PUTRI KELABU 2 -07-

1.4K 86 0
                                    

Kirana menundukan kepalanya, menangis perlahan. “Tapi kemudian kau malah berlalu pergi meninggalkan kami.” Ujarnya dengan suara tercekat. Valerina tersenyum, namun bukan senyum menawan seperti biasanya, senyuman itu begitu perih, ingatannya akan kejadian tiga tahun yang lalu selalu membuat tubuhnya sakit sedemikian rupa. Perih… perih bukan main.

Tangis itu… tatapan bahagia sahabatnya… pernyataan cinta yang selama ini selalu diimpikannya, dan kesedihannya ketika harus menyerah pada takdir.

“Aku tidak tau lagi apa yang bisa ku lakukan saat itu,” jawab Valerina akhirnya. Matanya sudah tidak bisa melihat jelas karena tertutup air mata yang terus membanjiri kedua mata indahnya.

“Kau benar,” bisik Kirana saat bisa mengendalikan tangisnya. Ia kembali menatap hujan yang kian membesar. “Kami sudah berusaha mencarimu kemana-mana,” Kirana memejamkan matanya sesaat, seakan mengenang kembali masa tiga tahun yang lalu. “Aku, Om Arya, Tante Thalia, Vero, Are, dan Raka.” Nafas Valerina kembali tercekat. Ia menggeleng pelan. Jijik pada dirinya sendiri yang masih merasa perih mendengar nama terakhir itu.

“Ki…” panggil Valerina pelan. Ia menatap sahabatnya penuh kasih. “Maukah kau menceritakan padaku apa saja yang sudah terjadi selama ini?” tanyanya. Kirana tersenyum tipis dan mengangguk.

                                                            ***

Ben menatap layar laptopnya dengan seksama. Beberapa kali berdecak kagum dengan apa yang ia lihat.

“Bagaimana dengan hasilnya?”

“Sempurna!” desis Ben.

“Rio melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Kita bisa menggunakannya lagi nanti.” Ujar suara di belakangnya, cukup puas.

“Bukan,” bisik Ben. “Bukan karena Rio,” tambahnya. Pemuda jangkung di belakangnya mengerutkan kening, kemudian berjalan menghampiri Ben yang masih terpaku pada layar laptonya. “Lihat, gadis inilah yang membuatnya tampak begitu sempurna,” ujar Ben antusias. Tanpa ia sadari sosok di sebelahnya membeku tak bergerak. Menatap tawa gadis cantik itu tidak percaya. Sosok indahnya tampak begitu menawan di sekeliling bocah-bocah kecil yang tertawa riang di padang rumput bersamanya.

“Rachel…” bisiknya dingin.

“Ah ya, mereka juga bilang ada masalah kecil dengan Rachel, dia merengek ingin pu…” Ben menghentikan kata-katanya ketika Pria itu meraup kunci mobilnya dengan tergesa. “Hey Raka!! Aku belum selesai bicara!!” teriaknya kesal. Namun ia terlambat. Sosok tampan sahabat sekaligus rekan kerjanya sudah berlalu pergi. Ia mendesah dan kembali menatap layar laptopnya, tidak peduli dengan kelakuan aneh bosnya, dan malah sibuk memikirkan cara untuk segera mendapatkan kontak person gadis cantik itu.

                                                ***

“Ketika mengetahui kepergianmu dari Vero, semuanya jadi kacau balau. Luna begitu syok dan Raka pergi begitu saja. Ia terlihat begitu kalut.” Valerina mencengkram lengan sofa di sampingnya. Menahan emosi yang muncul akibat kenangan itu. Jantungnya seakan melompat dari mulutnya setiap kali ia mendengar nama itu terlontar dari mulut Kirana. “Dan setelah itu Luna kritis…” Kirana memejamkan matanya perlahan, membiarkan air matanya menetes. “Aku begitu kalut. Ketakutan akan kehilangan sahabat-sahabatkku. Kau tidak tau bagaimana takutnya diriku saat itu. Kau sudah pergi, dan Luna sakit. Kau pikir aku bisa berdiri dengan tenang di sana? Sendirian?! Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan, semuanya begitu cepat. Aku bahkan kerap berdoa agar Tuhan mencabut nyawaku saat itu juga. Aku memang yang paling beruntung saat itu, aku tidak mengidap penyakit parah seperti Luna, aku tidak harus terluka karena meninggalkan cintaku untuk sahabatku sendiri yang tengah kritis sepertimu, tapi aku tetap tidak bisa berdiri sendiri. Aku membutuhkan kalian.” Kirana begitu terguncang. Air matanya mengalir deras ketika bibirnya terus menceritakan kisah itu di sela-sela isakannya.

PUTRI KELABU 2Where stories live. Discover now