Sebelas : Wasiat Ayah

Mulai dari awal
                                    

"Alka."

"Hmm?"

"Aku ingin ke toilet."

Alka mematikan layar poselnya, matanya fokus menatap Aliandra yang sudah berdiri dari tempat duduknya, "Aku sudah memperingatkanmu, Aliandra. Jangan terus melihat ke arah jendela," Alka ikut beranjak dari duduknya, mengantarkan Aliandra ke toilet meski pun Aliandra tidak memintanya. Aliandra pasti mabuk perjalanan.

Sudah sepuluh menit Aliandra berada di dalam toilet. Apa yang ada di dalam perutnya terkuras habis. Rasa pahit mulai menyapa lidahnya, tenggorokkannya sakit.

"Aliandra, apa kau baik-baik saja?" Alka bertanya khawatir dari depan toilet.

"Baik," Aliandra menjawab singkat. Ia kembali di sibukkan dengan rasa mual yang terus menerus meminta untuk di muntahkan, hanya cairan kental berupa lendir yang mampu ia keluarkan. Berharap rasa pusing dan mualnya segera menghilang. Ibunya pernah berkata kalau merasa pusing dan mual karena mabuk perjalanan harus di muntahkan jangan di tahan, itu akan mengurangi rasa pusing dan mual. Ia sudah memuntahkannya tapi kenapa masih pusing dan mual.

Khawatir karena Aliandra tidak kunjung keluar, Alka memanggil seorang petugas perempuan yang melayani kebutuhan para penumpang di kelas Eksekutif.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" petugas itu bertanya dengan sangat sopan.

"Calon istri saya mabuk perjalanan, sekarang sedang muntah-muntah di dalam. Bisakah anda membantunya."

Petugas itu mengangguk, ia mengetuk pintu toilet dan berkata kalau ia petugas kereta api yang hendak membantu Aliandra. Dengan sisa tega yang dimiliki Aliandra membuka pintu toilet.

"Apa nona baik-baik saja?"

Aliandra mengangguk. Tapi berapa detik kemudian Aliandra langsung kembali muntah-muntah. Mabuknya cukup parah.

"Boleh saya memijit tengkuk nona, mungkin itu akan mengurangi mual nona?"

Lagi-lagi Aliandra hanya mengangguk. Pijitan di tengkuknya membuat rasa mualnya sedikit berkurang.

"Terimakasih banyak mbak atas bantuannya."

"Sama-sama. Itu sudah menjadi tugas saya. Mari saya antar ke tempat duduknya," petugas itu memapah tubuh Aliandra yang lemas.

Alka ternyata masih menunggu di depan toilet. Ia langsung mengambil alih tubuh Aliandra yang lemas saat melihat si petugas sedikit kerepotan memapah Aliandra yang benar-benar tidak memiliki tenaga.

Sebenarnya Aliandra hendak protes saat Alka merangkul bahunya, namun protesan itu tidak bisa ia kemukakan karena ia tidak memiliki tenaga untuk protes apalagi menepis tangan Alka, kalau ia menepis tangan Alka dari bahunya ia jamin ia akan jatuh terjerembab.

※※※

Aluna menyeka keringat di dahinya. Matanya menelisik mencari keberadaan Aliandra. Calon kakak iparnya memberi kabar kalau mereka akan tiba di stasiun Bandung jam sebelasan.

"Mana Lun, kok kakak kamu teh nggak ada?" Yuni, sahabat Aluna yang dengan baik hati mengantarkan Aluna ke stasiun kembali bertanya untuk ketiga kalinya saat yang di tunggu tidak kunjung terlihat batang hidungnya.

Aliandra | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang