Part 1

59.3K 2K 21
                                    

GADIS bertubuh kurus itu melangkahkan kakinya dengan malas menuju ke sebuah pintu masuk gedung pencakar langit tempat ia bekerja selama ini. Seperti inilah kehidupan sehari-harinya. Bekerja dengan sangat berat hati seperti sekarang, melangkah dengan gontai serta menunjukkan tekuk wajah yang jelas sangat tidak enak untuk dipandang.

Ya, mau bagaimana lagi? Meski tidak suka ataupun sangat berat hati, Kinan harus mengakui kalau perusahaan itu adalah satu-satunya tempat yang mau menerimanya bekerja. Sebagai seorang yang hanya lulusan SMA, Kinan termasuk sangat beruntung karena masih bisa bekerja di sana meski kenyataannya adalah perusahaan itu milik keluarganya sendiri. Suatu kenyataan yang membuat Kinan mampu terus mengumpat dalam hatinya mengingat ulah kakak satu ayah, beda ibu dengannya yang menjadikannya karyawan di sana tanpa adanya fasilitas istimewa yang diberikan. Walaupun Kinan juga harus bersyukur karena Kevin tidak menjadikannya petugas kebersihan di kantor tersebut.

"Kinan, Pak Kevin mencarimu."

Seorang wanita berpakaian lebih rapi dan lebih menarik, datang menghampiri Kinan yang baru saja tiba di mejanya.

Kinan hanya bisa mendesahkan napas panjang menahan kesal karena sikap Kevin yang semena-mena terhadapnya. Lihat sekarang, belum apa-apa saja, ia sudah mendapat panggilan ke ruangannya pria itu. Padahal belum juga satu menit bagi Kinan tiba di meja kerja ini, sekretaris cantiknya sudah diperintahkan untuk memanggil Kinan ke ruangannya.

"Hm, baiklah..."

Sambil berjalan dengan perasaan enggan, Kinan kembali berpikir, apa yang ingin Kevin katakan padanya? Kenapa dia harus memanggil Kinan sepagi ini? Kenapa saat di rumah tadi, dia tidak mengatakan apa-apa?

Kinan hanya menggerutu pelan dalam hati, begitu ia tiba di depan ruangan Kevin yang berada di lantai 15.

Pelan, Kinan mengetuk pintu ruangan Kevin. Setelah mendengar instruksi dari dalam, barulah dia berani untuk membuka pintu berbahan kaca tersebut dan masuk ke dalam ruangan itu dengan lagak yang sopan.

"Anda memanggil saya, Pak?" tanya Kinan sebisa mungkin menunjukkan sikap sopan santunnya terhadap Kevin. Bagaimana pun, berurusan dengan Kevin itu harus mengutamakan yang namanya kesopanan, kalau Kinan masih ingin hidup bernaungkan sebuah rumah, dan bukannya kolong jembatan.

"Ya, duduk!" perintah Kevin sambil fokus membaca beberapa lembar dokumen yang ada di atas meja kerjanya, tanpa mengindahkan wajah Kinan yang diam-diam mencibir mengejeknya.

"Kau tahu apa kesalahanmu kali ini?" tanya Kevin langsung sedetik setelah Kinan mendaratkan bokongnya ke atas kursi yang berseberangan dengan Kevin.

"Tidak, Pak. Memang apa kesalahan saya kali ini?" tanya Kinan lagi dengan polos sembari menunjukkan wajahnya yang merasa heran. Membuat Kevin menahan napas berang hingga hidung pria itu kembang kempis dibuatnya.

"Aku sudah memeriksa laporan kerja bulananmu kali ini!" ujarnya dengan menaikkan nada bicaranya satu oktaf. Dan itu cukup membuat Kinan sedikitnya sadar dengan kesalahan apa yang telah ia perbuat.

"Kau tidak mencapai target penjualanmu, Kinan!" sentak Kevin langsung membuat Kinan terjingkat kaget.

"Ma-maaf, Pak," ucap Kinan terbata.

"Aku tidak butuh kata maafmu! Yang aku perlukan itu adalah hasil kerjamu, bodoh!" maki Kevin tidak tanggung-tanggung hingga membuat Kinan merasakan denyut di hatinya.

"Aku mempekerjakanmu di sini bukan untuk selalu mendengar kata maafmu. Tapi, untuk mendapatkan uang dari hasil kerjamu! Apa kau paham?!" seru pria itu lagi kali ini menggebrak meja yang ada di depannya hingga membuat Kinan terlonjak di tempatnya.

The Previous Man (Tersedia di PlayStore!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang