▶️ 8. Di bawah hujan

Começar do início
                                    

"Udahdeh, gue harus buru buru ke kelas." Ia menarik tanganku, dan mencengkramnya sedikit kuat. Oh, aku yakin ini akan membuat tanganku merah

"Gue bilang lo harus ke kelas bareng gue! Paham ga sih lo?!." Bentaknya.

"Lepasin!." Ujarku mencoba melepaskan tangannya, nihil, cengkramannya sangat kuat. "Bil! Lepasin!." Ulangku, ia menggeleng dan menarik tanganku

"Kalau dia bilang lepas ya lepas, paham?." Ujar seseorang, tunggu siapa itu. "... Ck! Si bege dasar. Di suruh ngelepasin juga." Ujarnya lagi.

"Eh lo, anak yang ga pernah bisa banggain orang tua diem aja deh!." Ujar Nabil. Oke, aku nggak paham. Aku masih belum melihat orang itu.

"Gue cuma mau lo lepasin aja, gaperlu bawa bawa hidup guelah." Ujarnya lagi.

Tunggu, itu Keenan. Pria itu sedang duduk dengan santainya di bawah pohon dengan sebuah earphone yang ia sumpalkan ke telinga kanannya saja, matanya terpejam, di pangkuannya ada tas yang biasa ia gunakan sekolah. Eh, apa benar Keenan yang bilang kaya tadi?

"Nabil, Nabil.., harus banget ya lo maksain dia jadi cewek lo? Terus cewek cewek yang sering main sama lo di club lo kemanain?." Benar, itu Keenan yang mengatakannya. "Lo! Diem! Apa urusannya Ve sama lo, dan apa urusannya hidup gue sama lo?!." Bentak Nabil

"Terserah lo lah, gue hitung mundur kalau Ve belom lo lepas juga, jangan harap lo bisa ke sekolah ini lagi." Ancam Keenan.

Aku mendengar Nabil mendengus kesal, ia kemudian melepaskan genggaman maksudku, cengkramannya di tanganku. Lalu ia melangkah pergi ke kelasnya.

Aku mengusap pergelangan tanganku yang sakit olehnya. Keennan, dia sudah berdiir dan mengaitkan tasnya sebelah di bahunya. Ia berjalan dengan santai melewatiku, haruskan aku berterimakasih?

"Keen." Panggilku, ia menghentikan langkahnya dan menatapku. Tatapannya sangat dingin dan datar. ".. Thanks ya." Ujarku.

"Kalau ga ada lo, mungkin tangan gue ud-."

"Lain kali kalau lo liat Nabil, lo bisa cari jalan lain kan? Sekolah ini ada banyak jalan buat ke kelas IPA.2, lo bisa lewat lorong sebelah." Potongnya, aku mengangguk.

"Tapi..." Eh, udah ilang aja! Yaudahlah, aku melirik ke arah jam yang melibgkar di tangan kiriku. "Mampus! Telat!." Aku berlari ke kelasku, masa bodohlah dengan orang yang aku tabrak.

Setelah mengikuti pelajaran matematika yang cukup menguras otak, aku dan yang lainnya segera berjalan menuju kantin saat bel sekolah berbunyi. Rasanya aku sangat lapar hari ini, aku berjalan dengan Shania, sejak tadi ia hanya memandangi layar ponselnya. Sepertinya Boby sedang sibuk juga menghubungi Shania, ya ya ya, gosipnya Boby memang sedang mendekati Shania. Masa bodohlah, biarkan saja itu urusan mereka.

"Ve, gue denger denger tadi lo di gangguin si Nabil ya?." TanyaJeje antusias, aku mengangguk dan krmbali menyedot jus jambu kesukaanku hingga tandas. "Lo di tolongin.. Si.. Ehm, Keenan?." Tanyanya

"Yagitu, kenapa emang?." Tanyaku, ia menggeleng.

Tak lamasosok yang di bicarakan pun muncul, ia masih sama dengan wajah datar dan tatapannya yang mengintimidasi siapapun. Ia berjalan santai lalu mengambil sebotol air mineral dan membawanya ke kantin.

Saat melewati mejaku ia sedikit melirik ke arahku, lalu pandangannya kembali ke depan dan berjalan acuh melewati siswi yang histeris melihatnya.

"Psst, Ve.. Keenan kenapa bisa ngelirik lo?." Tanya Nabilah berbisik. "Mana gue tau." Jawabku acuh

"Sebagai admin comblang di sekolah geu harus kerja nih, lama ga nyomblangin orang." Kata Beby santai

Pletak!

I Love my BMX BoyOnde histórias criam vida. Descubra agora