Reconciliation

21.8K 357 0
                                    

...
Tubuh Naruto seperti mati rasa, semua anggota badannya terasa lumpuh walaupun otaknya memberi perintah yang sama berkali-kali. Hanya satu: angkat wajahmu dan tatap gadis itu. Tapi dia tak mampu, sungguh dia tak mampu, seakan-akan pandangannya sudah dirantai ke lantai porselen kamar mandi. Kalau tadi yang memenuhi hatinya adalah api kemarahan yang membara, sekarang rongga dadanya diisi oleh rasa malu dan bersalah yang jauh lebih berat dan menyiksa.
Saat dia berhasil menemukan keberanian entah dari mana untuk membalas pandangan Hinata, kali ini Naruto malah diliputi rasa heran. Dia mengira bahkan hampir berharap akan menemukan kemarahan dan kebencian dari raut ekspresi gadis itu, tapi yang terpandang oleh matanya sekarang hanyalah seulas senyum sehangat angin musim semi.
"Kenapa...?" hanya satu kata yang dikeluarkan Naruto dalam bisikan pertanyaannya, sebab hanya enam huruf itulah yang kini memenuhi kepalanya. Kenapa gadis itu tak marah padanya? Kenapa Hinata tak membencinya, padahal dia telah melakukan sesuatu yang tak termaafkan padanya? "Kenapa... Hinata...?"
"Hm...?" gumam Hinata tanpa menghilangkan senyumnya, memiringkan kepalanya dalam sebuah tanda tanya sambil membawa dua tangannya ke samping wajah Naruto, lalu membelai pipi dengan 3 kumis seperti kucing itu. "Apa maksudmu...?"
"Kau tahu apa maksudku...!" kata Naruto, sedikit lebih keras dari sebelumnya karena frustrasi yang mendera. Mengapa gadis itu tidak marah, atau memukulnya sekalian? Kalau saja dia melakukan itu, maka semua ini akan lebih mudah baginya. Mengapa Hinata harus membuat semuanya menjadi serumit ini? "Aku bersalah padamu, Hinata! Aku sudah melukaimu, menyakitimu! Aku hampir saja menodaimu! Aku... hmmph..."
Sebelum Naruto sempat menyelesaikan kata-katanya, Hinata telah menarik kepala berambut pirang itu dan menyentuhkan bibir mereka. Cowok yang shock atas keberanian tak terduga dari gadis Hyuuga itu hanya bisa diam saat bibir mereka saling menyapu dengan hangat, membersihkan tubuh Naruto dari dingin yang tersimpan dalam setiap tetes air shower. Saat ciuman itu berakhir, dia yang masih dalam keadaan cengok dan hanya mampu menatap wajah yang merona merah di depannya dengan mata terbelalak.
"Kau tidak menyakitiku kok..." gumaman Hinata hampir saja tidak kedengaran andai jarak wajah mereka berdua tidak sebegitu dekat. "Paling tidak, aku tak merasa begitu..."
"Ha? Masa?" tanya Naruto bego, wajahnya yang melongo terlihat begitu lucu sampai sang gadis hanya mampu mengeluarkan tawa tertahan. "Tapi itu tak mungkin, Hinata! Kau tadi menghentikanku, karena alasan apa lagi...?!"
"E-eh, i-itu..." Hinata memalingkan wajahnya karena malu, rona merah yang semakin jelas membakar wajahnya itu malah membuat sang gadis makin terlihat imut. "Itu hanya..."
"Hanya...?" sambung Naruto penasaran, menatap wajah sang gadis dengan tajam.
"A-anu, aku hanya agak takut..."
"Tuh kan...!"
"Bukan takut yang seperti itu...!" sanggah Hinata lagi. "Cuma itu... ka-kau... kau melakukannya terlalu cepat, Naruto-kun..."
Lalu Naruto teringat sebuah pelajaran yang didapatkannya saat masih bertualang bersama sang Ero Sennin dahulu, bukan berarti dia yang minta tapi lebih karena orang tua berambut putih bernama Jiraiya itu yang ingin mengajarkannya. Agak samar-samar memang, tapi dia masih ingat setiap kalimat yang dulu pernah diucapkan orang tua mesum tapi sangat kuat itu.
(0)
"Nah, Naruto, mumpung aku punya waktu, aku punya satu pelajaran khusus untukmu."
"Apa?! Apa?! Apakah itu jurus baru seperti Rasengan?!"
"Bukan, bodoh! Apa yang ingin kuajarkan adalah bagaimana caranya memperlakukan seorang gadis saat berhubungan intim!"
"Yahh, kukira apa..." kata Naruto kecewa. "Tapi aku masih 12 tahun, apa benar aku perlu pelajaran ini?"

Aku MILIKMU!Where stories live. Discover now