ponsel yang mati.

“Maaf guys, aku harus kebutik sekarang. Asistenku baru saja menelepon.” Ujar Valerina sedikit tergesa.

“Perlu ku antar?” Tanya Kirana.

Valerian tersenyum tipis, “Ah tidak usah, kau jaga saja dia. Aku akan segera kembali secepat yang ku bisa.” Ujarnya kemudian mengecup pipi Rachel yang tengah bermain asyik dengan barbienya. “Oya, katakan pada Raka aku pergi ke butik.” Luna dan Kirana mengangguk sebelum sosok itu menghilang di balik pintu.

“Apa dia baik-baik saja?” Tanya Luna penuh kecemasan. Terakhir kali ia mendapati Valerina pergi seperti itu, ternyata ia melewati banyak rahasia yang menyakitkan.

“Dia akan baik-baik saja, tenanglah.” Jawab Kirana tanpa keraguan.

***

Valerina menatap sosok di hadapannya tidak percaya. Are??!! Pekik hatinya riang. Pemuda itu tampak tertunduk di depan pintu butik. Meski malam sudah menjemut, tapi Valerina bisa melihat kekhawatiran di wajah pria tampan itu. namun untuk sesaat, entah bagaimana caranya, semua pandangannya akan ketakutan Are sirna, ada begitu banyak hal yang ingin ia ceritakan pada Are. Tentang Luna, Rachel kecil, Kirana dan juga Raka.

“Are!” panggil Valerina. Are mengangkat wajahnya tampannya dan berlari untuk memeluk Valerina dengan sangat erat. Valerian terkikik pelan, ketika Are mengangkat tubuhnya dan memutarnya dengan perlahan. Ia bisa merasakan kelegaan pria itu.

“Tutup matamu,” ujarnya dingin tiba-tiba. Valerina sampai bergidik karena terkejut. “Jangan banyak bicara, sekarang tutup matamu!” bisiknya lagi. Valerina merasakan tubuhnya gemetar. Namun ia tetap menuruti perintah Are. Ia menutup matanya dan membiarkan Are menuntunnya kesuatu tempat, yang ia yakini ke dalam butiknya. “Kau boleh membuka matamu sekarang,” bisiknya, kemudian Valerina membuka matanya. Betapa terkejutnya ia melihat tumpuka lily indah di hadapannya. Begitu banyak hingga menggambil setengah tempat dari luas butiknya.

“Wow!!” desis Valerina tidak percaya. Tiba-tiba matanya mendelik ketika melihat bunga mawar yang dirangkai menjadi sebuah pertanyaan. “Apa ini?” tanyanya kaku. Are tersenyum puas di belakangnya. Kemudian berjalan mengitari tubuhnya dan berlutut.

“Rachel Valerina Kimberly will you marry me?” Tanya Are pelan. Valerina menatapnya tidak percaya. Matanya terbelalak lebar, ia benar-benar tidak bisa memikirkan apapun, otaknya mendadak kosong. "Selama di Malaysia aku sudah banyak berfikir tentang ini. Dan aku tidak bisa menunggu lagi, aku ingin kau menjadi pendamping hidupku sampai nanti…”

“Are…” bisik Valerina pelan. Ia mundur beberapa langkah. Kemudian air mata itu menetes. “Aku…aku…” Valerina tergagap.

“Tidak ku mohon,” Are berdiri memeluknya. “Kumohon jangan menangis,” bisik Are, namun semuanya terlambat. Tangis gadis itu pecah begitu saja. Are membelai lembut kepala Valerina dengan penuh kasih. “Kumohon jangan menangis. Biarkan aku membebaskanmu dari kelabu itu, biarkan aku mengusir semua luka masa lalumu Rachel,” tapi gadis itu terus menangis, membasahi kemeja depan dokter kesayangannya, pria terbaiknya… sahabatnya…

                                                ***

Raka menghentikan langkahnya di depan pintu. Wajahnya mengeras, tubuhnya membeku. Hatinya terpilin melihat sosok gadis terkasihnya di dalam pelukan orang lain. Namun kekuatannya seakan menghilang. Sikap angkuhnya mulai hancur. Kemudian ia tersenyum perih, menggeleng perlahan dan mencengkram kepalanya sendiri.

Ia benar, aku sudah terlalu banyak menorehkan luka pada gadis itu… batinnya. Bagaimana aku bisa membiarkannya kembali terluka? Bagaimana jika nanti ia tidak bahagia bersamaku? Sifat percaya diri yang selama ini selalu ia tunjukan mulai menghilang. Dengan lambat Raka berjalan menuju mobilnya. Ia memukul stirnya dengan keras. Melampiaskan seluruh amarahnya. Ia muak pada dirinya sendiri. Ia muak pada seluruh kisah konyol yang membuatnya terpuruk sedalam ini. Ia adalah seorang CEO, dan kini harus terisak karena kata klise bernama cinta itu!!

Raka memejamkan matanya perlahan, dan wajah itulah yang muncul. Wajah tertawanya, wajah tersenyumnya, wajah menangisnya…

Ia masih bisa merasakan lembutnya rambut gadis itu di jemarinya. Harumnya aroma kulit halusnya, bahkan ia masih bisa mendengar dentingan tawa gadis tercintanya. Namun matanya terbuka perih ketika mengingat isak tangis Valerina untuknya, wajah terlukanya, ketakutannya dan kekecewaannya.

“Aku sudah banyak melukainya. Jadi tentu saja sangat wajar jika ia memilih pemuda itu. Seharusnya aku mengerti!” namun nyatanya ia sama sekali tidak mengerti, atau memang tidak ingin mengerti. “Sudahlah,” bisiknya mencoba tenang. Kemudian dengan perlahan ia mulai menjalankan mobilnya. Namun kenangannya akan kejadian di butik itu membuat gemuruh hatinya kembali menggebu-gebu. Membutakan matanya. Hingga akhirnya ia tersadar oleh suara klakson panjang dan sorotan lampu di depan wajahnya.

                                                ***

PUTRI KELABU 2Where stories live. Discover now