Terjebak Cinta - 3

5.4K 198 15
                                    

"Kamu nggak bisa seperti ini terus, Van. Mas Niko nyariin kamu terus. Aku udah nggak bisa menghindari dia lagi. Selesaikan masalah kalian berdua! Ya ini cuma penilaianku aja sih, mungkin dia emang mulai suka sama kamu, makanya dia ngajakin kamu pacaran beneran," Alin berusaha bicara padaku.

Aku memang sekitar dua minggu ini mencoba menghindari Niko. Kadang bolos kuliah atau datang diam-diam ke kampus nggak bareng Alin seperti bisanya. Bahkan aku kini sampai pindah kost supaya Niko nggak menemukanku.

"Aku nggak siap ketemu dia, Lin.." hanya itu jawaban yang terlontar dari bibirku. Sejujurnya aku gelisah. Semua terjadi begitu cepat di luar kendaliku.

Namun biar bagaimanapun, kami satu kampus. Tak mungkin aku bisa menghindar seterusnya.

"Vanya! Van...tunggu sebentar! Kita harus bicara..." Niko menarik tanganku.

"Lepasin!" rontaku.

"Nggak!"

Niko menyeretku ke belakang gedung. Kedua tangannya menjepitku ke tembok.

"Apa-apaan sih? Aku mau pulang!"

"Dengerin dulu dan jangan menghindar terus!" katanya menatapku.

Aku mengalihkan pandangan. Niko menarik wajahku ke hadapannya. Jantungku berdetak karuan. Mau apa sih nih asdos gila?

"Aku sudah nggak bisa berpura-pura lagi. Aku menyukaimu, Vanya. Aku ingin kita mulai semuanya dari awal lagi,"

Aku terkejut. Kenapa jadi seperti ini? Aku harus bagaimana?

"Aku nggak mau!" seruku.

"Kamu nggak punya perasaan apapun padaku setelah kebersamaan kita dua bulan ini?"

Aku menatapnya, lalu menggeleng pelan.

Niko merenggangkan tangannya. Wajahnya terlihat kecewa.

"Baiklah. Aku minta maaf, Van. Terima kasih kamu mau membantuku selama ini. Aku akan katakan pada orang tuaku hubungan kita sudah berakhir,"

Niko melangkah pelan meninggalkanku. Aku hanya tertegun dan kembali menyandarkan tubuhku ke tembok. Apa yang harus kulakukan sekarang?

++

"Serius dia bilang begitu?" tanya Alin saat kuceritakan kejadian siang tadi di kampus.

"Udah aku duga, Mas Niko emang kelihatannya suka sama kamu. Kenapa sih nggak mau? Jangan-jangan kamu masih mikirin mas Rifky ya?"

"Ya nggaklah! Aku udah menghapus mas Rifky dari hidupku. Lagipula dia kan udah jadi suami orang,"

"Percaya. Tapi..." Alin menatapku menyelidik.

"...jujur sama aku, Van! Kamu sama sekali nggak ada perasaan apapun sama mas Niko? Setelah apa yang kalian lalui? Dua bulan juga bukan waktu yang singkat. Mas Niko aja bisa suka sama kamu, mustahil nggak ada perbedaan sedikit pun dari diri kamu. Yakin kamu, Van?"

Aku terdiam. Alin memang benar-benar sahabat yang peka. Dia bisa mencium perubahan yang ada dalam diriku. Terus terang saja lama-lama aku memang menikmati peranku sebagai pacar Niko. Apalagi orang tuanya begitu baik padaku. Tapi tetap saja semua itu tidaklah nyata.
Melihatku terus saja diam, Alin mengguncang bahuku.

"Van, kamu yakin nggak ada perasaan sedikitpun sama mas Niko?"

Aku terisak.

"Van..?" Alin menatapku heran.

"Aku nggak tau, Lin.. aku bingung...aku nggak tau mesti gimana? Aku tadi udah nyakitin dia..."

Alin tersenyum memeluk bahuku.

"Temui mas Niko, Van. Selesaikan masalah kalian,"

++

Setengah jam berlalu. Tak sepatah katapun keluar dar mulutku.

"Kata Alin, kamu mau bicara sama aku. Kenapa sekarang justru diam saja?" tanya Niko.

Aku tak berani menatapnya.

"Aku minta maaf, Mas..." kataku sambil menunduk.

"Buat?"

"Kejadian di belakang gedung siang itu,"

"Oh, nggak apa-apa,"

"Apa...mas Niko sudah bicara sama orang tua Mas tentang kita?" tanyaku hati-hati.

"Kenapa memangnya?"

Aku masih berusaha menyembunyikan wajahku.

"Karena...aku bohong.."

"Maksud kamu bohong apa?" tanyanya tak mengerti.

"Aku nggak ada perasaan apa-apa sama mas Niko. Itu aku bohong." kataku mendongak untuk melihat reaksinya.

Niko tampak terkejut.

"Jadi... kamu juga suka sama aku..?"

Aku mengangguk.

"Mungkin sekarang udah telat ya? Orang tuamu taunya hubungan kita udah berakhir..."

"Sekarang semua udah jelas. Ikut aku ke rumah! Bilang pada orang tuaku kalau kamu bersedia mengenalkan mereka pada orang tuamu secepatnya,"

"Aa...apaaa??" tanyaku terkejut.

"Apalagi, Van? Supaya aku bisa segera melamar kamu. Sudahlah, nggak perlu berpikir lagi!" Niko menarik tanganku.

"Tapi, Mas... tapi orang tuamu kan taunya kita udah putus..?" kataku berjalan mengikutinya.

Niko berhenti, lalu tertawa kecil.

"Siapa bilang? Aku belum bicara apapun sama mereka,"

Aku kembali terkejut.

"Aku cinta kamu, Vanya.."

Aku tersenyum.

"Aku juga cinta kamu, asdos gila.."

"Berani ya ngatain aku begitu..? Hati-hati, bisa nggak ikut ujian kamu!" Niko menarik hidungku.

"Aaaaw... lepasin! Ini kampus, malu... Lagian aku udah nggak ikut mata kuliah kamu lagi. Masih mau ngancem kayak dulu?"

Niko langsung merangkul bahuku tanpa peduli sekelilingnya. Dia berjalan santai dan sesekali membalas sapaan para mahasiswa yang memperhatikan kami. Kulihat Alin tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Tiba-tiba sepasang mata di hadapan kami melotot. Niko refleks melepas tangannya dari bahuku.

"Siang, Pak!" kata Niko salah tingkah.

"Dari tadi telepon saya tidak kamu angkat rupanya sedang asyik pacaran sama Vanya?" Pak Bahtiar geleng-geleng kepala.

"Maaf, Pak..."

"Oh jadi begitu ya, Vanya? Kalau sama saya saja kamu bolos terus? Giliran sama Niko jadi lengket begitu?"

Aku hanya menunduk karena malu.

+++

End

TERJEBAK CINTAWhere stories live. Discover now