07.Just a love

94 10 1
                                    

.
.
.

"Hati-hati, bun. Jangan cepet-cepet bawa mobilnya."

Aster tersenyum sembari melambaikan tangannya kepada perempuan berhijab merah yang sedang memasuki mobilnya.

"Aster, pokoknya setelah ini kamu harus rajin belajar. Jangan mikirin Adnan dulu."

Aster tersenyum malu-malu, tangan kanannya sudah ia taruh di depan mulut. Inilah alasan mengapa ia tidak mau memberi tau masalah hatinya kepada tutornya ini.

Setelah mobil sedan itu meninggalkan pelataran rumahnya, Aster bergegas ke dalam rumah untuk membersihkan badannya yang sudah dipenuhi keringat karena belajar berjam-jam.

"Ne, kamu udah selesai les-nya? Bu Lesti udah pulang?" Tanya Tita sembari membersihkan debu yang ada di sofa ruang keluarga mereka.

"Udah mah. Barusan kok."

Terdengar helaan kecewa dari mulut Tita. "Yah, padahal mama belum sempat ngobrol sama dia." Melihat tatapan penasaran dari Aster, Tita kembali melanjutkan. "Itu loh, kemarin Bu Lesti bilang ada beasiswa di Austria. Mama rencananya mau daftarin kamu, gitu."

"Mama! Ane engga mau kuliah di Austria atau negara manapun. Lagian kenapa harus di luar negri sih? Indonesia juga universitas-nya banyak yang bagus kok."

Tita menghela nafas, kadang ia berfikir anaknya ini akan menjadi ketua DPR nantinya. Sifatnya yang keras kepala dan tidak mau repot selalu membuat Tita geram dan mengelus dada setiap harinya.

"Seterah kamu deh, Ne. Mama pusing ngurusin kamu."

Aster memutar bola matanya. Setelah menegak segelas air putih, ia langsung menaiki tangga menuju kamarnya.

Aster menatap handphone-nya dengan malas. Banyak pesan dan panggilan tidak terjawab dari nomer yang tidak ia kenal, Aster tahu semuanya dari kaum adam di sekolahnya yang sangat gencar mencuri perhatiannya.

Padahal mereka tahu, hati Aster hanya untuk Adnan. Matanya hanya tertuju pada Adnan. Tidak yang lainnya, termasuk...Deryl.

Setelah mengetik balasan untuk Maura, Aster menaruh handphonenya di kasur. Ia mengambil peralatan mandi dan handuknya lalu beranjak menuju kamar mandi.

"Efek Fisika itu dasyat banget, ya. Gue cuman belajar dua jam aja langsung mandi keringat gini." Gerutunya sembari mengatur suhu air.

•••

"ANE, LO BENER BENER YA! ADEK MACEM APA SIH ELO INI?"

Aster menutup kupingnya yang rasanya sangat pengang mendengar teriakan Kak Delo.

Setelah keluar dari kamar mandi, tiba-tiba Aster dikagetkan dengan kehadiran Kakaknya yang sedang duduk di kasurnya sembari mengacak rambutnya. Sepertinya ia salah menanyakan apa yang diperlukan Kak Delo hingga datang ke kamar Aster.

"Apaan sih lo? Dateng ke kamar orang marah-marah. Engga tau sopan santun banget."

Ucapan Aster sontak membuat Delo membulatkan matanya, ia segera mencubit pipi Aster karena sangking gemasnya pada adik kecilnya ini.

"Gue engga bakal sudi kesini kalo lo engga nyari masalah."

Aster mengangkat alisnya, memangnya Aster melakukan apa hingga kakaknya seperti ini?

"Lo kenapa bilang ke Mama kalo gue kemarin nginepnya bareng karin? lo mau gue mati, Ha?"

Mendengar itu sontak membuat Aster tertawa puas.

Memang semalam kak Delo meminta izin kepada mamanya untuk menginap di rumah Kak Reno, temannya. Untuk mengadakan acara bakar-bakar. Awalnya memang mamanya tidak mengizinkan karena takut ada wanita di sana. Tapi Delo ya Delo, selalu bisa meyakinkan mamanya dengan alasan-alasan yang masuk akal.

Moonbeam Where stories live. Discover now