Satu : Perpisahan Pahit

127 7 6
                                    

"Perpisahan bukanlah akhir dari sebuah kehidupan tetapi awal untuk menjalani kehidupan yang baru untuk masing-masing individu yang berpisah dengan segala kenangan yang tersimpan."

Gadis kecil itu melangkah dengan pelan menuju sebuah sungai dengan dataran yang cukup rendah. Ia duduk di salah satu bebatuan lalu menyelamkan kaki mungilnya ke dalam air dan mulai menggerak-gerakkan kakinya. Ia menyelamkan kaki kanan dan kirinya secara bergantian sambil bersenandung. Gadis kecil itu tampak sangat ceria walaupun ia hanya sendirian tanpa ada seorang pun teman yang menemaninya. Tanpa gadis kecil itu sadari air dari sungai itu terciprat kemana-mana hingga mengenai seorang remaja lelaki yang sedang berjalan.

Remaja lelaki itu sedang berjalan mengelilingi kampung kecil itu sambil sesekali mengambil gambar pemandangan yang menurutnya menarik hingga kemudian ia merasakan air mengenai pakaiannya. Ia memandang ke arah asal air yang terciprat dan mendapati seorang anak kecil sedang bermain air dengan senandungan yang tak ia mengerti.

Dasar anak kecil, pikirnya kesal lalu berusaha mengeringkan pakaiannya yang terkena air.

"Astaga, apa yang sedang kau lakukan anak kecil? Lihat, aku jadi basah kuyup." Remaja lelaki tak sadar bahwa ia menggunakan bahasa inggris ketika mengucapkannya. Remaja lelaki itu masih berusaha mengeringkan pakaiannya yang basah kuyup.

Gadis kecil itu berpaling ketika mendengar suara dari arah belakangnya,, memandang ke arah remaja lelaki itu dengan pandangan sedikit geli karena remaja lelaki itu menggunakan bahasa yang jelas tak mungkin sebagian orang mengerti. Ia berdiri lalu melangkah ke arah remaja lelaki itu.

"Maafkan aku," gadis kecil itu menjawab dengan bahasa inggris yang fasih dengan nada riang, seolah tak ada yang perlu ia cemaskan.

Remaja lelaki itu mendongak ketika mendengar suara khas itu dan menatap mata cokelat yang berbinar secara langsung. Entah bagaimana jantungnya berdetak dengan cepat. Seketika itu juga kekesalannya runtuh.

Gadis itu bertubuh mungil dengan kulit putih bersih. Matanya berwarna cokelat berbinar penuh kecerian. Garis-garis kecantikan sudah terlihat di wajahnya walaupun usianya mungkin masih sembilan tahun. Ia memiliki kecantikan yang siapapun pasti tahu bahwa gadis mungil itu adalah keturunan orang asing seperti dirinya. Ia juga sangat cerdas karena begitu fasih berbahasa inggris.

Ketika remaja lelaki itu mendongak, ekspresi yang ia tampilkan tampak kesal, tapi itu tak mengurangi ketampanan yang dimilikinya. Remaja lelaki itu memiliki ketampanan yang luar biasa, hampir bisa dikatakan cantik apalagi ditambah dengan matanya yang berwarna keemasan, membuat ketampanannya berlipat-lipat luar biasa.

"Iya, tidak apa-apa. Siapa namamu?"

"Sheryl Arina. Dan kau, siapa namamu? Apakah kau turis yang ingin berwisata di kota sejuk ini?" Suara nya yang lembut khas anak perempuan berumur sembilan tahun membuat remaja lelaki yang semula bersikap dingin dan sinis kini tersenyum manis.

Menilik dari wajah remaja lelaki itu, gadis kecil itu tahu bahwa remaja lelaki itu bukan orang Indonesia. Wajahnya yang putih bersih dan rambutnya yang bewarna cokelat menunjukkan bahwa ia adalah orang Eropa.

"Namaku Meghan Carlt. Aku bukan turis, tapi aku akan tinggal di sini selama empat tahun. Karena hanya kau yang bisa berbahasa inggris dengan baik, maka, maukah kau membantuku untuk belajar dan berteman denganku?"

Love In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang