2 - With Daddy's Special Breakfast

91.5K 8.5K 433
                                    


tantangan:

kalian nggak boleh komen di paragraf atau inline comment. ituloh kalo tulisan diblok trus bisa komen. bagi yang greget pengen komen, harus komen biasa nggak pake inline comment! kadang gue kangen pas fitur satu ini nggak ada, jadinya gue bisa tau review kalian sepenuhnya.

are we clear, roger?

happy reading! (awas jangan inline comment!)


Chapter 2 - With Daddy's Special Breakfast


Salah satu alasan Luna tidak mengeluh ini-itu tentang ketiadaan ibunya adalah; ayahnya jago masak. Setiap masakan yang pria paruh baya itu buat selalu membuat Luna yakin untuk memulai hari baru.

Seperti hari ini, ayahnya tersayang telah membuatkan panekuk lezat berlumur saus blueberry. Tampak menggugah untuk dicicip.

"Makasih, Yah," ucap Luna riang seraya mengecup pipi ayahnya.

"Setelah kemarin malam cukup berat buat Anak Ayah, kamu pantes mendapatkan panekuk ini," balas Ayah seraya menyeringai.

Ah, ayahnya selalu tahu, bahkan saat Luna menangis dalam diam.

Luna tersenyum yang dibalas ayahnya dengan wajah pengertiannya. Hari masih pagi namun Luna ingin memeluk ayahnya dan menangis lagi, lagi.

Tapi pagi ini tak ada kata lagi.

Sarapan berlangsung di depan TV, ritual Luna dan ayahnya sejak TK, sejak kematian ibunya. Bagi ayahnya dulu, fokus Luna akan teralihkan bila berada di depan TV. Dulu, saat duka masih menyerang di sekitar rumah mereka, TV adalah hiburan pengalih perhatian.

Lambat laun Luna menerima kematian ibunya dan melanjutkan hidup. Meski sesekali Luna membicarakan beliau, atau menyamakan wajah mereka berdua lewat foto di album keluarga.

Sesekali Luna pernah berkata pada ayahnya, di tengah terik langit, ketika mereka berkebun.

Yah, aku bakal gimana tanpa Ayah?

Saat itu Ayah berhenti memotong rumput liar dengan gunting taman. Dia menaruh gunting itu di tanah, lalu ikut duduk di samping Luna. Keduanya melihat kebun belakang mereka yang sudah tertata rapi berkat Luna.

Kamu bakal tetep jadi Luna yang selalu membanggakan Ayah, balas Ayah saat itu, dan sungguh, itu jawaban yang membuat Luna sontak menangis.

Karena Luna belum siap tanpa Ayah. Biarlah orang itu pergi meninggalkannya, asalkan dia punya Ayah bersamanya.

"Cowok yang ninggalin kamu," ucapan Ayah membuyarkan lamunan Luna, "Dia nggak pantes untuk kamu tangisin. Biar Ayah datengin dia dan tonjok dia. Putri Ayah seenaknya dibuat sakit hati."

Luna memasukkan sesendok panekuk lalu melihat Ayah dengan tampang geli. "Nggak perlu, Yah. Dia nggak jahat sama Luna, kok."

"Gini-gini, Ayah tahu kalo dia nyakitin kamu. Dari awal Ayah sadar kalo dia berita buruk, tapi kamu ngeyel," gerutu Ayah.

Tertawa, Luna menggeleng. "Yah, putusnya hubungan itu bukan salah satu orang, tapi dua."

Ayah menghela napas berat seraya menyuapkan panekuk ke mulut Luna. "Terserah kamu aja, lah. Ayah nggak mau debat sama Putri Ayah satu-satunya."

Luna nyengir, semuanya baik-baik saja asal dia bersama Ayah.

Namun lain cerita bila dia di sekolah.

Started With A Broke(s) UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang