Rein.

2K 84 5
                                    

Sudah seminggu aku bersekolah sebagai murid SMA. Hari-hariku berjalan dengan lancar. Aku masuk di kelas unggulan. Meskipun kelasku dan kelas para sahabatku terpisah-pisah, tapi kami selalu berkumpul bersama di kantin saat istirahat.

Seperti saat ini. Aku dan para sahabatku sedang duduk bersama di kantin. Mereka sedang bercerita tentang apalah itu. Aku nggak peduli, sedari tadi mataku nggak pernah lepas dari seseorang yang sedang duduk bersama sahabatnya di sudut lain kantin. Senyumnya selalu bisa mengalihkan duniaku.

Rein Adelson Parker namanya. Jangan tanya aku tau dari mana namanya, aku stalk dia sih sebenarnya. Hehe.

Pria dengan perawakan tinggi, kulit sawo matang, dan mempunyai senyum yang manis. Sayang dia sangat jutek denganku. Aku juga nggak tau apa penyebabnya. Mungkin karna aku yang selalu bertingkah aneh dan ceroboh di depannya? Mungkin ya.

Aku tersenyum lembut sambil melihatnya yang sedang tertawa. Tanpa aku sadar sedari tadi para sahabatku memperhatikanku.

"Liatin aja terus sampe patrick jadi insinyur!"

Bruk!

"Gue suka sama Rein!"

Anjir.

ANJIR!

APA YANG AKU KATAKAN?!

Berkat teriakanku yang, ugh! Harus kuakui cukup keras, kini semua orang menatap aneh ke arahku, plus dia. Dan parahnya para sahabatku malah menertawakan kecerobohanku.

Aku segera kembali ke posisi awalku-duduk-lalu segera menelungkupkan kepalaku di antara kedua lipatan tanganku.

Perlahan bisik-bisik tetangga mulai terdengar di telingaku. Nggak bisa aku bayangin semerah apa mukaku sekarang ini. Parah Ayi parah.

"Ayi.. Ayi.. Lo nggak papa kan?" ujar Nana sambil menarik-narik anak rambutku yang keluar dari ikatannya.

"Nggak, Emang kenapa?"

"Muka lo udah kayak tomat busuk soalnya."

What the-

Teman macam apa mereka ini?!

"Tai ya kamu~" ucapku sambil tersenyum-sok-manis, Nana hanya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V sambil nyengir gaje.

"Lo lucu ya Ayi.. Kerjaannya ngeliatin dari jauh mulu. Di embat orang mati lo." Ucapan Amy membuat hatiku tersentil. Nyelekit cuy.

"Terus, gue musti ngapain?" tanyaku lirih. Jujur saja. Aku sangat ingin dekat dengan dia. But, dia terlalu susah untuk di gapai. Sangat jauh.

"Gimana kalau lo pura-pura nabrak dia. Terus lo minta maaf, basa basi dikit terus kenalan deh!" saran Winiy. Sebenarnya, ini agak freak yah. Tapi.. Boleh juga.

"Ntar gue coba deh." ujarku lalu kembali sibuk dengan makananku.

*
Kini aku sedang berjalan sendirian ke perpustakaan. Aku di suruh mengambil buku cetak yang kurang di kelas. Inilah konsekuensinya jika menjadi sekertaris. Apa-apa pasti aku yang di suruh.

Saat sedang berjalan, dari arah berlawanan aku melihat Rein sedang berjalan sambil menunuduk memainkan Hpnya.

Seketikan perkataan Winiy terngiang kembali di kepalaku.

Ini saatnya menjalankan rencana Winiy di kantin tadi!

Aku segera mengambil Hpku dari sakuku lalu berjalan seakan-akan aku juga sedang bermain Hp.

Dengan sengaja aku menyenggol kan bahuku ke bahu Rein. Ku lihat dia terlonjak kaget, akupun juga memasang tampang kaget.

"Jalan pake mata dong!"

"Loh? Bukannya jalan pake kaki yah?"

Lah?

Apa yang ku ucapkan?

Ayi bego!!! Kenapa aku selalu terlihat aneh di depan Rein?!

"Ckckck! Bego emang lo!" Ucapan Rein ku benarkan dalam hati. Aku memang bego, apalagi kalau di depan Rein. Tai lah.

Saat dia ingin kembali melanjutkan langkahnya, aku segera mencekal pergelangan tangannya

"Eh..eh.. Mau ke mana?" tanyaku.

Rein menghempaskan cekalan tanganku dengan kasar "Mau ke kelas lah! Mau kemana lagi emangnya?!" ketusnya sambil menatap tajam ke arahku.

Aku menghela nafas pelan, berusaha menampilkan senyum lembut, meskipun aku yakin pada akhirnya yang terlihat adalah senyum bodoh.

"Kita belum kenalan. Gue Ainun tapi panggil Ayi aja. Lo?" ujarku seakan-akan belum mengenalnya, padahal mah... Hihihi.

Rein mendengus sebal. "Rein. Rein Adelson Parker." ujarnya ketus lalu segera berlalu dari hadapanku. Meninggalkan aku dengan senyum bodoh di wajahku juga jantungku yang serasa sedang maraton.

Setelah terdiam beberapa saat di koridor sepi ini, aku kembali melanjutkan langkahku masih dengan senyum bodoh di bibir tipisku.

*

Kini aku sedang berada di kamarku bersama Rara. Kami hanya berdua. Aku ingin curhat kepadanya, aku lebih suka curhat ke Rara ketimbang anak-anak yang lain. Meskipun Ara adalah orang yang paling enak di ajak curhat, tapi, Ara dan yang lain mah ember mulutnya. Kalau Rara enggak, dia pasti bisa jaga rahasia.

"Ra.. Lo tau kan gue suka sama si Rein." Ucap ku memulai percakapan. Rara malah tersenyum geli.

"Tau kok tau.. Satu kantin juga tau."
Ucapan Rara membuatku mendengus sebal. Kenapa dia harus mengungkit hal memalukan itu lagi sih? Bahkan sampai sekarang aku masih merasa malu.

"Lo mah Ra! Nggak usah di ungkit lagi deh! Kan malu gue jadinya!"
Ucapku sambil mencebikkan bibirku kesal.

"Iya deh iya. Abisnya lo tegang amat sih. Apa yang mau lo curhatin?" Ucap Rara to the point.

"Tadi siang di sekolah gue lakuin rencananya Winiy." ucapanku membuat Rara tercengang.

Emang ada yang salah ya?

"Lo lakuin rencana Winiy?! Rencana abal-abalannya Winiy?!"
Rara berteriak histeris. Hm, tumben dia histeris, biasanya calm-calm aja kok.

"Iya.. Ehh tapi berhasil loh!" Seruku antusias.

"Berhasil gimana?"

"Karna rencana Winiy, gue jadi bicara sama Rein dan kita juga kenalan!" ujarku sambil nyengir lebar.

Rara membulatkan matanya nggak percaya."Serius? Serius? Dia nggak jutek lagi sama lo?"

"Masih jutek sih. Bahkan gue tadi di bentak. Dia juga sebutin namanya karna gue yang nanya. Kalau gue nggak nanya, mungkin dia nggak bakal sebutin."

Rara menghela nafas kasar, "Yahh.. Gue kira dia udah bae sama lo."

"Gue juga harapnya gitu. Liat aja! Gue pasti bisa bikin dia luluh sama gue!" Ucapku serius.

"Gue doa'in aja deh, semoga si Rein-Rein itu bisa cepet-cepet luluh sama lo." ucapan Rara membuat hatiku menghangat, sahabat memang selalu bisa di andalkan.

*

Malam ini aku nggak bisa tidur. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sedari tadi otakku terus memutar kejadian saat Rein menyebutkan namanya. Meskipun dia bersikap jutek dan suka membentakku, tapi aku tetap mencintainya.

Ya,

Cinta.

Aku sudah pernah bilangkan kalau aku mencintainya sejak pertama kali melihatnya?

Kalau belum, sekarang aku sudah memberitahu kalian.

Senyumnya yang manis selalu dapat membuatku ikut tersenyum juga. Bisa-bisa aku gila jika memikirkan nya terus.

Aku merasakan mataku mulai memberat, dan semuanya menggelap.

Aku berharap, aku bisa memikat hati Rein. Seperti dia yang bisa memikat hatiku tanpa sepengetahuannya.

*

Editing = 19 Oktober 2016

Hujan On viuen les histories. Descobreix ara