EPILOG

1.6K 85 30
                                    

Dear, Aby Rahardika.

Selamat siang, Aby. Bagaimana kabarmu semenjak kita tidak lagi pernah bertegur sapa? Apa kamu baik-baik saja?

Bodohnya aku, karena aku selalu berharap kamu akan merindukanku. Karena pada kenyataannya, mungkin kamu tidak pernah mengingatku seperti aku mengingat kamu. Benar begitu kan, By?

Hai, Aby. Kapan kamu akan pergi ke Jerman? Secepatnya kan? Asal kamu tau, By, aku tidak siap kehilangan kamu.

Namun siapa aku? Aku sama sekali tidak memiliki hak untuk melarangmu melakukan ini itu. Aku mengerti, yang pernah dipertemukan juga akan dipisahkan pada akhirnya. Namun, apa aku siap menghadapi perpisahan kita?

Aku pergi lebih dulu, By...

Selamat tinggal, atau mungkin, sampai jumpa?

Aku tidak tau apakah kita akan dipertemukan lagi atau tidak, namun aku selalu berdoa akan hadirnya hari itu, hari di mana aku akan berjumpa lagi denganmu. Namun rasanya tidak mungkin. Kalimat 'kita tidak akan berjumpa lagi' selalu terngiang di otakku, By.

Akan datang kiranya masa di mana aku akan mengingatmu sebagai orang yang berarti dalam hidupku, karena dapat memberi aku makna diistimewakan sebagai seorang perempuan.

Apa kamu tau, By? Sebelumnya, tidak ada yang memperlakukan aku se-istimewa ini selain kamu.

Saat aku percaya bahwa kita memang dipertemukan untuk dipersatukan untuk mengobati luka-lukaku di masa lalu, mengapa di saat itu juga takdir malah berjalan sebaliknya?

Kamu akan pergi, meninggalkan aku dengan rasa yang sepihak ini.

Tapi tenang, By, aku akan lebih dulu pergi. Menghapus bayang-bayangmu, menghapus kenangan yang kami buat di sini, di kota ini, menghapus semua perasaan yang seharusnya tidak tumbuh ini.

Entah sejak kapan, By, aku merasa bahwa aku menyayangimu.

Namun selalu, selalu, dan selalu, setiap aku menyayangi seseorang, aku mengakhirinya dengan melukai diriku sendiri.

Kamu datang tanpa permisi, masuk ke dalam hidupku dengan begitu mudahnya, lalu mengambil hatiku kemudian membuatnya hancur.

Ini kamu yang memberi harapan, atau aku yang terlalu berharap?

Mungkin saja, aku yang terlalu berharap.

Hanya saja, aku baru sadar aku menulis surat ini menggunakan aku-kamu, bukan lo-gue. Sudahlah, ini bukan hal yang besar.

Aku terlalu berharap dapat bersanding dengan kamu, menjadi orang yang kamu lihat pertama kali saat kamu membuka mata di pagi hari. Namun harapan tetaplah harapan.

Aku bodoh, karena berani-beraninya menanamkan sebuah harapan di atas ketidakpastian.

Tenang, tidak perlu menjauh, aku tau bagaimana caranya berjalan mundur.

Dari yang menyayangimu,

Keira.

False HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang