Day 4 - Flashback

1.6K 168 6
                                    

Park Nara

"Kembalikan handphoneku, Mark!"

"Cobalah kalau kau bisa," Mark kemudian menaikkan tangannya setinggi-tinggi mungkin, mencoba menjauhkan handphoneku dari jangkauanku.

"Ya! Teligaku! Sakit ow-aduh, astaga kau ini sadis sekali, Nara!" aku menarik telinga Mark agar mau memberikan handphoneku.

"Ada apa ini?"

"Jaebum! Mark mengambil handphoneku!" laporku kepada Jaebum yang entah dari mana saja.

"Betulkah? Ya sudah, kalau begitu- LARI MARK!" aku berbalik dan tidak menemukan Mark dimana pun.

Aku menghela nafas berat, "Tunggu saja pembalasanku, Jaebum." ucapku mendapat juluran lidah dari Jaebum.

--

"Jadi, untuk tugas akhir semester, kalian sudah siap?" tanya Mr.Kim memandangi wajah kami satu per satu. Kami mengangguk.

"Oke, jadi siapkan tugas kalian dengan baik dan saya tunggu penampilan kalian hari Sabtu nanti. Kalian bisa istirahat." ucap Mr.Kim membuatku sigap membereskan barang-barangku dan berjalan ke ruangan auditorium.

Siang ini, aku dan teman-temanku akan latihan di auditorium untuk acara pentas seni sekolah kami. Dan pentas seni ini kami diberikan tugas oleh Mr.Kim untuk menampilkan satu bakat kami dan menjadikan tugas itu sebagai nilai akhir semester.

Suaraku yang tidak terlalu serak dan tidak terlalu melengking ini membuatku sedikit mudah untuk bernyanyi. Suaraku cukup standart untuk golongan suara yang bisa bernyanyi. Tapi jangan bandingkan suaraku dengan suara milik Youngjae yang sangat sangat merdu itu.

"Nara! Jangan melamun terus, cepat mainkan pianonya." aku nyaris saja membenturkan kepalaku di tuts piano karena terkejut.

Aku memandang Nayeon kesal, "Kepalaku hampir saja menjadi tuts piano karena teriakanmu." Nayeon hanya tersenyum lebar.

Setelah latihan beberapa jam, kami akhirnya memutuskan untuk melanjutkan latihan besok. Lagipula bel sekolah telah berbunyi, pelajaran akan dimulai lima belas menit lagi.

"Kalian duluan saja, aku harus ke toilet." ucapku memandang teman-temanku. Mereka mengangguk dan meninggalkanku di koridor.

"Ayolah, Mark! Jangan anggap aku tidak tahu tentang perasaanmu itu," aku berhenti berjalan. "Kau menyukai Nara, kan?"

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Kemudian aku mendekat ke sumber suara itu. Di sana terlihat Jaebum dan Mark sedang berbicara serius. Dan aku menyembunyikan diriku di antara loker siswa.

"Jaebum, memangnya kau mau apa? Kalau kau tahu perasaanku, kau mau memberitahu Nara?" suara Mark terdengar datar.

"Kau mau tahu satu fakta, Mark? Aku memiliki perasaan yang kau miliki, aku menyukai Nara juga." ucap Jaebum membuatku membulatkan mataku.

"Kau serius?"

"Aku serius." suara Jaebum terdengar hingga ke tempat persembunyianku.

"Jaebum, aku akan menyera-"

"Bagaimana kalau kita buat taruhan?" tanya Jaebum membuatku terkejut. Taruhan?

"Yang bisa mengajak Nara menjadi pasangan di pentas seni nanti, ia akan menang dan bisa mendekati Nara. Dan yang kalah harus merelakan Nara menjadi milik si pemenang." aku merasakan hatiku sangat sakit mendengar Jaebum mengatakan hal itu.

"Kau mau menjadikan Nara taruhan?!" teriak Mark kesal.

Aku menghela nafas berat, dan sialnya karena tidak bisa mengontrol emosiku, aku menendang loker dan mereka berdua berhenti berbicara dan melihat ke arahku. Aku berlari ke arah toilet dan mengurung diriku di salah satu bilik.

Percaya atau tidak, ini pertama kalinya aku merasakan sakit hati karena dijadikan bahan taruhan. Jika saja mereka bukan sahabatku, mungkin hatiku tidak sesakit ini, tapi mereka berdua bahkan telah mengenalku dari dulu, dari kami kecil.

--

"Ya! Nara! Kau dari mana saja? Ini pertama kalinya kau membolos pelaja-KAU MENANGIS?!" teriakan Hyejin terdengar di telingaku.

"Siapa orang yang membuatmu menangis? Beritahu aku, aku akan menghajarnya dan memberikannya kenang-kenangan di wajahnya itu!" ucap Hyejin heboh membuat seisi kelasku menjadi diam dan memandangi kami.

"Sudahlah, Hyejin. Sepulang sekolah aku akan menceritakanmu semuanya." ucapku membuat Hyejin mengangguk dan mengajakku membeli es krim agar pikiranku tenang.

--

Hyejin, yang bernotabene sebagai sahabatku merasa kesal dengan ucapan Jaebum. Ia bahkan mengoceh panjang lebar tentang buruknya menjadikan perempuan sebagai bahan taruhan.

Kalian tahu? Perlahan-lahan aku menjauhkan diriku dari got7. Yugyeom dan yang lainnya bahkan sering mengajakku ke kantin bersama tapi aku menolaknya. Hyejin yang mengetahui semuanya kubiarkan merahasiakan hal ini.

Dan hari ini, Jaebum benar-benar gila! Ia mengikutiku kemana saja, dan sialnya lagi, hari ini Hyejin tidak ke sekolah akibat mengikuti lomba di sekolah lain. Demi tuhan, aku tidak suka diikuti layaknya buronan seperti ini.

Aku berhenti berjalan dan berbalik menghadap Jaebum. "Apa maumu, hah?!"

"Nara, kenapa kau terus-menerus menghindari kami?" tanya Jaebum to the point.

"Pikir saja sendiri." ucapku datar dan melanjutkan jalanku ke rumah.

"Kami membuatmu marah? Ayolah Nara, jangan bersikap kekanak-kanakan-"

"Kekanak-kanakan? Ya, Im Jaebum! Kau sendiri apa kalau bukan kekanak-kanakan? Menjadikanku bahan taruhan? Kau pikir kau sudah berpikiran dewasa dengan taruhan? Sayangnya sebelum kau dan Mark melaksanakan rencana jahatmu itu, aku lebih dulu mengetahuinya.

Astaga, aku, kau, dan Mark adalah sahabat dari kecil dan kalian malah menjadikanku korban taruhanmu? Demi tuhan, Jaebum, pergilah dari hadapanku. Kau bukanlah Jaebum yang aku kenal." aku mengatur nafasku setelah berbicara panjang lebar di hadapan Jaebum. Aku berbalik dan benar-benar meninggalkan Jaebum yang mematung di hadapanku

"Semua orang akan mengalami perubahan," aku berhenti berjalan namun tetap membelakangi Jaebum. "Aku bukanlah Jaebum yang dulu kau kenal."

--

Sebulan kemudian got7 meninggalkan sekolah karena jadwal padat mereka sebagai idol dan untuk pertama kalinya, aku merasa senang karena mereka tidak lagi menggangguku hanya karena ingin meminta maaf.

××

18 April 2016,

Hello!

Chapter ini hanyalah alasan kenapa Nara gak suka sama got7. Dan itu semua kejadian di masa lalu.

Sweater ‖ Mark TuanWhere stories live. Discover now