Dion?

3.8K 199 8
                                    

Cinta adalah puncak dari pencapaian kebahagiaan dalam hidup. Dan untuk sampai di puncak, ada kalanya kita melewati kesedihan, kepedihan, keraguan, ketakutan, semua yang mungkin membuatmu ingin berhenti. Dan jika kamu berhenti, maka kamu harus cukup puas hidup dengan melihat orang-orang yang gigih dan orang-orang yang telah mencapai puncaknya.

Hari itu benar-benar terik dan menyengat. Bima yang biasanya sangat bersemangat bermain dan berlari kesana kemari pun hanya duduk di bawah pohon bersamaku. Aku cukup senang karena biasanya aku harus menonton dan menungguinya sepanjang hari.

"Puaanaaass... pasti seger kalo minum es dawet atau es cendol gitu," ucap Andi sambil membuat suara-suara menyeruput minuman yang membuat anak-anak lainnya semakin kehausan dan ikut berimajinasi.

Tiba-tiba aku mendengar suara gelas kaca yang dipukul dengan sendok. Kupikir itu hanya imajinasiku, tapi secara serentak mereka semua berdiri dan menuju suara itu. Ternyata benar, itu tukang cendol yang kebetulan lewat.

Bima juga ikutan berdiri dan menghambur kesana. Lalu ia menoleh kearahku.

"Kamu mau gak?" Tanyanya.

Aku menggeleng.

"Mama bilang kita gak boleh jajan sembarangan."

Bima menaikkan kedua bahunya dan tidak mengindahkan ucapanku. Ia tetap pergi mengerubungi gerobak itu dan ikut berteriak tidak sabaran dengan yang lain. Meskipun senang dagangannya laris, tapi tukang cendol itu agak kewalahan dengan mereka.

Seger sih, tapi cuma sebentar. Dan ucapanku memang terbukti benar. Bima semakin kehausan setelahnya. Kami pun memutuskan untuk kembali ke rumah. Sekarang hanya ada aku, Bima, dan Andi. Mereka berjalan di depanku. Seketika Bima berhenti melangkah dan menatap kami bergantian.

"Kenapa berhenti, Bim?" Tanya Andi.

"Kamu tau kan rumah besar itu? Katanya rumah itu punya pagar otomatis dan anjing penjaga yang banyak."

"Oh iya, kudengar juga ada maling yang digigit sama anjing itu. Katanya kaki maling itu digigit sampai lepas." Andi menambahkan.

"Gak mungkin. Kalian pasti sudah tertipu,"ucapku tidak setuju.

Mereka berdua menatapku. Mereka bertukar pandang lalu tersenyum misterius. Ini pertanda buruk.

"Kalau gitu, kamu berani kan, mengulurkan tanganmu ke dalam pagar?"

Aku tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka hingga mereka sudah memaksaku untuk ikut dengan mereka menuju rumah besar itu. Sebenarnya aku tidak suka berada dalam situasi seperti ini. Aku tidak mau terlibat hal-hal aneh.

Pagar rumah itu cukup tinggi dan ada pos keamanan di sisi kirinya. Kami bersembunyi sehingga penjaga yang berada di pos itu tidak melihat kami. Rumputnya benar-benar terawat dan tampak indah karena memiliki beragam warna.

"Bim, aku gak liat ada anjing satupun. Dimana kandangnya ya?" Andi menajamkan matanya dan tidak mendapatkan apa-apa.

"Sudahlah. Itu tidak penting. Ayo, Carissa! Ulurkan tanganmu!" perintah Bima yang tidak kusahuti.

Dia berdecak sebal. Lalu menarik tanganku. Aku menepisnya. Tapi sekarang Andi ikut membantunya. Mereka mengulurkan tanganku dari sela-sela pagar.

"Lepas! Aku bilang lepas! Aku kan gak percaya soal kaki maling yang putus bukan soal anjing itu!" aku luruskan kembali. Cerita soal maling itu terlalu mengada-ada. Kalau memang benar, ibuku pasti tahu dan akan memperingatkanku. Tapi aku benar-benar yakin rumah ini ada anjing penjaga. Buktinya, aku mendengar suara menggonggong dari dalam. Tunggu apa...

"Dengar, tadi ada suara seperti menggonggong, kan?" Bima ternyata mendengarnya juga.

Kami terdiam beberapa saat. Meskipun begitu mereka tidak melepaskan tanganku.

Dan suara itu makin jelas, makin kuat, makin menakutkan bagiku. Aku berteriak putus asa, "cepat lepaskan! Aku beneran takut sekarang!"

Tapi mereka tiba-tiba menyuruhku diam dengan meluruskan jari telunjuk di depan mulut mereka. Mereka menyuruhku menoleh ke arah dalam pagar.

Aku membelalak. Anjing itu sudah di depan mataku, aku beruntung terlindungi pagar ini. Tapi tanganku bahkan hanya berjarak beberapa senti dari mulut anjing itu.

"Sebaiknya jangan lakukan gerakan tiba-tiba kalau kau masih ingin punya dua tangan yang lengkap," bisik Andi yang membuatku semakin ketakutan. Lututku bergetar dan tubuhku rasanya lemas.

Semakin kulihat, anjing itu semakin menakutkan. Aku takut. Kalau aku mati, aku akan menghantui Andi dan Bima. Aku akan menyuruh mereka memakan tangan mereka sendiri dan mati ketakutan seperti yang kurasakan sekarang. Aku benci mereka!

"Hei, apa yang kalian..." mendengar suara yang sangat dekat di belakang mereka, Andi dan Bima lari berlawanan arah. Carissa tidak berani menoleh ke belakang, juga tidak berani menurunkan tangannya. Keringat sudah mengucur deras di dress berwarna putih gadingnya.

Bagaimana kalo dia penculik? Orang gila? Psikopat? Mata-mata? Atau... hantu? Apa mata-mata berbahaya? Tampaknya di tv mereka selalu membawa pistol dan kacamata hitam. Matilah aku!

Carissa bisa merasakan seseorang sedang menunduk di belakangnya. Carissa tahu karena melihat bayangan mereka yang berada di bahu jalan.

Kenapa dia menunduk? Apa dia mau mencekikku? Ya Tuhan, tolong aku! Aku tidak mau mati dicekik ataupun digigit anjing! Aku mau mati dengan cara yang lebih baik! Ingin rasanya menjerit tapi suaraku seperti hilang bersamaan dengan keringat yang semakin membanjiri bajuku.

Anak laki-laki itu mengulurkan tangannya ke depan, menyelimuti tanganku dengan tangannya yang lebih besar, dan menariknya dengan perlahan.

"Volt memang sangat peka. Tapi tidak semenyeramkan itu," bisiknya dekat di telingaku. Aku takut. Entah kepada anjing dihadapanku atau orang asing di belakangku.

Aku menghembuskan napas lega ketika ia melempar sesuatu ke arah dalam dan membuat anjing itu pergi. Aku memegangi tanganku yang untungnya masih utuh. Aku tetap menunduk. Takut kalau laki-laki itu adalah pemilik rumah. Dion, nama anak pemilik rumah ini, kan? Dion... Dion... Bagaimana kalau dia...

Aku menengadah dan bisa melihat wajahnya. Ia tersenyum. Ada yang aneh dengan senyumannya.

"Mau main denganku?" Tanyanya.

* * * * * *

Hai, gimana menurut kalian? Ada yang tau Stockholm Syndrome? :)

Stockholm SyndromeWhere stories live. Discover now