13 : Hanya 1 Pekan

6K 485 10
                                    

Ketika doa sudah saling berpagut.
Usahlah bibir saling sebut.
Maka dua hati pasti akan dibuatNya terpaut.
-Orion-

***

Zaky POV

"Sebentar ya Ahmad, biar Om hubungi Ayi. Kayaknya dia kelupaan, padahal tadi Om sudah berpesan untuk pulang sebelum Ashar."

Duh, nyaliku saat ini hanya cukup untuk mengangguk. Tenaga dalamku belum saatnya tersalurkan. Lebih tepatnya, aku hanya berusaha beradaptasi dengan kegugupanku. Disinilah kenapa aku memilih datang lebih awal dari rencanaku sebelumnya. Mengajak keluarga tentu mengharuskanku menyiapkan tenaga dalam (baca: nyali) berlebih. Apalagi sepanjang jalan mbak Vira dan Mama berulang kali berucap syukur aku meminang mantu idaman mereka. Kata-kata mereka laksana beban yang mengharuskanku untuk tidak mengenal kata 'payah'.

Hal yang paling kusyukuri adalah, Bang Rudi yang juga ikut mengawal. Kata-kata beliau selalu ampuh mengatasi kegugupanku, terlebih karena beliau sendiri telah berpengalaman ketika meminang mbakku satu-satunya.

Kulirik om Irfan yang tengah sibuk dengan ponsel yang menempel ditelinganya.

"Hallo. Iya, Wa'alaykumussalam. Kok belum pulang, Mbak? Nggak lupa pesan Ayah kan?" Serbu om Irfan segera.

"..... "

Mata om Irfan membulat kaget. Aku hanya bisa mengernyit menebak-nebak.

"Innalillah! Terus gimana? Kamu baik-baik aja?"

"......."

Degh!! Tubuhku menegang. Ada apa ini ya Allah....

Kulirik lagi om Irfan. Raut kepanikannya telah sirna. Atau hanya kelihaian beliau menghadapi situasi bahaya?!

Kulirik bang Rudi. Ekspresinya sama penasarannya denganku. Bersyukur sekali lagi, karena setibanya kami tadi para ibu-ibu langsung digiring masuk oleh bundanya Aisy ke ruang tengah.

"Alhamdulillah kalau gitu. Hati-hati, Mbak. Kami tunggu dirumah."

Seperti estafet, seusai om Irfan menghela napas lega, akupun begitu.

"Ada apa, Om?" Fiuh. Berhasil juga ku loloskan rasa penasaranku setelah melihat om Irfan memutus sambungan telponnya.

"Itu. Emmm... Ayi kecelakaan."

"Innalillah. Kecelakaan?" Pekikku.

"Iya, tapi alhamdulillah dia nggak papa. Cuma motornya aja yang rusak. Sekarang dia udah ditaksi, paling bentar lagi sampe."

Lagi. Aku membuang sebongkah kelegaan yang sebelumnya bercokol di tenggorokanku. Terlebih mendengar nada ringan om Irfan ketika menyampainkannya. InsyaAllah Allah menjaganya.

Refleks kupusut dadaku. Yaa Robb, sungguh besar harapku Engkau permudah jalanku. Jangan jadikan ini sebagai penghalang mulusnya jalanku menyempurmakan agamaMu.

Kurasakan sebuah tepukan mendarat di pundak kiriku. Oh, mas Rudi yang melakukannya. Ia pasti dapat menakar keterkejutan sekaligus kelegaanku.

***

Aisy POV

"Alhamdulillah kalau gitu. Hati-hati, Mbak. Kami tunggu dirumah."

LOVE GUIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang