Bagian Kedua

4.3K 362 47
                                    

Jeon Jungkook terpekur.

Angka romawi dua belas dan dua belas yang dipilih oleh jarum sang penjaga waktu membuatnya tetap terjaga. Bunyinya seperti tik tok tik tok tik tok tik—sampai bel berdentang dua belas kali pula; tepat tengah malam dan segelas suspensi vanila yang sebelumnya Min Yoongi siapkan sama sekali tidak mempan terhadapnya. Ia lelah, fisiknya lelah, pikirannya lelah, namun hatinya berkata implikasi.

Semenjak sepasang kelopak yang tertutup di depannya itu terus bergerak gelisah dan keringat dingin bercucuran di ujung pelipisnya, Jungkook masih belum bisa merasa tenang.

"Mimpi membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang,"

Derit pintu kayu terbuka dan Yoongi melangkah masuk. Jungkook tidak menoleh, tidak juga membalas. Matanya bergerak kaku, memandang lekuk wajah Kim Taehyung yang terbaring di atas ranjang berpenyangga empat dan ia sendiri duduk di kursi yang sengaja Jungkook simpan tepat di samping ranjang. Dua belas menit, dua belas detik, pada pukul dua belas tengah malam, Jungkook tetap bergeming di tempatnya.

"Suhu tubuhnya mencapai tiga puluh sembilan derajat," gumam Jungkook pelan, tahu Yoongi pasti mendengarnya. Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh kening Taehyung. "Ini suhu yang tidak normal."

Dokter yang sempat menangani Taehyung berkata; pemuda AB itu kelelahan akibat stres dan tubuh yang terlalu banyak diforsir untuk bekerja tanpa ada istirahat. Imsomnia yang semakin parah, dan pola makan yang tidak teratur. Salah-salah lambungnya bisa rusak dan mengakibatkan penyakit maag kronis jika perilaku buruknya terulang lagi.

"Kau seperti tidak mengenal Taehyung saja, Jungkook," sahut Yoongi kemudian, meraih tangan kiri Taehyung sembari mengecek pergelangannya. Denyut nadi normal, pikirnya lega. Proses penyembuhan sedang berlangsung. "Dia bisa sangat keras kepala jika kasus yang dihadapinya begitu menarik."

"Keras kepala," ulang Jungkook, "apa Hyung tidak pernah merasa ingin mencekiknya?"

"Oh! Tentu saja, selalu. Bahkan kalau bisa mengurungnya satu bulan penuh,"

Jungkook terkekeh. Perasaannya sedikit membaik sekarang. "Dia menyebalkan, eh?"

"Itu bagian menariknya."

"Dan aku terperangkap dalam segi yang menariknya," ia mendengus kecil, "lucu sekali."

Yoongi ikut terkekeh, lalu membenahi letak selimut beludru Taehyung hingga sebatas leher. Dua jam yang lalu Jungkook sudah mengompresnya, begitu telaten dan hati-hati. Hal yang wajar bagi Yoongi dan mengejutkan bagi orang-orang yang tidak mengenal baik siapa itu Jeon Jungkook. Di mata kepolisian Scotland Yard, di mata rekan-rekannya, atau bahkan untuk Jungsoo sekalipun, Jeon Jungkook memang terkenal dengan pribadinya yang dingin dan tegas. Namun di matanya, atau Hoseok, atau pula Kim Taehyung, tak akan ada yang menyangka sosoknya bisa sangat berbanding terbalik.

"Bukankah seperti itu?"

Jungkook mengangkat alis, bertanya.

"Taehyung," katanya, "meskipun kebanyakan orang memanggilnya detektif gila, tapi dia sangat mudah dicintai."

"Hah?"

"Well, jika kau tidak percaya, mungkin dari dulu Park Jungsoo itu sudah memenjarakan Taehyung karena selalu ikut campur di setiap kasus-kasusnya," ada senyum yang memoles wajahnya, misterius dan lembut di saat bersamaan. Jungkook bertanya-tanya kapan pertama kalinya ia melihat Yoongi tersenyum seperti itu? Sejauh ingatan fotografinya berkelana, benaknya bisa berkata bahwa ini adalah kali pertama Yoongi mengulas senyum yang membuat sudut hatinya tidak nyaman.

"Dicintai, ya?"

"Kau pernah berpikir bahwa Taehyung bisa dibenci tanpa alasan, bukan?"

Jeda sejenak, lalu, "... entahlah."

Verum (KookV Fanfiction)Where stories live. Discover now