▪1▪

21.6K 746 24
                                    

1.

==========
Kau hanyalah sebuah bayang masa lalu,
Yang menawari sebuah rindu menjadi candu,
Dan aku membenci itu.
==========

          Andra menyeruput green tea latte pesanannya yang belum tersentuh sejam lalu. Siapa sangka ia akan bertemu lagi dengan pria yang tak begitu asing dikehidupannya. Apalagi pria itu tengah duduk santai di depan Andra, menyilangkan kaki dan membenarkan letak kacamata minus-nya yang melorot.

Andra menggeram frustasi jika mengingat semua tentang pria ini. Pria yang selalu menang atas apapun dalam hidupnya. Membuatnya terlihat seperti perempuan lemah tak berdaya di hadapannya. Tanpa cela. Pria itu selalu benar. Selalu saja seperti itu.

“Lama tak berjumpa, Tuan Yuhana...,” sapa Andra. Demi apapun di dunia ini. Andra tahu kebiasaannya yang tak kunjung berubah. Pria dihadapannya itu tak mau membuka percakapan terlebih dahulu. Bukan dengannya seorang. Dengan orang lain pun dia juga seperti itu. “Bagaimana kabarmu?”

“Baik.”

Andra mengangguk mendengar jawaban singkat dari pria yang dipanggil Tuan Yuhana itu. Lalu melirik sebentar arloji dipergelangan kirinya. Memastikan waktu istrahat karyawan sudah habis supaya ia mempunyai alasan untuk pergi dari sini. Starbucks. Kedai kopi yang terletak di seberang gedung perkantorannya. Andra bersumpah untuk tidak lagi mengunjungi tempat ini. Ingatkan sewaktu ia akan membeli kopi.

“Kenapa? Kau sedang terburu-buru?” tanya Rangga yang berhasil membuat Andra mendongak menatapnya. Kalau boleh jujur, Andra merindukan segalanya dari pria ini. Ketahuilah, bahwa bibir yang berujar itu dulu milik Andra. Dahi putih bersih pria itu yang tak tertutupi sehelai rambut pun sering dikecupnya.

“Aku harus kembali ke kantor,” jawab Andra singkat. Ia berdiri, tidak lupa membawa dompet dan juga ponsel pintarnya yang tergeletak di atas meja. Lalu menunduk sedikit kepada pria berkacamata itu.

Tepat sebelum Andra melangkahkan kakinya, pria itu kembali bersuara, “Tidakkah kau berpikir bahwa dia tersakiti oleh kelakuanmu?” sembari melempar tatapan tajam dari balik kacamatanya.

“Kau berbicara tentang rasa sakit? Hah.. kau pikir lebih sakit mana, dirinya yang ditemani olehmu atau aku yang tak memiliki siapapun,” tukas Andra pada akhirnya. Ia meraih paper cup bekas green tea latte-nya. Membuangnya ke tempat sampah yang berada di sisi pintu masuk. Sebelum Andra benar-benar melangkahkan kakinya keluar dari pintu itu, ia kembali membungkuk pada Rangga yang masih duduk.

==========

Hujan tak kunjung mereda, cuaca akhir-akhir ini sering berubah seperti gadis remaja labil yang mendapatkan masa haid-nya. Andra berjongkok untuk menikmati sensasi rintik hujan yang jatuh ke tangannya. Bau khas dari hujan menciptakan perasaan damai di hati dan pikiran.

Andra kembali melamun untuk kesekian kali pada hari ini. Memikirkan segalanya yang masih terasa klise menurutnya. Seperti baru kemarin Andra berpacaran, lalu sorenya ia putus dengan kekasihnya itu karena si pria ketahuan sedang selingkuh dengan sahabatnya.

“An! Kenapa masih disitu? Ayo naik! Aku akan mengantarmu pulang.” Andra mendongak untuk mencari asal suara itu. Tia berteriak sambil membunyikan klakson mobilnya. Tia -teman kantor Andra- memberi isyarat untuk mendekat. Andra melempar senyum, dengan menggunakan tas selempangnya untuk melindungi kepalanya dari rintikan hujan, perempuan itu berlari menuju mobil Avanza putih yang dikendarai Tia.

“Tumben kau pulang jam segini,” kata Andra, sambil membersihkan rintik hujan yang mengenai tasnya. Tia melajukan mobil, mengarahkannya pada Jalan Raya Ibukota.

The Fact. - On GoingWhere stories live. Discover now