[2/3] You're Such A Liar

Start from the beginning
                                    

"WOAH!!" jeritku kaget.

"HAHAHAHA!!!" Ternyata itu Jungkook, lagi-lagi, maknae kurang ajar itu.

"Jungkook!" hardikku padanya.

"Hahaha, dadah Hyung," ucapnya kemudian kabur. Sangkamu aku Jimin? Atau Hoseok? Aku sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya meluruskan jalan pikir anak itu.

***

"Biarkan aku keluar dari BTS, Hyung," pintaku lemah. Setelahnya hening. Tak ada yang berani berbicara, baik itu aku, maupun Manajer Hyung. Tinggal sedikit lagi tangisku akan pecah, sedangkan keheningan tetap merajai suasana.

BRAK

Keheningan pun tak berlangsung mulus dengan suara pintu yang terbuka tiba-tiba. Pintu seperti didobrak paksa, dibanting lebih tepatnya. Jimin, dengan wajah pucatnya, kini berdiri di depan pintu. Ia sepertinya mendengarkan seluruh pembicaraan kami. Artinya, Jimin membuntutiku selama perjalanan dari ruang latihan kemari. Song Ssaem, setahuku, hanya memberi istirahat paling lama setengah jam. Ini sudah lebih dari setengah jam dan ia berada di sana. Jimin kabur dari latihan? Bukan kebiasaanya, bahkan aku yakin ia sengaja melakukannya. Tapi untuk apa?

"J-Jin ... H-hyung?" Ia menatapku sayu, air matanya meleleh dan bergulir melalui pipinya yang tembam.

"Eoh, Jimin, kau tidak latihan?" tanyaku sambil tersenyum padanya.

"K-Kau ... mau ... meninggalkan kami? K-Kau ... keluar?" Jimin mulai terisak.

"Kau bicara apa Jiminnie? Tentu saja aku ...."

"TENTU SAJA KAU AKAN MENINGGALKAN KAMI, HYUNG!!!" Jimin mendekatiku, lalu berlutut di hadapanku. Ia kini dengan jelasnya menangis sesenggukan. Aku berjongkok, mengelus rambutnya yang kini berwarna jingga. Setiap sentuhanku seperti membuatnya bergetar lebih dan lebih.

"Hyung, jangan pergi ...," pinta Jimin.

Batinku kini bergolak. Jimin-lah orang pertama yang dengan jujur dan terbuka mempertahankan keberadaanku.

***Flashback***

"Hyung," panggil Jimin.

"Ada apa?" tanya Hoseok, ternyata ialah target pembicaraan Jimin.

"Apakah kita akan terus seperti ini?"

"Apa maksudmu?"

"Apakah kita akan selalu bersama? Bermain bersama, berlatih bersama, di atas panggung bersama, bahagia bersama ...."

"Tentu Jimin, tentu. Mengapa sekarang kau menyangsikannya?" Aku terus memandangi kedua adikku itu. Hari yang tidak pernah kami bertujuh lupakan, 13 Juni 2013, hari debut kami. Mereka terlalu khawatir.

Aku merangkul Jimin yang matanya sudah mulai berkaca-kaca."Apa yang kau takutkan, Jimin?" tanyaku.

"Bagaimana kalau salah satu dari kita pergi?" Tak ada yang berani berbicara sedikit pun.

"Yaa, pabo-ya, itu tidak akan terjadi. Percayalah padaku." Namjoon, sang leader, membuyarkan keheningan itu.

"Ya, itu benar, kita semua punya impian yang sama, iya 'kan?" ujarku. Semua menganggukkan kepalanya, tanpa kecuali. Jimin hanya memandangi kami, seakan masih menyimpan kekhawatiran besar dalam benaknya.

"Apa lagi yang kau ragukan? Masa pelatihan kita tidak sebentar Jimin, kau mau menyia-nyiakannya begitu saja?" Perkataan Suga seakan menyambung kalimatku.

"Kau benar, Suga Hyung! Ayo teman-teman, kita wujudkan mimpi ini bersama!" Jimin tersenyum dan mencoba mengobarkan semangat kami yang sedikit berkurang karena kekhawatiran tentang ini dan itu.

Off The LimitsWhere stories live. Discover now