Chapter 7 : The Truth

Start from the beginning
                                    

"Apa Ayah masih mencintainya?" tanya Stephen dingin. Pangeran Lucius terkesiap, dia tidak menyangka akan mendengar ini dari Putranya.

"Ayah tidak mengerti maksudmu." jawab Ayahnya berbohong.

"Mantan kekasih Ayah, wanita yang Ayah tinggalkan demi menikahi Ibu yang semula Ayah pikir bisa menjadikan Ayah seorang Raja. Tapi saat tahu bahwa Kakek memberikan tahta pada Paman, Ayah berpikir untuk menceraikan Ibu dan kembali pada wanita itu. Tapi sayang sekali wanita itu sudah menikah dan sudah mempunyai sepasang Putri Kembar. Dan yang lebih membuat Ayah sakit hati adalah wanita itu berhasil menikahi Seorang Raja dan menjadi Ratu. Hidup sungguh ironis kan? Ayah yang bermimpi menjadi Raja malah tidak pernah bisa mendapatkannya, tetapi mantan kekasih Ayah justru menikahi seorang Raja dan memiliki sepasang Putri yang cantik. Apa kabar dengan si Kembar? Setelah Ayah membunuh salah satunya, bagaimana kabar Putri yang satu lagi?" tanya Stephen dengan gaya menyindir.

Pangeran Lucius mendadak pucat pasi. Dia tidak menyiapkan pembelaan untuk masalah ini.

"Ayah tidak tahu dari mana kau mendengarnya tapi semua itu fitnah." ujar Pangeran Lucius dingin.

"Benarkah? Tapi Putra Mahkota punya buktinya. Ayah sedang menyiapkan pasukan untuk memberontak melawan Raja, benarkan? HENTIKAN ITU SEKARANG, AYAH! Pertama, karena aku tidak mau menjadi Raja. Kedua, jika Ayah terus melawan, Putra Mahkota akan membongkar dosa Ayah di depan semua orang. Apa pun yang Ayah lakukan akan sia-sia." Stephen melanjutkan kalimatnya dengan dingin.

"Kau berani melawanku, Putraku Sayang?" sindir Pangeran Lucius, menatap tajam putra semata wayangnya.

"Jika tahu dengan cara ini bisa membuat Ayah memanggilku Sayang, maka harusnya aku melakukan ini dari dulu kan?" Stephen balik menyindir ayahnya. Dia tersenyum perih setiap mengingat perlakuan dingin Ayahnya selama dua puluh tiga tahun ini.

"Sekarang aku tahu alasan kenapa Ayah bersikap dingin pada Ibu dan aku. Kenapa Ayah lebih memilih berada dalam pelukan para pelacur itu daripada pelukan Ibu. Aku tahu semuanya. Aku tahu kenapa Ayah selalu memperlakukan aku dengan dingin. Semuanya karena aku lahir dari rahim wanita yang tidak pernah kau cintai kan?" Stephen berkata dengan berani. Dia melihat wajah ayahnya mendadak pucat pasi. Tidak tahu bagaimana harus membela diri.

"Hentikan semuanya! Hentikan sebelum aku semakin membenci Ayah. Jika Ayah terus berada pada rencana semula, Ayah bisa pastikan bahwa aku akan berada di Pihak Putra Mahkota. Ayah tidak pernah menyayangiku, tidak sekalipun. Lalu untuk apa aku berada di pihakmu, hanya untuk menjadi robotmu saja? AKU TIDAK MAU! Aku dan Ibu sudah cukup menderita. Hentikan sebelum kami berdua membencimu!" dan dengan kalimat itu, Stephen melangkah pergi meninggalkan Ayahnya sambil menangis pilu.

"Bukan ini yang kuinginkan! Aku tidak ingin menjadi Raja! Aku hanya ingin kau menyayangiku dan Ibu sepenuh hati dan bertindak seperti layaknya seorang Ayah, BUKAN SEORANG JENDRAL! AKU PUTRAMU, BUKAN PELAYANMU! Aku hanya ingin sekali saja mendengar Ayah berkata "Aku menyayangimu, Stephen." Aku berusaha menjadi anak yang baik dan pintar hanya untuk mendengarmu berkata kau menyayangiku. Sulitkah itu, Ayah?" Stephen menangis pilu di taman Istana, dari jauh seseorang mengamatinya. Dan setelah lama mengamatinya, akhirnya dia memutuskan untuk mendekat.

"Pasti sangat menyakitkan! Kupikir memiliki seorang Ayah sangat menyenangkan. Jujur aku selalu iri padamu dan Kak Alvan, kupikir kalian sangat beruntung. Tapi ternyata aku salah." ujar seorang gadis dengan nada suara sedih. Stephen mengangkat kepalanya dan melihat Putri Alexa ada di sana.

"Putri, Anda...Sejak kapan Anda ada di sini?" Stephen terlihat panik, dia tidak tahu harus bicara apa.

"Maaf. Aku tidak sengaja mendengar semuanya. Aku bukan bermaksud menguping, hanya saja..." Putri Alexa bingung harus bicara apa. Dia tidak ingin Stephen berpikir bahwa dia sengaja memata-matainya.

"Thats okay, Princess!" jawab Stephen lirih, lalu kembali memandang tanah, menghindari tatapan Putri Alexa.

"Melihatmu seperti ini, aku merasa aku adalah orang paling beruntung di dunia. Kau tahu kenapa? Karena walaupun orang tua kandungku membuangku di luar gerbang Istana, aku beruntung karena Yang Mulia Raja dan Ratu yang sangat baik hati telah bersedia memungutku dan menjadikan aku Putri mereka. Mereka dan Kak Alvan, sangat menyayangiku dan selalu memperlakukanku dengan hangat walau kami tak punya hubungan darah. Tapi melihatmu sekarang, aku sangat kasihan...Pangeran Lucius ayah kandungmu tapi dia memperlakukan dengan dingin seolah-olah kau adalah orang asing." Putri Alexa menunjukkan keprihatinannya, dia membandingkan kisah hidupnya dengan kisah hidup Stephen dengan pilu seraya memandang ke langit yang biru.

"Aku tahu bagaimana rasanya itu. Kadang aku juga merasa seperti itu saat mengingat orang tua kandungku. Kenapa mereka membuangku? Kenapa mereka tidak pernah mencariku? Apa benar mereka tidak pernah menginginkanku dan beribu pertanyaan lain dalam hatiku. Sampai akhirnya aku tersadar, sebenci apa pun aku pada mereka, karena mereka-lah aku ada di dunia. Jadi daripada menghakimi mereka, bukankah lebih baik aku berterima kasih dan mendoakan yang terbaik untuk mereka, di mana pun mereka berada." lanjut Alexa sambil tersenyum tulus.

"Tuan Putri..." Stephen tersentuh dengan kata-katanya. Dia tidak pernah menyangka bahwa seorang Putri yang dari luar terlihat sangat kuat dan tegar ternyata serapuh ini.

"Setidaknya kau lebih baik dariku, Tuan Putri Meredith adalah Ibu kandungmu dan Pangeran Lucius adalah Ayah kandungmu, kau tahu dengan jelas siapa orang tuamu. Tapi aku? Kau tidak tahu berapa banyak suara sumbang yang terdengar di belakang punggungku. Putri Yang Terbuang, Putri Pungut Yang Mulia Raja, Putri Palsu dan masih banyak lagi makian lain yang sering terdengar untukku. Aku tidak punya darah Kerajaan, walau Yang Mulia Raja dan Ratu serta Putra Mahkota menyayangiku, tapi tetap saja secara garis keturunan, aku tidak punya hubungan apa pun dengan mereka, juga denganmu. Bahkan ada beberapa orang yang berencana mendepakku jika suatu saat orang itu menjadi Ratu Negara ini." ujar Alexa pedih. Stephen terkesiap, dia merasa dia tahu siapa orang yang dimaksud gadis itu.

"Debora Falcon Boylen. Putri Perdana Menteri kan yang mengatakannya kan?" tebak Stephen langsung pada sasaran.

Sejak awal dia tahu bahwa gadis itu berambisi menjadi Ratu Kerajaan Castilica. Gadis itu adalah versi wanita dari Ayahnya. Dia tahu bahwa Debora akan menikahi siapa saja yang bisa membuatnya menjadi Ratu, itu sebabnya dia mendekati mereka berdua, Alvan dan Stephen, tapi Alvan dan Stephen terlalu pintar untuk dibodohi gadis itu.

Tidak ada satupun dari mereka yang mau terlibat dengannya. Mereka tahu Debora Falcon Boylen berbahaya karena dia licik bagai ular. Tahta dan mahkota adalah satu-satunya yang di dinginkannya.

"Benar. Dia selalu membuatku merasa tidak berharga, hanya karena aku tidak memiliki darah bangsawan sepertinya. Tapi untuk apa memiliki darah bangsawan jika kelakukannya lebih mirip Iblis Wanita?" ujar Alexa sedih.

Stephen mau tidak mau tersenyum mendengarnya. "Iblis wanita sepertinya bagus. Kurasa itu cocok untuknya." dukung Stephen sambil tertawa terbahak. Alexa menatapnya senang.

"Akhirnya kau tertawa lagi, Pangeran. Tertawa begitu baru benar." ujarnya tulus. Stephen menatapnya haru.

"Jadi dia berusaha menghiburku?"batin Stephen haru sambil menatap Alexa.

"Tuan Putri, aku ingin kau tahu, tidak peduli walau di dalam darahmu tidak mengalir darah seorang Putri tapi kau tetap seorang Putri di hatiku." ujar Stephen tulus. Alexa menatapnya haru.

"Mulai sekarang, tutup telinga dan jangan dengar mereka! Mereka yang bicara buruk tentangmu tidak lebih dari sampah! Kau masih punya Yang Mulia Raja dan Ratu serta Putra Mahkota, juga aku yang menyayangimu, jadi tidak usah pedulikan apa kata sampah-sampah itu, mengerti!" hibur Stephen.

"Siapa bilang hanya kalian yang menyayangiku? Masih adalagi yang lain." jawab Alexa sambil tersenyum tipis.

"Oh ya. Siapa?" tanya Stephen penasaran.

"Pangeran George dan Pangeran Henry. Juga Dayang yang mengasuhku sejak kecil, dan juga Kak Lily. Haaahhh...Aku berharap kakakku bisa menikah dengannya dan dia bisa menjadi Ratu Negeri ini." jawab Alexa berseri.

"Lily? Gadis yang ditolong Putra Mahkota?" tanya Stephen ingin tahu. Alexa mengangguk ceria.

"Dia baik dan lembut. Sangat sopan dan tidak ambisius, aku bisa melihat bahwa dia adalah orang yang sangat tulus. Dia seperti seorang kakak bagiku." jawab Alexa ceria. Pangeran Stephen terdiam, dia mengingat saat semalam dia menolong gadis itu.

To be continued...

Twin Princess - Save The Lost Princess (End)Where stories live. Discover now