5 : Pantai

7.2K 505 8
                                    

Apakah sama..
Birunya langit dengan lautan?
Kalau ya, kenapa mereka tak bersatu saja? Tanya Pasir.
Tidak!! Karena masih ada aku, yang akan pertegas beda mereka, ujar Angin.

***

"Ehm..." Zaky berdehem. Memecahkan obrolanku bersama bu Ayla. "Bundaran didepan itu kita belok mana ya mbak Aisy?"

Aku terkesiap. Wah iya. Sudah di bundaran pertama. Aku memajukan posisi duduk. Menyandar pada kursi depan. "Emm. Yang ini ambil kiri..."

Wusss. Mobil melaju lagi. Tak sampai 10 menit. "Melambat, akh. Di bundaran depan ambil kanan, lalu disana...." tunjukku pada bundaran yg selanjutnya "... ambil kiri." Hmmm, tinggal 1 bundaran lagi.

"Itu... bundaran lagi ya?" Tanya Zaky. Ekspresinya seolah menyiratkan 'Haaah? Lagi?'.

Hihi. Orang yang baru ke kota kecil ini pasti bakal kesasar deh kalo gini caranya. Maklum, tata kota Pelaihari yang ditempuh satu jam dari Banjarmasin, memang unik. Bundaran pertama tadi ibarat pintu masuk, deretan hotel, distro, cafe sampai warung-warung makan. Bundaran kedua sampai ketiga, berderet dinas dinas sampai sekolah. Bundaran ketiga sampai ke empat yang saat ini kami lewati terpampang hutan kota, taman kota tempat mangkal muda mudi Pelaihari dan Rumah Sakit plus Palang Merah.

"Ke kanan, akh." Toyota Alpard yang kami naiki berbelok. Melewati pasar, terminal dan polres. "Selanjutnya lurus aja ikutin jalan besar...."

Aku kembali bersandar di kursi.

"Waaah. Kalo nggak ada kamu bisa-bisa kami cuma muter-muter kota nih, Yi." Tak ku sangka kak Vira juga ikut fokus ke jalan. Nggak heran lah dengan komentar mbak Vira, karena memang, bila setiap bundaran tadi dianggap sebuah titik. Maka bila dihubungkaan akan membentuk sebuh persegi. Jadi kami seperti mengitari sebuah persegi raksasa. Hihihi.

"Iya ya... dulu saya pernah ke pantai juga loh mbak Aisy. Tapi sepertinya jalannya lurus-lurus aja. Nggak muter-muter kayak hari ini. Apa Karena ada jalan yang diperbaiki itu ya?" Zaky menambahkan. Aku sebenarnya agak aneh dipanggil 'Mbak' olehnya. Yang kutaksir usianya lebih tua beberapa tahun dariku. Tapi biarlah.

"Iya. Karena ada perbaikan di dekat bundaran pertama. Makanya kita harus muter dulu. Normalnya sih dari bundaran pertama tadi ambil lurus aja bisa langsung tembus ke jalan ini."

"Wah. Seru ya... tapi kalo nggak gitu. Nggak bisa kenal Ayi ya..."

Eh? Aku tergelak mendengar suara bu Ayla. Oke. Nyengir sajalah. "Hehe... iya, Bu."

Deg! Suara apa ini? Jantungku kah?
Laa haula wa laa quwwata illa billah.

***

Aisy POV

"Ayi disini aja ya, Mbak. Udah bosen liat pantai," elakku pada mbak Vira yang mulai beranjak berdiri lagi. Padahal itu hanya salah satu alasanku saja, alasan utamanya karena kaki-kakiku sudah kelewat lelah setelah menemani mbak mbak Vira dan bu Ayla keliling pasar untuk nyari oleh-oleh khas pantai Takisung.

Dan lagi, mumpung tenda yang kami sewa sedang sepi. Sepertinya Zaky dan suami mbak Vira pun sudah lebih dulu menjelajahi pantai.

"Nggak papa nih kami tinggal sendirian?" Mbak Vira memastikan.

"Aqila juga disini aja ya, Mi. Sama tante Ayi?"

Keningku dan kening mbak Vira sama-sama terangkat mendengar rengekan Aqila.

"Loh, kemarin bilangnya Aqila mau bikin benteng pasir?" Bujuk mbak Vira sembari berjongkok mensejajari tinggi putri kecilnya.

Aqila menggeleng yakin. "Nggak ah, Mi..Qila capek dari tadi muter-muter pasar." Kekeuh sekaligus menggemaskan, itulah tingkah Aqila.

LOVE GUIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang