Kembali ke awal

290 19 0
                                    

" ini mas teh nya.. " ucap Raisya sambil meletakkan secangkir teh yang masih mengepul ke atas meja di depan Caraka yang sedang menyuapi Aluna makan siangnya.

" terima kasih, sya " balas Caraka sambil tersenyum pada Raisya yang duduk di hadapannya. Caraka kembali menyuapi Aluna.

Minggu siang, adalah quality time buat Caraka dan Aluna. Ditengah kesibukan Caraka dengan perkerjaan dan mengurus Raina di rumah sakit, ia selalu menyempatkan untuk menghabiskan waktu setengah hari dengan putrinya.

"Pa.. pa.. pa.. mam.. " celoteh Aluna agar Caraka kembali menyuapinya. Caraka tersenyum. Raisya ikut tersenyum melihat interaksi ayah-anak tersebut.

Andai kakak disini, Aluna pasti lebih bahagia.

Raisya menggeleng pelan, bukannya ia tidak mengharapkan kesembuhan Raina, harapan itu masih ada, tetapi ia tidak ingin lebih melukai hatinya dengan harapan yang selama setahun lebih ini tak terkabulkan.

Bagi Raisya cukuplah seperti ini, melihat keluarga kecil kakaknya masih dapat tersenyum bahagia, melupakan sejenak kesedihan. Mencoba pasrah dan ikhlas dengan apapun yang akan terjadi.

Dering handphone terdengar ditengah celotehan Aluna. Caraka meletakkan mangkuk makan siang Aluna, dan dengan sigap langsung diambil oleh Raisya untuk melanjutkan menyuapi Aluna. Caraka segera mengambil handphone yang disimpan di saku celananya.

Rumah Sakit Citra Medica calling...

" halo.. selamat siang.." sapa Caraka setelah menekan tombol jawab pada handphone sederhananya.

"......"

" ya.. saya sendiri.. gimana mas? " tanya Caraka sambil melirik kearah Raisya yang juga sedang menatapnya. " rumah sakit" ucap Caraka tanpa suara kepada Raisya.

"....."

" gimana keadaannya mas? " tanyanya lagi.

" ...."

" iya mas... baik.. saya segera kesana.. terima kasih.. " kata Caraka lalu menutup sambungan. Caraka menatap Raisya yang terlihat tegang dan menahan nafas di depannya.

" Raina drop... sekarang sedang ditangani.. mas mau kesana.. " jelasnya.

Raisya terkejut, setetes airmata menetes dari matanya. Lalu dihapusnya dengan tergesa. Bangkit bediri, lalu segera menggendong Aluna didepannya.

" aku ikut mas.. " katanya singkat. Caraka menggeleng.

" mas titip Aluna, sya.. "

Mengangguk dan mulai terisak melihat Caraka bergegas mengambil dompet dan kunci mobilnya. Raisya menggendong Aluna dan mengikuti Caraka ke depan.

" kabari aku ya mas.. "

Caraka mengangguk. Lalu bergegas masuk ke mobilnya, dan segera menuju ke rumah sakit.

Raisya memeluk Aluna erat, meminta kekuatan pada putri kecil itu agar kuat. Berdoa bahwa semua akan baik-baik saja. Agar Raina baik-baik saja dan segera berkumpul bersama keluarga.

*****

Caraka duduk gelisah di depan ruang ICU dimana Raina sedang diberi tindakan medis. Sudah hampir satu jam dia berada di depan ruangan itu. Menunggu.

Tensinya turun drastis dan ada serangan kecil pada jantung Raina.

Yaa Allah..

Serangan tersebut yang membuat keadaan Raina kembali dinyatakan kritis dan harus kembali masuk ke ruangan intensive, kembali ke keadaan satu tahun setengah yang lalu.

Caraka terdiam, menangis dalam hati. Harapan untuk kesembuhan Raina kembali dihempaskan oleh serangan tersebut. Hatinya terkoyak, membayangkan Aluna. Berapa lama lagi buah hatinya harus menunggu kehadiran mamanya.

Dokter Dimas, dokter spesialis yang menangani Raina keluar dari ruangan ICU dan berjalan menuju Caraka. Caraka berdiri dari duduknya, lalu duduk kembali setelah dipersilahkan duduk oleh dokter Dimas.

Dokter Dimas duduk disebelah Caraka, ikut menatap ke arah pintu ruangan ICU, menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan.

" kondisi tadi pagi saat saya visite masih stabil.. sangat baik.. saya juga terkejut ketika mendapat panggilan darurat.. " menarik dan menghembuskan nafas panjang lagi. " kembali ke kondisi awal.."

Caraka diam sambil mendengarkan kalimat dokter Dimas. Berusaha mencerna kata-kata ditengah kekalutan pikirannya.

" saya harap keluarga bersabar dan berlapang dada untuk kemungkinan terburuk.. selalu berdoa saling menguatkan.. kami tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi.. kami pasti berusaha maksimal.. " lanjutnya lalu diam. Menunggu reaksi Caraka.

Caraka menghembuskan nafas yang sedari tadi ditahannya. Lalu tersenyum getir.

" terima kasih dok.. "

Keduanya berdiri lalu bersalaman. Dokter Dimas menepuk pundak Caraka pelan, menguatkan. Lalu berbalik berjalan meninggalkan Caraka sendirian.

Caraka merogoh handphone dari dalam kantong celananya. Membua layarnya yang menampilkan foto Aluna yang sedang tertawa sampai matanya nyaris tak terlihat. Setetes airmata menggantung di pelupuk matanya.

Dicarinya sebuah nama didalam kontak handphonenya. Lalu menekan tombol sambung. Hanya sekali nada panggil lalu tersambung. Menarik nafas, lalu menghembuskannya.

" assalamualaikum sya... "

*****

Akhirnya bisa lanjutin cerita ini

Minta vote dan komentar kalo reader berkenan.

Met libur panjang...

Rin 231215

MiseryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang