BAB III

5.8K 337 1
                                    

"Apa urusanmu David. Suka-suka aku mau senyum mau cemberut. Mulut-mulut ku, muka-muka ku," jawab Maria dengan ketus. Entah mengapa di hadapan David hilang sudah sopan santun yang selalu diajarkan oleh orangtuanya.

"Jadi urusanku kalo kamu ada di depanku dan menganggu pemandanganku," kata David sambil meminta dukungan dari Thomas yang ada di sebelahnya.

Maria hanya bisa cemberut dan berjalan cepat sambil menghindari David dan Thomas.

"Kamu lupa apa yang aku bilang tadi pagi? Aku kan bilang urusan kita belum selesai," David dengan kasarnya memegang pergelangan tangan Maria.

"Lepasin tanganku," teriak Maria. "Aku masih banyak urusan," lanjut Maria sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman David.

Secara tiba-tiba David melepaskan tangannya dari Maria dan hampir membuat Maria jatuh. Untung saja keseimbangan Maria cukup bagus dan begitu tahu dirinya lepas dari David, Maria langsung berlari dan menuju ke rumah Bu Tuti. Sementara itu David hanya tersenyum licik melihat kepergian Maria.

"Mulai saat ini, jangan harap hidupmu baik-baik saja Maria. Keberadaanmu mengangguku dan aku akan membuatmu membayarnya," kata David pada dirinya sendiri. "Kamu ikutin Maria, cari tahu apa saja kegiatannya sepulang sekolah, dimana rumahnya, dan informasi keluarganya," perintah David ke Thomas.

"Tadi kamu bilang mau traktir aku makan di kafe depan?" keluh Thomas. David hanya meliriknya dengan pandangan penuh kemarahan. "Oke, siap laksanakan, boss," lanjut Thomas dengan patuh.

*

Setelah merasa agak jauh dari David dan Thomas, Maria tidak berlari lagi karena kehabisan nafas. Dia lanjutkan perhalanannya ke rumah Bu Tuti dengan berjalan cepat. "Bu Tuti, ini uang hasil jualan jajanannya. Lumayan ya hari ini habis semua, banyakin aja porsinya untuk besok Bu," kata Maria sambil menyerahkan uang ke Bu Tuti.

Setelah menghitung uangnya, Bu Tuti mengambil uang 20 ribuan dan menyerahkannya ke Maria. "Ini buat kamu Maria."

"Banyak banget Bu Tuti uangnya," Maria tidak tega menerima uang sebanyak itu. Biasanya dia hanya mendapatkan 10 ribu tiap harinya.

"Tidak apa-apa Maria, hari ini ibu dapat uangnya agak banyak," Bu Tuti sedikit memaksa menyerahkan uang itu ke tangan Maria.

"Terima kasih banyak, Bu. Saya pulang dulu," pamit Maria.

Maria sungguh senang mendapat uang 20 ribu dari Bu Tuti. Akhirnya dia memutuskan untuk membeli ayam goreng tepung saja daripada memasaknya. Lebih mudah dan tinggal makan saja daripada kesusahan untuk memasak. Tentu saja dengan uang 2o ribu tersebut Maria hanya bisa membeli ayam goreng tepung di pinggir jalan bukannya di toko siap saji.

Setelah dari rumah Bu Tuti, Maria melanjutkan perjalanannya menuju ke sebuah rumah yang berada di dekat rusunwa miliknya. Di rumah tersebut itulah Maria menghabiskan sisa waktu setelah pulang sekolah dengan memberi les ke anak-anak SD sampai SMP kurang mampu. Bayarannya cuma sedikit, hanya 100 ribu per bulan. Uang tersebut pun berasal dari donatur karena anak-anak les di tempat itu dengan gratis.

Maria sengaja tidak mau langsung pulang ke rumah karena dia malas sendirian di rumah. Ayahnya baru pulang ke rumah paling cepat jam 6 sore tiap harinya. Sekitar 2 jam Maria menghabiskan waktunya untuk mengajar anak-anak kurang mampu. Bu Yosi pemilik rumah, pengurus sekaligus donatur utama tempat les tersebut dengan senang hati menerima kehadiran Maria sebagai salah satu guru les.

"Maria, sudah jam 5 lebih nih. Anak-anak juga sudah pulang, kamu pulang saja, biar ibu yang beres-beres," ingat Bu Yosi.

"Nggak apa-apa Bu, kalau dikerjain berdua kan cepet selesai beres-beresnya," kata Maria sambil membereskan buku-buku dan meja belajar kecil di ruangan les itu.

"Ini ibu masak ayam goreng tepung kebanyakan. Kamu bawa pulang saja ya," kata Bu Yosi sambil menyerahkan bungkusan ayam goreng ke Maria.

"Bu Yosi tahu aja aku lagi pengin makan ayam goreng tepung. Terima kasih banyak, Bu," canda Maria. Maria sudah lelah untuk menolak pemberian Bu Yosi karena bu Yosi sudah sangat sering membawakan makanan atau jajan untuk Maria dan ayahnya. "Bu, saya pulang dulu ya," pamit Maria.

"Hati-hati di jalan Maria. Salam buat ayahmu juga."

Dengan hati senang Maria menuju ke rumahnya. "Lumayan uang 20 ribu nya bisa disimpan untuk keperluan lainnya," kata Maria dalam hati. Karena sibuk dengan pikirannya sendiri, Maria sama sekali tidak tahu kalau Thomas sudah mengikuti dia sejak dia pulang sekolah.

Sesampainya di rumah, Maria menyiapkan ayam goreng di meja makan. Lalu mandi dan beres-beres rumah. Jam 6 lewat sedikit pintu rumah terbuka dan ayah Maria pulang. Lega rasanya Maria melihat ayahnya sudah sampai di rumah. Pekerjaan ayahnya sebagai tukang ojek membuat Maria was-was akan keselamatan ayahnya.

Sementara itu di luar rusunwa, "Boss, aku laporan lengkap tentang Maria nih. Gimana kalo kita ketemu sekalian makan-makan di kafe depan sekolah," kata Thomas dengan senyum cerianya.

***


RUNAWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang