Bimbang

441 26 7
                                    

Sudah dua minggu lebih keadaan Raina tidak ada perubahan. Sama seperti hampir satu setengah tahun yang lalu, saat kritis setelah melahirkan Aluna. Masih terus dalam pantauan tim dokter di ruangan ICU.

Selama dua minggu lebih itu pula Caraka setia menemani Raina. Walaupun Raina tidak mengetahuinya, tetapi setiap malam tak pernah Caraka meninggalkan Raina sendirian. Apapun yang akan terjadi pada Raina, Caraka menginginkan dirinya berada disamping Raina.

Raisya pun setiap hari datang untuk menggantikan Caraka bila ada keperluan urusan perkerjaannya. Berdoa, mengajak berbicara, sampai memohon sambil terisak dilakukan Raisya agar sang kakak kembali kepada mereka. Tetapi semuanya terasa sia-sia. Raina tidak sedikitpun merespon apa yang ia lakukan.

Semua yang terjadi sedikit berdampak pada Aluna. Aluna yang biasanya tidak pernah ditinggal lama oleh Raisya, menjadi rewel dan sering menangis menanyakan Raisya. Merasa kehilangan sosok Raisya yang selama ini tak pernah meninggalkannya.

Annisa yang menggantikan Raisya mengurus Aluna sangat kewalahan menghadapi sikap Aluna.

Raisya memandang ranjang tempat sang kakak terbaring dibalik jendela kaca yang tembus pandang. Alat-alat medis yang entah apa namanya terpasang pada tubuh kakaknya.

Raina seperti putri tidur, sangat tenang dan masih cantik. Hanya tubuhnya yang banyak kehilangan bobot badan yang membedakan. Pucat dan tidak bercahaya.

Seseorang berdiri disampingnya, Raisya sontak menoleh. Caraka.

Keduanya terdiam, sama-sama memandangi sosok yang mereka sayangi. Lama dan tak menghiraukan beberapa orang telah berlalu lalang disekitar mereka.

Raisya menoleh kearah kakak iparnya. Kacau dan berantakan. Wajahnya tirus dan pucat. Berat badannya terliat turun banyak. Terlihat rambut halus di atas bibir dan dagunya yang menandakan sudah beberapa lama tidak dicukur. Raisya seakan tidak melihat Caraka yang dulu.

Raisya memejamkan matanya, memalingkan muka dan tidak menatap Caraka lagi.

" kamu pulang saja sya.. kasihan Aluna kalo lama ditinggal kamu.. " kata Caraka pelan, lalu menoleh kearah Raisya.

" apa mas tidak apa-apa? Mas pucat sekali.. mas saja yang pulang.. istirahat.. biar malam ini aku yang menunggu disini.. " jawab Raisya.

" aku ga apa-apa sya... kamu pulanglah.. " pinta Caraka lagi sambil sedikit meringis, lalu memegangi perutnya.

Raisya terkejut melihat keringat dingin yang berada dipelipis Caraka. Wajahnya semakin pucat. Dengan ragu-ragu karena takut lancang, Raisya meletakkan punggung tangannya ke dahi Caraka. Panas.

" ya Allah.. mas Raka demam... panas sekali mas.. " pekik Raisya panik. Lalu menarik tangan Caraka dan mengajaknya duduk ke bangku tunggu.

" perutku sya... sakit.." keluh Caraka. Raisya segera berdiri dan berlari kearah ruangan piket perawat dan memanggil seorang perawat untuk memeriksa Caraka.

*****

Raisya duduk termenung di sofa salah satu ruang perawatan di Rumah Sakit. Memandang Caraka yang sedang tertidur pulas sehabis diberikan obat tidur agar ia dapat beristirahat. Selang infus dipasang ditangan kirinya.

Thypus.

Karena kecapaian dan lalai menjaga pola makan akhirnya Caraka harus ikut dirawat di rumah sakit.

Handphone Raisya bergetar, lalu dibukanya perlahan.

D. Sakha : Ping

Raisya Aurelia : hmm..

D. Sakha : skype sya..

Raisya Aurelia : aku di rumah sakit bang..

D. Sakha : em.. okay...

D. Sakha : tonight?

Raisya Aurelia : aku menginap bang..

D. Sakha : em.. okay..

D. Sakha : kabari aja kalo udah dirumah ya..

D. Sakha : IMU..

Raisya Aurelia : imu too.. *emot hug*

D. Sakha : *emot love*

Raisya kembali terisak. Betapa ia merindukan Dewa-nya. Dewa yang selalu menopangnya, walau dulu hanya sebagai sahabat. Dewa yang rela berbagi beban, kesedihan dan juga kesenangan.

Raisya membutuhkan Dewa saat ini. Sangat membutuhkan dan merindukannya hingga rasanya sesak.

Raisya mengangkat kedua kakinya, berbaring, meringkuk bagai bayi di sofa rumah sakit. Menangis tergugu, menumpahkan segala kesedihannya yang selama ini ditahannya agar terlihat tegar dimata Caraka dan keluarganya.

Hatinya hancur melihat keadaan keluarga kakaknya yang kacau. Lebih hancur lagi membayangkan dua minggu lagi ia akan menikah dan ikut Dewa ke Jerman. Berfikir akan meninggalkan Raina, Aluna dan Caraka yang sebenarnya masih membutuhkan dirinya.

Raisya mengusap air matanya, kemudian beranjak dan keluar dari kamar perawatan Caraka menuju ruang ICU dimana Raina dirawat. Mengambil baju, penutup kepala dan sepatu khusus untuk diruangan ICU, Raisya masuk dan duduk disamping ranjang kakaknya.

Kembali meneteskan air mata dalam diam. Menggenggam tangannya yang masih hangat dan mendoakan sang kakak.

" kelik harus gimana kak.. " keluhnya. Lalu merebahkan kepalanya disamping lengan sang kakak, lalu terpejam. Lelah.

*****

Pendek?

Gapapalah asal rajin updet... *ngeles*

Lagi lancar kayaknya makanya cepet dituangin ide-idenya dalam tulisan.

Tak lupa mohon vote and komen nya ya..

Makasih

Rin 241215

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 24, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MiseryWhere stories live. Discover now