Ketika waktu istirahat tiba, aku berjalan cepat menghampiri Leo si pria misterius itu. Dhea yang sebelumnya kuberitahu untuk menemaniku malah kabur entah kemana.
"Leo" pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali membuatku mendadak lupa apa tujuanku untuk memanggilnya.
"Lo manggil cuma buat diem?" pernyataannya barusan membuatku tersadar dan mengingat tujuanku memanggilnya. "Gue.. gue cuma pengen tanya, sebenernya kenapa gue disebut psycho?" Entah kenapa aku malah berbicara terbata-bata. Sebelumnya aku tidak pernah berbicara dengan Leo, atau mungkin pernah dulu ketika ingatanku belum hilang seperti ini. Namun semenjak ingatanku hilang yang kuingat dari sosok Leo hanyalah sikapnya yang misterius dibandingkan murid lainnya, ia begitu penyendiri seakan memiliki dunianya sendiri yang tidak bisa dimasuki oleh orang lain. Ia tidak sepertiku yang sebaliknya malah dijauhi oleh teman-teman yang lain. Ia seperti menarik diri dari lingkungan sekitarnya dan anehnya teman-teman yang lain malah terlihat segan terhadapnya. Aku tahu bahwa ia adalah orang yang pintar dan itu terbukti dari sikapnya sehari-hari yang terus membawa buku. Dan dia berbeda dari yang lainnya, ia tidak ikut memusuhiku namun ia juga tidak menganggapku ada. Melihat tatapan nya yang seperti ini mendadak aku merasa bertanya pada orang yang salah.
"Menurut lo kenapa gue harus tahu?" Ia meninggalkanku setelah mengucapkan kata-kata yang membuatku menyesal telah bertanya padanya.
Seperti biasa aku berjalan menyusuri koridor dan berhenti di depan pontu lapangam indoor. Satu-satunya tempat yang sepi ketika jam istirahat dan satu-satunya tempat dimana aku bisa merasa bebas tanpa tatapan sinis dan bisikan teman-temanku. Setelah berhasil mencari tempat yang enak ku membuka kotak makanku yang telah disiapkan oleh Bi Ani. Bi Ani adalah pengasuhku sejak kecil yang sampai saat ini masih merawatku dengan penuh kasih sayang. Orang tuaku terlalu sibuk bekerja di luar negeri dan meskipun begitu mereka tetap menyayangiku.
Saat-saat seperti ini aku benar-benar merasa kesepian. Sekolah yang hiruk pikuk di waktu istirahat ini malah terasa begitu hampa di hatiku.
Tanpa terasa air mataku menetes.
Hatiku terasa sakit.
Kekecewaan dan kesedihan yang selama ini kusimpan tertuang begitu saja.
"Ariaaaa" aku mendengar teriakan Dhea di belakangku, namun aku tetap berjalan lurus tidak ingin Dhea melihatku dengan mata sembab seperti ini. Walaupun aku sudah mencuci mukaku namun kenyataan bahwa mataku masih sembab tidak bisa dipungkiri dan aku menyesal telah menangis seperti itu.
"Aria, kok lo dipanggil malah tetep jalan sih?" Dhea tiba-tiba sudah berhasil mengejarku dan sedetik kemudian dia menatapku dengan tatapan kaget. "Lo kenapa?Kok mata nya sembab gitu?Lo gak di apa-apain sama Leo kan?" Oke, salah satu hal yang membuatku kesal ketahuan menangis adalah ini. Aku bukan tidak mensyukuri kepedulian Dhea, namun teriakan nya malah membuat orang-orang jadi menatap ke arah kami dengan tatapan penasaran.
"Gapapa kok, cuma kelilipan aja" oh ayolah apa aku tidak bisa berbohong yang lebih baik lagi. Bagaimana mungkin aku mengucapkan kata kelilipan dan siapa juga yang mau mempercayai hal ini.
"Kelilipan?Oh, emangnya tadi lo kemana?" Aku bersyukur setidaknya Dhea mempercayai kebohonganku.
"Ke lapangan indoor" Dhea menatapku tidak percaya "Di lapangan Indoor kok bisa kelilipan?Lo kalo mau boong yang pinteran dikit dong" mau tidak mau aku langsung tertawa mendengar ucapan Dhea. Oke, sahabatku yang satu ini memang unik. Ia mempercayai ucapanku yang berbohong sedangkan ucapan jujurku malah dianggap berbohong.
"Lo masih bisa ketawa disaat kita hampir telat masuk kelas pak Donny?" Ucapan Dhea sukses membuat kami lari menuju kelas kami.
"Maaf pak kami telat" Pak Donny sedikit bingung namun tidak lama akhirnya kami dipersilahkan untuk duduk. Dan seperti biasanya juga teman-temanku menatapku sinis sembari berbisik-bisik.
YOU ARE READING
UnReal
Mystery / ThrillerPercayakah kalian pada sosok kegelapan yang mungkin berada di sekitar kalian? Aku tidak percaya sebelumnya, namun rangkaian peristiwa mengerikan yang terjadi di sekitarku membuatku menyadari adanya sosok mengerikan di dekatku.
