Part 1 - Learning to Accept

10.2K 508 24
                                    

*D-2555 before the accident*

Sinar matahari mulai masuk kecelah-celah jendela berlapis tirai putih kamar Ella yang masih tertutup rapat. Belum ada delapan jam, waktu normal Ella tidur tapi kini gadis itu sudah kembali membuka matanya.

Sambil melirik sekilas ke arah jam dinding yang kini menunjukkan angka jam enam pagi, Ella mulai bangun dari tidurnya dan duduk menghadap cermin yang kebetulan tepat beraada dihadapan kasurnya.

"Look at you!" gerutu Ella saat melihat dirinya dicermin. Wajah kusam, mascara luntur, sisa lipstick masih terlihat, bahkan gaun pestanya semalam masih tersemat ditubuhnya.

Pestanya baik-baik saja memang, namun berita yang diperoleh Ella disana yang membuatnya menjadi seperti saat ini. Kakaknya mengatakan bahwa mereka saudara kandung, dan kini Ella tidak tau harus mulai bertanya pada siapa.

Setelah puas memandang masa 'kejatuhannya', kini Ella beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia bahkan tidak repot untuk menyetel air sesuai suhu yang dinginkannya, karena saat ini yang diinginkan Ella hanya mandi dengan air dingin untuk menjernihkan kepalanya yang penuh dengan prasangka.

Jam kini sudah menunjukkan pukul tujuh saat Ella keluar kamar dan tidak mendapati satu pun bagian keluarganya yang berada dimeja makan. Apa sekarang waktu sarapan juga berubah, pikirnya. Namun tentu saja tidak ada seorang pun yang bisa ditanyai untuk memberikan jawaban.

"Non Ella..." sapa Tedjo, pelayan paling setia yang dimiliki keluarga Wijaya.

"Iya, Paman?" Ella menoleh dan mendapati Tedjo membawa sebuah nampan berisi susu putih dan roti gandum, sarapan miliknya.

"Kenapa dikasih nampan, Paman? Aku kan mau makan dimeja makan. Yang lain kemana?" Ella akhirnya menyerukan kebingungannya pada Tedjo yang kini terlihat ikut bertanya-tanya.

"Non Ella lupa?"

"Lupa apa?" kini gadis itu semakin bingung.

"Tuan pagi ini ada rapat di kantor, baru saja berangkat. Biasa non, takut macet. Sudah sarapan lebih awal, ditemani Nyonya. Kalau non Kyra, masih di kamar. Kan non Ella tau sendiri non Kyra jarang sarapan." Tedjo menatap Ella dengan pandangan yang tidak bisa gadis itu artikan, dan itu membuat Ella semakin penasaran.

"Kenapa Paman?"

"Non Ella sehat?" Ella memutuskan mengambil nampan dari tangan Tedjo, tidak tega melihat pria paruh baya itu membawa nampan untuknya lebih lama lagi.

"Sejujurnya tidak, ada apa Paman? Ceritakan apa yang mengganggu Paman." Ella kini berjalan ke meja makan dan menaruh nampannya, kemudian dirinya menarik kursi dihadapannya untuk duduk dan mulai menikmati sarapan yang sudah disiapkan Tedjo tadi.

"Non Ella kemarin malam pulang dengan kondisi kacau. Untung saja Tuan dan nyonya sedang berada di dalam kamar, saya tidak tau apa yang terjadi bila Tuan melihat non Ella kemarin malam. Ada apa non? Kalau boleh saya tau, biasanya non Ella tidak pernah seperti itu." Tedjo masih berdiri saat mengatakan kekhawatirannya, namun tidak lama berselang pria itu sudah duduk disebelah Ella karena tatapan Ella yang memintanya duduk.

"Jadi, kemarin itu... aku keracunan makanan Paman. Makanan hotel terlihat menggiurkan, lalu aku coba makan. Ternyata ada udang disalah satu makanannya. Aku tidak sadar, lalu aku muntah. Yang lebih parahnya paman, teman Kak Danu malah memarahiku bukannya membantuku mengatasi alergiku. Jadi aku kesal, aku menangis, lalu aku mengantuk jadi aku pesan kamar dulu sebentar. Lagipula acaranya belum selesai, jadi aku menghilang dulu sebentar. Saat aku bangun ternyata sudah malam, lalu aku buru-buru pulang tanpa mempedulikan penampilanku. Maaf ya Paman membuatmu khawatir." Ella memasang wajah semenderita mungkin untuk menarik simpati Tedjo, dan seperti dugaannya kini pamannya itu sudah mengangguk-angguk tanda paham tanpa ada kecurigaan lebih lanjut tentang kebohongan yang dikarangnya.

Cinderella's BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang