5 - Matchmaking

294 20 6
                                    

Seminggu berlalu sejak kejadian itu, Angel masih tidak mau berbicara denganku, ia selalu menghindari pertemuan denganku.

'To: Angel

Ngel, gue mau ngomong sesuatu sama lo. Plis. Gue mohon. Sekali ini aja. Setelah itu lo boleh deh benci gue, gamau ketemu gue lagi, jauhin gue, apapun itu deh. Terserah lo. Gue cuma minta 1 kesempatan buat ngobrol sama lo Ngel. Plis. Lo dateng ya ke cafe tempat biasa kita nongkrong. Jam 7. Gue tungguin.'

Entah mengapa hatiku sakit sekali. Aku belum pernah mendapat teman. Masa sekolahku, tidak seindah kata orang banyak. Begitu mendapatkan seorang sahabat yang peduli denganku, seperti Angel, aku sangat senang. Aku berterima kasih sekali.

Teman-teman sekolahku hanya memandang harta, status, dan kepintaran. Dan aku, tidak memiliki semua itu. Aku sadar aku tidak sepintar mereka, tapi aku yakin, aku lebih cerdas daripada mereka. Hanya orang bodoh yang memandang orang dari harta dan status.

-

"Gue emg bodoh! Ngapain sih gue pake batalin rencana sama Angel trs nemuin San?! Bego! Bego!" Aku memukul kepalaku pelan, kesal dengan diri sendiri.

"Gara-gara lo sih! Dasar! Orang gila!" Aku memandang ke arah layar ponselku, sambil memarahi pesan dari San seminggu yang lalu.

Tak lama kemudian, seorang gadis melewati tempat dudukku. Ia duduk di depanku dengan wajah cuek tanpa menatapku sedikitpun.

"ANGEL?! LO BENERAN MAU DATENG?! MAKASIH NGELL MAKASIHHH BANGET LO UDAH MAU DATENG. LO UDAH DATENG SEKARANG AJA GUE BERSYUKUR BANGET NGEL!" teriakku membuat orang-orang di sekitarku memandangku dengan tatapan aneh.

"Udah, berisik banget sih lo, cepet ngomong apaan? Gue gak punya banyak waktu," ujar Angel cuek sambil terus menatap ke jendela tanpa melihat ke arahku.

"Ngel, lo harus tau, kejadian yang lo liat seminggu yang lalu itu salah paham! Gue ... gue gak ada apa-apa kok sama San, gue nolak dia, karna gue tau lo itu sangat mencintai San. Gue ... jujur, gue kenal San udah sejak beberapa minggu lalu."

"Bohong. Udah cukup sakit hati gue ditusuk sama sahabat gue sendiri."

"Tapi Ngel ... gue itu sama sekali gak nusuk lo. Gue ngelakuin itu demi lo. Gue sama sekali gak suka sama San, gue cuma mau liat lo bahagia sama San, tapi...," Aku memelankan suaraku sambal memalingkan wajah, "gue gak ngerti juga kenapa San bisa kayak gitu sama gue." Angel menatapku dengan sinis.

"Ehh mm ... tapi lo percaya kan sama gue?" tanyaku, mengangkat alis.

Angel tidak menjawabku. Ia kembali memalingkan wajahnya.

"Lo ... lo boleh liat semua sms gue deh Ngel, asalkan lo mau maafin gue." Tanganku merogoh ponselku yang terletak di dalam tas merahku, lalu menaruh di atas meja.

Angel melihat ponselku di depannya. Ia menatapku sekilas, kemudian mengambil ponselku.

Aku sama sekali tidak takut Angel membaca pesanku, karena memang aku tidak ada hubungan apa-apa dengan San. Sejak saat momen penembakan itupun, San berkali-kali menelepon dan mengirim pesan padaku, tapi tidak kutanggapi.

"Hm ... ok, Gue maafin, tapi plis, lo janji sama gue, lo gak akan nemuin San diem-diem lagi, lo harus bilang ke gue, karna gimanapun juga, San itu pacar gue." Angel mengembalikan ponselku.

"Iya Ngel! Gue janji, kita baikan sekarang?!" seruku bahagia, sambil mengacungkan jari kelingkingku, yang dibalas Angel dengan melingkarkan jari kelingkingnya dengan jariku.

Esoknya, San kembali mengirimiku pesan. Kali ini, aku membiarkan Angel juga ikut membaca pesan itu.

'From: San

Under The SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang