BAB XIV

4.6K 246 0
                                    

Selama beberapa hari Maria masih mengikuti dan memperhatikan Bu Siska dalam hal mengajar. Ternyata ungkapan don't judge the book by its cover ada benarnya juga. Dari penampilan luar yang terkesan menor dan sombong, ternyata Bu Siska adalah orang yang baik, pengertian, sabar, dan pandai dalam mengajar anak-anak kecil.

Maria belajar banyak dari Bu Siska, bahwa walaupun masih kecil, mereka juga sudah punya sifat dan karakter yang berbeda. Bu Siska juga memberitahu bagaiamana cara menangani siswa tersebut secara khusus. Sebagai sekolah bertaraf internasional, siswa di TK ini cuma sekitar 50 orang. Per kelas hanya berisi 7 orang supaya lebih efektif dalam belajar.

Di sekolah ini pun pembagian antara pelajaran dan permainan cukup imbang. Bahkan segala permainan yang disediakan merupakan permainan edukasi sehingga dalam bermain, anak-anak pun bisa sekalian belajar.

Ada anak yang mencuri perhatian Maria, namanya Brigita. Badannya termasuk kecil dan kurus jika dibandingkan dengan yang lain, dia juga pendiam dan kurang bisa bergaul dengan teman-temannya. Dari segi prestasi dia cukup menonjol, tetapi kurang aktif dan berani di kelas. Melihat Brigita kecil mengingatkan Maria pada dirinya yang dulu.

Berdasar informasi dari Bu Siska, ternyata Brigita adalah seorang anak angkat dari keluarga kaya yang tidak memiliki anak kandung. Kedua orang tua angkatnya memberikan kasih sayang dan perhatian berupa materi yang berlimpah. Tetapi ada saja omongan buruk dari orang tua murid dan beberapa baby sitter di sekolah. Mungkin hal itulah yang membuat Brigita menjadi pendiam dan menarik diri dari lingkungan.

Untung saja dengan bimbingan dari Bu Siska, Brigita sudah mampu bersosialisasi dengan baik. Anak-anak di sini juga diajarkan untuk tidak saling mengejek dan menjelek-jelekkan satu sama lain. Heran juga ya, anak-anak bisa saling menghargai perasan temannya, sedangkan yang lebih dewasa masih sering membicarakan hal buruk tentang orang lain.

Padangan Maria ke Bu Siska sedikit berubah. Tetapi mengenai penampilan Bu Siska, Maria masih tidak bisa berkompromi. Akhirnya, Maria berusaha mengutarakan pendapatnya ke Bu Susi terutama tentang gaya berpakaian dan meke up serta sikapnya yang mendadak centil jika dekat dengan laki-laki. Hal ini pun sudah menjadi bahan gunjingan di sekolah. Sekitar dua minggu ini, hubungan Maria dan Bu Siska sudah agak dekat, layaknya teman bukan sekedar rekan kerja.

Selama sebulan ini Maria juag disibukkan dengan ulah David dan Thomas yang tiba-tiba memberikan perhatian lebih padanya. David yang selalu minta bantuannya untuk hal-hal sepele, dan Thomas yang selalu mengajak Maria untuk makan siang atau makan malam di kafenya. Maria sengaja menghindari mereka berdua karena ingin fokus untuk bekerja dulu. Maka Maria sering menjadikan Bu Si sebagai alasan, misalnya masih harus berdiskusi dengan Bu Siska mengenai siswa atau ada janji jalan-jalan dengan dia. Hal ini juga secara tidak langsung membuat Bu Siska lebih akrab.

"Bu Maria, aku boleh tanya sesuatu nggak. Tapi kamu jangan marah ya," kata Bu Susi saat jam istirahat di kantin.

"Boleh bu, silahkan saja."

"Apa hubunganmu dengan Pak David?" Selama ini tidak ada yang berani bertanya langsung ke Maria apalagi ke David mengenai hal ini.

"Tidak ada yang spesial. Kami hanya teman SMA saja," jawab Maria singkat.

"Ooo gitu. Aku kira kamu itu cewek yang bakalan jadi calon istrinya. Soalnya banyak gosip beredar tentang kamu. Bahkan ada yang bilang kalo kamu pake rayuan maut agar kamu bisa kerja dan menempati posisi wakil direktur," kata Bu Siska dengan terus terang.

Maria cukup terkejut mendengar hal itu. Memang dia sudah menyadari banyak bisik-bisik dan omongan pedas mengenai dirinya, tapi kaget juga rasanya ada yang terus terang memberitahnya. Bu Siska memang orang yang selalu berbicara jujur, apa adanya. Tapi kadang kala memang menyakitkan untuk lawan bicaranya.

RUNAWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang