1. Pembunuhan yang Aneh

2.1K 191 17
                                    

Pembunuhan yang sangat aneh.

Seminggu ini desas-desus itu menyebar dengan cepat lebih cepat dari kebakaran hutan. Mulut ke mulut, kabar mencekam itu terus menyebar hingga berjangkit di sebagian besar penduduk pulau Jawa. Layaknya wabah, ketakutan mencekam banyak orang.

Jika kalian bertanya-tanya apa yang sedang kubicarakan, artinya kalian lebih ketinggalan berita dari aku.

Walaupun aku sendiri tidak melihat berita ini atau menjadi saksi mata langsung (Amit-amit kalau jadi saksi mata langsung, bisa-bisa aku langsung menghadap Yang Maha Kuasa entah dari kapan!) Seperti kataku, aku tidak melihat atau jadi saksi mata langsung. Aku hanya korban dari wabah ketakutan ini juga. Ya, aku mendengarnya dari mulut mbok Sri kemarin lusa, salah satu pembantu di kediamanku, pembantu kesayanganku, yang selalu mengurusku sejak orok[3]. Mbok Sri sendiri pun mendengar berita ini dari mulut orang-orang. Ia tidak pernah melihat secara langsung (beliau langsung banyak menyebut ketika aku bilang seandainya menjadi saksi mata langsung) ataupun membaca dari Soerat Kabar Bahasa Melaijoe[4] karena buta huruf yang dideritanya dari kecil.

 Ia tidak pernah melihat secara langsung (beliau langsung banyak menyebut ketika aku bilang seandainya menjadi saksi mata langsung) ataupun membaca dari Soerat Kabar Bahasa Melaijoe[4] karena buta huruf yang dideritanya dari kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Batavia mencekam, Ndoro Ayu." Ia memberi tahuku suatu sore. "Tidak hanya Batavia, tapi seluruh Jawa sedang mencekam. Banyak gadis terbunuh di malam hari. Ndoro sekarang jangan pergi malam-malam ya?"

Karena penasaran akan berita ini dan seluruh seluk beluknya, aku memesan koran Soeara Melajoe lewat Romo yang bekerja sebaga ambtenaar[5] di Batavia. Untunglah aku bisa membaca, jadi walaupun tidak mengenyam pendidikan sekolah, setidaknya aku bisa baca tulis untuk menghilangkan kepenatan dari dipingit tanpa alasan jelas seumur hidupku ini. Di koran tertanggal kemarin, ada berita utama seorang gadis Belanda, Wilhelmina, tewas di jalanan di Batavia. Dia adalah korban ketujuh minggu ini. Gadis malang itu ditemukan tewas tanpa ada darah yang tersisa di tubuhnya. Luka kekerasan yang ditemukan hanya sepasang lubang bekas gigitan serangga, tak ada yang lain. Itulah yang membuat semua pembunuhan ini aneh. Tidak mungkin ada serangga yang bisa membunuh orang dengan bekas luka sekecil itu.

Spekulasi berkembang kemana-mana, ada yang bilang pembunuh ini hantu, ada yang bilang pula tukang sihir, pokoknya macam-macam pendapat menyebar di luar. Banyaknya desas-desus dan belum tertangkapnya pelaku membuat ketakutan merebak bagai wabah malaria.

Buatku sendiri, ini masalah yang cuku serius. Pasalnya meski tinggal di Buitenzorg[6], Romoku kerjanya di Batavia. Kalau pembunuh itu—siapapun dia—berubah pikiran dan memutuskan untuk menyerang laki-laki...

Gusti[7], apa yang aku pikirkan? Rini, kamu harus mendoakan yang terbaik buat Romo! Jangan malah berprasangka buruk! Ingat kata-kata itu doa, Rini!

"Ndoro Ayu kepikiran sesuatu?" Teguran dari mbok Sri membuyarkan pikiranku barusan. Buru-buru kupasang senyum untuk menenangkan sedikit ketegangan di wajah tuanya akibat kelelahan mengurusku dan keluargaku puluhan tahun itu.

"Tidak, Mbok. Hanya cemas sama Romo," jawabku.

Gagal. Aku gagal menghilangkan kekhawatiran di wajahnya. Aku malah memperparahnya. Wanita tua ini berusaha menutupinya denga wajah welas asih, tapi kami sudah terlalu dekat untuk saling membohongi. "Berdoa saja sama Gusti Pangeran[8], Ndoro, semoga Kanjeng Gusti diberi keselamatan."

Blood and RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang