part 4

5.6K 330 5
                                    

Kulihat pantulan diriku di cermin. Setelah di diagnosis menderita kanker rahim stadium akhir,  rasanya dunia ku berhenti seketika. Kanker rahim yang ku derita akan menyita waktu ku bersama Bastian. Aku mencoba menyembunyikan penyakit ku yang baru 6 bulan ini ku ketahui saat cek kesuburan.

Bahkan orang tua ku dan kak Valdo pun belum ada yang tau. Aku bingung harus bagaimana menyampaikan nya, aku takut.. Sangat takut. Maka dari itu aku lari dan menganggap penyakit itu tidak pernah ada dan menganggap aku baik-baik saja.

Tapi saat memikirkan kemungkinan - kemungkinan yang akan terjadi kedepannya, aku akhirnya memutuskan menyuruh Bastian untuk menikah lagi. Aku ingin Bastian tidak terlalu larut bersedih atas kepergian ku nanti jikalau hal yang ku takuti terjadi. aku ingin ada seseorang yang akan selalu disamping Bastian menggantikan ku.

Setidak nya sekarang ada Nava yang dapat mengalihkan fokus Bastian dari ku dan itu adalah keuntungan ku untuk menjauh dan menghilang perlahan-lahan.

Rasanya aku ingin kembali ke masa lalu. Selalu bersama Bastian. Dia selalu ada disampingku setiap saat. Walaupun dia gak peka tapi dia tetap membuatku istimewa. Akan kuceritakan ke kalian, Bastian kecil yang begitu aku sayangi.

****
2011

Pagi yang sama hari yang sama aktivitas yang sama dan orang yang sama hanya tanggal nya yang berbeda. Kebiasan tidur ku yang kayak kebo membuatku selalu tidak bisa sarapan tiap paginya.

"Berangkat dulu mah pah ka Val!!" ucapku seraya lari meninggalkan ruang makan setelah mengambil apel.

"Cepaat keboo!!!!" teriak Bastian sudah nangkring dengan sepeda nya di depan rumahku.

Sudah menjadi rutinitas Bastian menunggu ku setiap berangkat maupun pulang sekolah. Kami selalu berangkat bersama. Bukan aku yang menyuruh nya untuk mengantar ku pulang pergi sekolah dengan sepeda nya. Entahlah dia hanya melakukannya dengan kemauan dia sendiri. 'Karna searah' itulah jawaban nya ketika kutanya mengapa dia mau jemput antar ku kesekolah.

Ya rumah kami searah, rumah nya hanya berjarak sekitar 3 rumah dari rumahku. Jadi setiap dia pulang atau pun pergi dia pasti akan melewati rumahku. Setelah perkenalan kami di ospek dulu, sekarang kami jadi sohib.

"Iyee sabar napa neng.." ucapku seraya lari menuju boncengan sepeda nya.

Dulu sepeda nya tidak ada boncengan nya, karna ini sepeda khusus cowok dan aku pasti berdiri di belakang nya, tapi saat aku kecelakaan dulu dan tidak memungkin kan untuk berdiri lama-lama, akhirnya dia memasang boncengan di sepeda nya. Padahal aku tidak memintanya bahkan aku juga bilang untuk tidak usah menjemput atau mengantar ku lagi karna aku akan di antar oleh abang. Tapi keesokan nya dia datang dengan boncengan bahkan ada bantal nya. Lucu. Bahkan sampai kaki ku sembuh pun dia tetap tidak melepas boncengan nya.

"Hampir aja telat gara-gara lo.." ucapnya kesal saat kami parkir sepeda.

"Ya udah lo berangkat duluan aja gak papa.." ucapku sewot. Dia hanya diam disampingku. Kami pun masuk kelas.

Seperti biasa aku selalu tidur saat pelajaran berlangsung. Bastian yang super duper rajin selalu meminjamkan catatan nya buat ku. Kami selalu duduk sebangku dari kelas satu sampe lulus.

Kuperhatikan wajah serius Bastian saat menulis. Ganteng. Aku diam-diam memendam rasa kepada Bastian tapi, kurasa Bastian tidak mempunyai rasa lebih terhadapku selain rasa sayang kepada teman. Dia pernah bilang kepada ku kalau ada anak kelas sebelah yang dia taksir. Nama nya Renny, anaknya pintar, rajin, cantik, putih, sopan, wakil osis dan tentu saja ketua osis kami adalah Bastian.

When Would It Be [TAMAT]Where stories live. Discover now