tujuhbelas

919 133 0
                                    

"Lama banget lu mandi," adalah hal pertama yang Calum katakan ketika melihat Zoe datang ke ruang tamu dengan jaket berwarna biru ber-glitter, legging hitam panjang, dan sepatu running hitamnya. Calum berdiri dari tempat duduknya.

"Justru ga wajar kalo cewe mandinya cepet." Zoe menjulurkan lidahnya ke Calum.

"Yeh, bocah," Calum mengacak-acak rambut Zoe.

"Tungguin, gue mau izin dulu ke Bunda," kata Zoe.

"Lah," Calum menahan Zoe pergi ke kamar orangtuanya, "ngapain? Orang bunda lu yang nyuruh kita CFD bareng," lanjut Calum.

Zoe mengerutkan kedua alisnya.

"Ah," Calum berdecak. "Udah lah, kita langsung jogging aja."

Zoe mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, lalu mengangguk.

.

"So, New York, huh?" tanya Zoe saat mereka sudah sampai di lokasi car free day.

"Mhm," Calum mengangguk dan mulai berlari kecil, Zoe mengikuti ritme larinya.

"Jujur, gue masih ga bisa terima, Cal," ungkap Zoe.

"Sama," Calum menanggapi.

"Terus kenapa lu mau? Kenapa lu ga bilang aja kalo lu mau tetep di sini?" tanya Zoe.

Calum mengangkat kedua bahunya.

"Jangan mulai brengsek lagi deh, Cal." Zoe memutar kedua bola matanya.

Calum menghela nafas, "Ya, maap. Orang gue ga tau mau respon gimana."

Zoe menolehkan kepalanya ke kanan, menyembunyikan kedua matanya yang sudah berkabutkan air mata.

Mereka berdua sama-sama terdiam, suasana canggung kembali menyelimuti.

"Oiya," Calum membuka percakapan saat mereka sudah berlari cukup jauh, tetapi mereka tidak berhenti. "Gue, mau minta maaf soal attitude gue yang belakangan ini." Calum berhenti berbicara sebentar, lalu melanjutkan, "Banyak banget yang gue pikirin, Zo. Dan itu semua gara-gara gue harus pindah." Calum melirik Zoe, ingin menyaksikan respon sahabatnya itu. Tetapi Zoe tampak biasa saja, pandangannya terpaku ke jalan beraspal di depannya.

"Sebenernya, keluarga gue udah siap-siap mau pindah dari tiga bulan yang lalu. Dan gue tau soal itu, tapi gue ga mau ambil pusing aja, Zo. Makanya gue ga cerita ke siapa-siapa," Calum melirik Zoe untuk yang kedua kalinya.

Zoe tersenyum miring. "Jujur," Zoe menarik nafas, lalu melanjutkan, "gue pengen marah sama lu. Tapi kayanya gak ngefek juga. Toh lu bakal pergi juga kan, Cal, kalaupun gue marah?"

Sekarang giliran Calum yang diam, tak tahu harus menjawab apa.

Zoe memperlambat langkahnya, karena dia sudah mulai merasa letih -pikiran, jiwa, fisik, dan juga hati.

"I'm still not sure about how I'm gonna feel when you leave," kata Zoe. Calum ikut mengurangi kecepatan larinya, menyamakan langkahnya dengan Zoe.

"You'll get over it, Zo," Calum berusaha meyakinkan Zoe.

"You'll get over me soon, too." Zoe tersenyum kepada Calum, senyum datar yang sama sekali tak menunjukkan rasa senang.

Pada saat itu mereka berdua sudah dalam kondisi berjalan, bukan lagi berlari.

"Hey," Calum merangkul bahu Zoe, "Gue ga bakal pernah lupa sama lo, bocah."

Zoe memelototi Calum. Zoe tidak suka disebut 'bocah', tapi Calum tak pernah menggubris tatapan tajam Zoe setiap Calum menyebutnya seorang 'bocah'.

"Gue bakal kangen banget sama tempat ini," kata Calum sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tapi yang bakal paling gue kangen itu lo, Zoelissa, lanjutnya dalam hati sambil melirik Zoe.

Zoe melingkarkan tangan kirinya di pinggang Calum. "Gue mah apa atuh, cuma bisa kangen sama lo. Gue mana bisa kangen sama New York, orang gue belom pernah ke sana."

Calum tertawa. "One day, lu bakal dateng samperin gue ke sana, oke?" Calum mempererat rangkulannya.

Zoe mengangguk dan tersenyum. "Kalo Tuhan ijinin, ya, Cal."

Calum berdeham, lalu menggumam, "Ya kalo jodoh mah ga kemana, Zo."

"Apa, Cal?" Zoe menolehkan kepalanya ke arah Calum yang sedikit lebih tinggi darinya. "Ga kedengeran," tambahnya.

"Hah?" Calum terperangah.

"Tadi lu ngomong apa? Gue ga denger," ulang Zoe.

"Oh, engga kok. Ga ngomong apa-apa gue. Ngaco lu," Calum menjulurkan lidahnya.

"Yeh, sante dong," Zoe melepaskan tangannya dari pinggang Calum.

"Ehh," Calum menarik lengan kiri Zoe dan kembali menempatkannya di pinggangnya. "Jangan dilepas, ah. Biar lucu kalo diliat orang," lanjutnya.

"Lucu? Bikin orang pengen ketawa dong?" tanya Zoe.

"Aduh ga usah begayaan pinter deh lu sekarang," sindir Calum.

"Begayaan gimana cobaaaa?" tanya Zoe merengek.

"Sok-sok benerin kata-kata gue," jawab Calum.

Zoe mencibir.

"Balik, yuk? Udah capek, kan?" ajak Calum.

Zoe mengangguk.

"Nanti, kalo udah sampe rumah, mandi yang bersih, ya," kata Calum.

"Ya iya lah," respon Zoe dengan nada 'duh', (duh in english yang as-the-matter-of-fact kind of thing ya, bukan duh like complaining in indonesian)

"Abis itu nanti kita jalan-jalan." Calum mengedipkan matanya.

"Ew," Zoe menutup mulutnya seakan mau muntah, tapi Calum mengerti Zoe hanya bercanda. 

Calum tertawa melihat tingkah Zoe. "Bocah," ejeknya sambil mengacak-acak puncak kepala Zoe.

.

.

.

calum was like "fuvh i'm gonna miss this bocah"

vapor [calum hood]Where stories live. Discover now