PUTRI KELABU 2 -05-

1.7K 88 1
                                    

Keysa menatap atasannya tidak percaya. Gadis itu tampak begitu normal, tersenyum dan tertawa, dan tampak lebih hidup. Wajah kakunya seakan menghilang sedikit demi sedikit. Menampilakn aura cantik yang begitu indah dipandang. Bahkan gaya bicaranya sudah melembut, dan ia yakin ini ada hubungannya dengan sosok dokter tampan yang kerap menjemputnya pulang dari butik. Senyuman Keysa kembali mengembang, ia begitu bahagia karena saat ini ia tau ia tidak lagi bekerja dengan sebuah manekin, tapi dengan seorang manusia yang sesungguhnya.

Gadis itu memang selalu cantik dengan caranya sendiri. Namun Keysa sebagai asisten pribadinya selalu merasa ia tengah terluka. Tatapan matanya tampak selalu gelap dan perih. Jadi tentu saja saat pandangan itu menampakan binarnya, ia bahagia bukan main. Ia menyayangi Valerina lebih dari dirinya sendiri. Terlebih saat ini, saat senyuman itu sudah menyentuh matanya indahnya.

“Bagaimana kalau musim ini kita menggunakan tema fullcolour,” usul Keysa suatu hari. Valerina yang tengah tertegun di ruang kerjanya melirik tumpukan bahannya yang hampir keseluruhan berwarna kelabu dan gelap. Butik itu sudah hampir tutup, tapi mereka masih sibuk membincangkan tema yang akan mereka bawakan selanjutnya. Keysa mengikuti arah pandang Valerina, menatap gulungan bahan di samping tiga manekin yang memperagakan gaun terbaru Valerina.  

“Entahlah, aku tidak tau bagaimana menyatukan warna warna itu,”

“Aku tau siapa yang bisa membantu,” ujar Keysa penuh semangat. Valerina hanya mendesah pelan kemudian melirik jam tangannya. “Kita bisa membicarakannya besok, kau bisa pulang dengannya lebih cepat hari ini. Serahkan saja semua urusan butik padaku.” Ujar Keysa sungguh-sungguh. Valerina terkekeh pelan dan menggeleng. “Kau tau, terkadang aku lebih bisa membayangkan dirimu memakai jas putih dokter dari pada berdiri di tengah tumpukan bahan dan sketsa ini,” ujarnya seraya merapihkan beberapa desain di atas meja gadis itu, bibirnya sedikit tertarik ketika kembali mengingat sosok Are dengan jas putihnya.

“Aku memang pernah menjadi mahasiswi kedokteran selama tiga tahun,” ujar Valerina, suaranya begitu tenang. Tanpa sadar Keysa menjatuhkan tumpukan kertasnya begitu saja, ia benar-benar terkejut mendengar pengakuan gadis itu.

“Dan kau malah beralih menjadi desainer?” tanyanya tidak percaya. Pandangan Valerina menerawang jauh.

“Ya, seperti itulah.” Jawabnya, kemudian meraih selembar kertas kosong, memainkan pensilnya perlahan, lima menit kemudian ia mendesah dan meletakan sketsanya. Keysa melongo menatap desain kasar sebuah dress manis di hadapannya. Dalam jangka waktu lima menit dan gadis itu bisa membuat sebuah desain dress semanis ini? Keysa mendelik ngeri dan kagum. “Aku rasa musim ini kita akan menggunakan tema valentine.” Ujar Valerina. Keysa tersenyum dan mengangguk senang. Sudah hampir tiga tahun ia menunggu tema lain yang akan mereka usung.

                                                ***

Are tersenyum lebar ketika melihat gadis cantik itu duduk di depan butiknya. Ia sengaja melambatkan laju mobilnya untuk melihat sosok cantik Valerina lebih lama. Tiga tahun berlalu, dan gadis itu sudah banyak berubah. Wajahnya tampak lebih dewasa dan anggun, meski saat ini tubuhnya terlihat lebih kurus. Rambutnya tidak lagi ikal seperti dulu, meski masih tetap indah, namun kini lurus sebahu. Matanya indah seperti biasa, namun memang tidak berbinar lugu seperti dulu. Ia tampak begitu cantik dan indah.

Are tau, bibir indah itu selalu ingin melontarkan beberapa pertanyaan tentang sahabat-sahabatnya. Namun, entah bagaimana kemudian pertanyaan itu menghilang begitu saja, tertelan kembali di balik kebisuannya. Dan Are tidak sampai hati menceritakan kisah sepeninggalannya tiga tahun yang lalu. Ia tidak ingin merusak sedikit binar matanya yang baru saja ia temukan kembali.

Are sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari tempat Valerina duduk, ia tidak ingin mengganggu lamunan putri cantik itu, kemudian berjalan perlahan menghampirinya. “Kau menungguku?” Tanya Are pelan dengan senyuman yang mengembang, entah bagaimana tapi ia tidak pernah bisa berhenti untuk merasa bahagia ketika berada bersama putri cantik itu. Valerina mendesah kesal kemudian melirik jam tangannya. Marah akan keterlambatan Are. “Maaf, mencari bunga ini sedikit lebih sulit dari pada mencari bunga biasa,” ujarnya seraya memberikan Valerina sebuket lily indah.

PUTRI KELABU 2Where stories live. Discover now