Terjebak Cinta - 2

Start from the beginning
                                    

"Bersedia melakukan apa saja? Kamu yakin?" Niko mengerutkan keningnya.

Aku mengangguk.

Niko berpikir sejenak.

"Ok. Kamu bisa saja saya kasih nilai B dan bisa ikut ujian mata kuliah ini.. tapi kamu harus melakukan satu hal untuk saya,"

"Apa?" tanyaku penasaran.

"Saya mau kamu jadi pacar saya..."

"Hahh???"

Kata-kata Niko membuatku terkejut setengah mati. Enak saja main tabrak gitu aja! Emangnya aku cewek apaan...

"Saya belum selesai. Dengarkan dulu saya selesai bicara, baru kamu komentar,"

Aku diam.

"Dengarkan baik-baik! Kamu jadi pacar saya hanya di depan orang tua saya. Begini, saya harus segera mengenalkan seseorang pada mereka. Kalau tidak, mereka yang akan mengatur jodoh saya. Saya belum siap untuk menikah. Kalau ada kamu, saya bisa beralasan menunggu kuliah kamu selesai dulu..."

Nih asdos curhat? Jangan-jangan dia nggak laku sampai minta orang jadi pacar bohongannya segala... Aku tertawa geli dalam hati.

"...kalau kamu bisa melakukannya, makalah revisi kamu nanti saya kasih nilai minimal B dan kamu bisa ikut ujian. Tapi kalau kamu nggak mau, saya tidak akan memaksa. Tergantung bagaimana hasil revisi makalah kamu nanti. Kalau bagus ya kamu bisa ujian, dan kalau buruk dan masih seperti ini terus terang saya tidak bisa menjamin kamu ikut ujian,"

"Mas Niko mengancam saya?"

"Tidak. Saya hanya memberikan penawaran saja. Satu lagi, kamu akan saya bantu merevisi makalah ini. Dan kesulitan kamu di mata kuliah ini akan saya bantu. Bagaimana, Saudara Vanya?"

Aku berpikir sejenak. Terkesan nggak adil. Aku banyak dirugikan walau pilihan apapun yang kuambil. Tapi waktunya mendesak. Mana mungkin aku mengorbankan kuliah. Terpaksa deh!

"Ok. Saya terima,"

"Besok malam jam 7, saya akan jemput kamu untuk ketemu orang tua saya. Nanti selesai kuliah kamu ikut saya,"

"Ke mana?"

"Kamu mau revisi makalah atau tidak? Temui saya di perpustakaan! On time!"

++

"Gimana, Van? Bisa ngerjain ujian nggak? Dari muka kamu juga udah kelihatan.. Ternyata nggak sia-sia kamu diprivat sama asdos itu..."

Suara Alin yang kencang spontan menyuruh tanganku membekap mulutnya.

"Ssst...jangan keras-keras!"

"Ups! Sorry...lupa! Bisa gawat kalau pada tau kamu punya hubungan sama asdos Pak Bahtiar,"

"Alin!! Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia! Aku cuma pura-pura....."

"Iya...iya, aku tau,"

++

Tak terasa sudah dua bulan lebih sandiwara ini berjalan. Kalau dipikir rasanya memang kurang adil bagiku. Mata kuliah Pak Bahtiar sudah berakhir, tapi aku masih terus melakukan peranku di hadapan orang tua Niko. Terus terang lama-lama aku merasa bersalah membohongi orang sebaik mereka. Tapi di sisi lain, kalau tiba-tiba sandiwara ini berakhir tentu orang tua Niko akan curiga. Tepukan di bahuku sekejap menyadarkanku. Niko mengambil tempat di depanku.

"Akhir-akhir ini kamu suka melamun," katanya.

Aku hanya tersenyum sedikit.

"Apa yang kamu khawatirkan, Van? Apa ada hubungannya dengan orang tuaku? Sorry, waktu aku nggak sengaja aku pernah dengar kamu curhat sama Alin,"

"Aku takut. Aku merasa berdosa terus membohongi orang tuamu. Rasanya seperti berbohong pada orang tua sendiri. Aku nggak bisa tenang. Bisakah kita hentikan semuanya?"

"Aku mengerti perasaanmu, Vanya. Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku tidak tega pada mereka kalau harus mengakhiri semuanya secepat ini. Van..." Niko ragu-ragu mengatakannya.

Aku menatapnya ingin tau.

"...sepertinya ibuku menyukaimu. Tiada hari bagi ibuku tanpa menyebut namamu,"

Aku tersentak. Kini rasa bersalahku menjadi semakin besar.

Niko tampak gelisah seperti ingin mengatakan sesuatu. Dia menarik napas panjang.

"Mereka...mereka menyuruhku segera melamarmu.."

Aku langsung berdiri saking terkejutnya. Sungguh, aku tak menyangka masalahnya akan sejauh ini. Apakah aku sudah terjerumus dalam lubang yang kugali sendiri?

"Mas Niko, kamu sendiri kan yang bilang kalau aku yang pura-pura jadi jadi pacar kamu, kamu bisa beralasan menunggu kuliahku selesai dulu. Kamu sudah merencanakan semua itu, kenapa sekarang kamu jadi kelihatan bingung?" tanyaku tak senang.

"Aku sudah bilang itu, Van. Tapi mereka bersikeras ingin berkenalan dengan orang tuamu dan segera melamarmu. Urusan pernikahan akan dibicarakan nanti setelah kamu lulus kuliah,"

Nikah?? Oh tidak...tidak...tidak... Ini sudah kelewatan!

"Kamu kan bisa menciptakan alasan lain! Cari cara apalah!"

"Aku nggak tau, Van. Tapi aku nggak bisa membohongi mereka,"

"Selama ini kita sudah melakukannya!" aku menatap tajam padanya.

"Ya. Aku tau aku salah. Aku terjebak dalam permainanku sendiri,"

"Kita!! Aku ikut terjebak dalam permainan yang kamu buat! Kalau tau begini, lebih baik aku nggak lulus mata kuliah Pak Bahtiar daripada harus mempermainkan perasaan orang tua kamu..."

Aku kembali terduduk. Kututup wajahku dengan kedua telapak tangan. Tak kuasa lagi kutahan perasaan bersalahku.

"Van..." Niko berkata lirih sambil menurunkan tanganku dari wajahku. Aku masih menunduk.

"...kita lanjutkan saja semua ini. Tidak perlu pura-pura lagi. Kita pacaran beneran,"

Aku mengangkat wajahku.

"Bukan seperti ini perjanjian kita," kataku menggeleng.

"Lupakan soal perjanjian! Kita mulai semuanya dari awal,"

Spontan aku mendorong tubuh Niko. Aku segera berlari meninggalkannya. Tak kupedulikan dia yang terus memanggilku. Kenapa semua jadi begini? Apa yang ada di pikiran asdos itu?

++

TERJEBAK CINTAWhere stories live. Discover now