PART 01 : The Problem's Begin

26.6K 1.1K 146
                                    

LAKUNA
(Ruang hati yang kosong)

PART 1 : The Problem's Begin

***

MATAHARI terbit dari ufuk timur menyambut datangnya pagi. Suasana dingin dan angin dingin yang tadinya berhembus, berubah menjadi hangat. Semua terasa normal jika dipandang menggunakan mata telanjanng. Han Miyoung. Gadis dengan tubuh mungil yang memiliki rambut coklat tua yang tergerai itu tampak menarik napasnya dalam kemudian menghembuskannya. Berulang kali selama beberapa menit sampai akhirnya ia melihat ayahnya memasuki taman belakang; dimana tempatnya untuk menikmati suasana di pagi hari, dengan tangan-tangan tuanya yang memijat pangkal hidungnya.

Miyoung berbalik. Kemudian melangkah mendekati ayahnya dengan kerutan dalam di dahinya. Masih memikirkan hal apa yang kemungkinan membuat ayahnya terlihat sangat frustasi. Ia menyentuh lengan ayahnya, yang membuat pria paruh baya itu tersentak. Kepalanya terangkat hingga Miyoung ikut tersentak karena kondisi ayahnya benar-benar buruk. Pria paruh baya yang samgat disayanginya itu terlihat sangat frustasi.

"Apa ada masalah, Ayah?"

"Ayah akan menjelaskannya di dalam, sayang. Ayo," Han Jungmin; Ayahnya, menghela napas. Pria paruh baya itu kemudian merengkuh bahu putrinya dan kemudian mengajaknya untuk masuk ke dalam dimana sudah ada asisten pribadinya yang siap membantunya membicarakann hal ini. Namun ketika sampai di ruang tamu, Jungmin justru tak mengatakan hal apapun. Ia hanya terdiam dan sibuk dengan pemikirannya sendiri.

"Perusahaan ayah kehilangan dana yang cukup besar. Jika tak segera ditutupi mungkin akan mengalami collaps dan berakhir dengan sanksi penutupan perusahaan," ujar Jungmin menceritakan masalah yang sedang terjadi padanya, ketika sudah cukup lama ia terdiam.

Kerutan di dahi gadis dengan tubuh mungil yang berdiri dengan tubuh yang bergetar tak mampu dihilangkan. Sejak setengah jam yang lalu, dirinya duduk kaku dengan mata yang menatap sosok paruh baya yang berada di depannya dengan mata yang bingung. Atau nyaris frustasi. Ia kembali melirik pria itu. Kemudian gadis itu menggeleng.

"Ayah bercanda, kan?"

Pria bertubuh tambun, namun masih tetap tampan itu menggeleng. Ingin rasanya ia memeluk puteri kesayangannya, kemudian mengatakan, Ayah hanya bercanda, Nak. Namun, ia tak bisa. Takdir telah berkata yang berbeda. Takdir mereka telah terjadi tepat pada waktunya sesuai dengan rencanaTuhan. Ia menatap sedih puteri kesayangannya. "Ayah!"

Miyoung ingin menangis saat ini juga. Perusahaan keluarganya, entah apa yang terjadi, Ayahnya mengatakan ada kebocoran dana di bagian keuangan. Kebocorannya pun tak sedikit, yaitu sebesar Dua-puluh-tujuh-juta dolar Amerika. Hal itulah yang membuat ayahnya harus mengganti uang kebocoran tersebut sebelum akuntan publik yang memeriksa keuangan di perusahaan datang untuk mengecek.

"Lalu ayah memintaku untuk bagaimana?"

Han Jungmin—Ayah Miyoung, menatap putrinya, ragu untuk mengatakannya. Miyoung menggigit bibirnya pelan. Sesekali melirik gelisah seseorang yang berada di antara mereka. Seorang lelaki dengan umur yang menginjak hampir tiga puluh, memandangnya dengan raut yang tidak dapat di tebak. Pria tampan,yang jika Miyoung tak menganggapnya sebagai kakak. Mungkin akan menyukainya. Pria yang telah mengabdi tiga belas tahun pada keluarganya. Pria yang selalu mendampingi Ayahnya untuk mengurus masalah perusahaan keluarganya.

Miyoung tidak mengacuhkan pria itu. Ia kembali memandang Ayahnya. Gadis itu menelan ludahnya dengan sudah. Seakan ada yang menyendat di tenggorokannya.

"Ayah, katakan."

Han Jungmin memandangnya sedih. Ia menundukkan kepalanya, kemudian berujar pelan. "Rekan ayah meminjamkan uang. Dia yang memutuskannya, ayah bahkan tak tahu itu. Saat ayah akan melakukan sebuah negoisasi dengannya, dia justru mengajukan sebuah syarat."

Miyoung merasa tubuhnya bergetar. Ia bahkan menelan ludahnya dengan berat. Ia punya firasat buruk akan hal ini dan ia mampu menebak, jika perjanjian ini akan berhubungan dengannya. Itu benar-benar terjadi. Ia menatap Ayahnya tak percaya.

"Dia bilang, dia membutuhkanmu untuk membuat putranya, berubah. Berubah dalam artian baik."

Miyoung menutup mulutnya menggunakan punggung tangan kanannya. "Kenapa harus aku?" Ia kembali menggeleng. "Ayah menjualku?"

Han Jungmin dengan cepat menggeleng. "Bukan. Bukan seperti itu. Maksud Ayah, kau bisa bekerja di rumahnya beberapa waktu, sementara ayah akan mencari bantuan pada sepupu kita untuk mengembalikan uang mereka. Ayah berjanji."

"Miyoung. Tolonglah ayah." Miyoung hampir saja menjatuhkan butiran bening yang berada disudut matanya, jika ia tak mampu mencegahnya. Bukan. Bukan saatnya ia menangis. Ia memandang Ayahnya yang bersujud di lantai. "Sekali ini. Ayah mohon."

Miyoung ikut menjatuhkan kakinya—bersujud—kelantai saat melihat Ayahnya melakukan hal yang sama di depannya. Padanya. Rasanya ia ingin menangis karena membuat Ayahnya, harus bersujud di depannya sendiri. Bukan seharusnya Ayahnya yang bersujud. Ia kemudian menangis. "Ayah, jangan melakukan ini."

Miyoung menyentuh tangan Ayahnya. "Ayah tahu aku pasti akan menuruti apapun yang ayah mau. Ayah tak perlu seperti ini. Aku yang seharusnya bersujud di depan ayah. Bukan Ayah."

"Putriku..." Jungmin melingkarkan lengannya kepundak kecil, Miyoung. Mengusap penuh kasih, kepala putri semata wayangnya. Mengecup puncak kepala puteri cantiknya beberapa kali, sambil mengucap terimakasih berulang kali. "Ayah berjanji akan melunasi hutang padanya secepatnya."

Sementara, Miyoung hanya menyentuh lengan Ayahnya, dengan menggigit bibirnya sendiri. Berusaha menahan desakan air mata yang ingin tumpah. Ia memeluk erat Ayahnya, sembari berkata dalam hati, "kehidupanku akan berubah sebentar lagi."

***


Duduk di sofa ruang tamu rumahnya sendiri, Han Miyoung meremas kedua tangan di atas pangkuannya. Ia tak tahu, jika seorang dari rekan kerja ayahnya itu akan menemuinya dirumah. Ayahnya pergi ke Tokyo untuk meminta bantuan bibinya pagi tadi. Ia hanya menerima pesan singkat yang dikirimkan Jungmin untuknya, bahwa rekan kerjanya tersebut akan menjemputnya dan untuk sementara Ia diharuskan untuk menetap disana. Ingin rasanya ia menolak. Tapi mengingat ayahnya sangat membutuhkan bantuannya, ia menjadi tak sanggup untuk membuat ayahnya kembali menangis. Ia kemudian melirik Jinwoo, pria tampan sang asisten pribadi ayahnya yang sengaja diwakilkan untuk menemui tamu spesial tersebut.

"Ada apa, Nona? Apakah ada yang menganggu pikiran anda?"

Miyoung menggeleng. "Tidak. Aku hanya sedang berpikir apakah—Oppa, apa persiapan semuanya sudah selesai?"
Miyoung mampu melihat seulas senyum yang terbit di bibir merah muda pria tampan itu.

"Sudah, Nona." Jinwoo, mengangguk kemudian. "Anda hanya perlu masuk ke mobil Tuan Cho."

Miyoung hanya mengangguk tanpa menjawabnya dengan kata meskipun hanya sepotong. Ia terlalu takut saat ini. Beberapa menit kemudian, tubuhnya menegang saat suara deru mobil asing terdengar diperkarangan rumahnya. Hidupnya—akan berakhir sebentar lagi.

"Nona. Tuan Muda Cho telah tiba." Jungmin menyilahkan sang Nona untuk segera berjalan keluar, untuk menghampiri mobil limousin mewah berwarna hitam yang terparkir di depan rumahnya dengan mesin yang masih menyala. Miyoung melirik lelaki yang selalu menemani ayahnya di mana pun beliau berada. Jinwoo tersenyum, hangat. "Mari, Nona."

***
Continued...

P.s: Part selanjutnya sampai part akhir di private untuk keamanan bersama :)

.

.

.

.

.

.

A I Y O O 4 4 P R E S E N T

Mulai ditulis: Maret 2016
Akhir ditulis : September 2017
Revisi : November 2017

LAKUNA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang